|
C © updated 23092004-21072004 -11032004 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti/setneg |
|
|
Nama :
Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono
Lahir :
Pacitan, Jawa Timur, 9 September 1949
Agama :
Islam
Istri :
Kristiani Herawati,
putri ketiga almarhum Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo
Anak :
Agus Harimurti Yudhoyono dan
Edhie Baskoro Yudhoyono
Ayah:
Letnan Satu (Peltu) R. Soekotji
Ibu:
Sitti Habibah
Pangkat terakhir :
Jenderal TNI (25 September 2000)
Pendidikan:
= Akademi Angkatan Bersenjata RI (Akabri) tahun 1973
= American Language Course, Lackland, Texas AS, 1976
= Airbone and Ranger Course, Fort Benning , AS, 1976
= Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983
= On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983
= Jungle Warfare School, Panama, 1983
= Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984
= Kursus Komando Batalyon, 1985
= Sekolah Komando Angkatan Darat, 1988-1989
= Command and General Staff College, Fort = Leavenwort,Kansas, AS
Master of Art (MA) dari Management Webster University, Missouri, AS
Karier:
- Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (1974-1976)
- Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad (1976-1977)
- Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977)
- Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978)
- Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981)
- Paban Muda Sops SUAD (1981-1982)
- Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
- Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988)
- Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988)
- Dosen Seskoad (1989-1992)
- Korspri Pangab (1993)
- Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994)
- Asops Kodam Jaya (1994-1995)
- Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995)
- Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di
Bosnia-Herzegovina (sejak awal November 1995)
- Kasdam Jaya (1996-hanya lima bulan)
- Pangdam II/Sriwijaya (1996-) sekaligus Ketua Bakorstanasda
- Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998)
- Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI (1998-1999)
- Mentamben (sejak 26 Oktober 1999)
- Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid)
- Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Sukarnopotri) mengundurkan
diri 11 Maret 2004
Penugasan:
Operasi Timor Timur (1979-1980), dan 1986-1988
Penghargaan:
- Adi Makayasa (lulusan terbaik Akabri 1973)
- Honorour Graduated IOAC, USA, 1983
- Tokoh Berbahasa Lisan Terbaik, 2003.
Alamat :
Jl. Alternatif Cibubur Puri Cikeas Indah
No. 2 Desa Nagrag Kec. Gunung Putri Bogor-16967
|
|
|
|
|
|
|
BIOGRAFI |
|
|
BIOGRAFI ==
01
02
03 04
05 06
07 ==
Susilo Bambang Yudhoyono (1)
Presiden RI Pertama Pilihan Rakyat
Ini dia Presiden Republik Indonesia pertama hasil pilihan rakyat secara
langsung. Lulusan terbaik Akabri (1973) yang akrab disapa SBY dan dijuluki
'Jenderal yang Berpikir', ini berenampilan tenang, berwibawa serta bertutur kata bermakna dan
sistematis. Dia menyerap aspirasi dan suara hati nurani rakyat yang
menginginkan perubahan yang menjadi kunci kemenangannya dalam Pemilu
Presiden putaran II 20 September 2004.
Berpasangan dengan Muhammad Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden, paduan dwitunggal
ini menawarkan program memberikan rasa aman, adil dan sejahtera kepada
rakyat. Pasangan ini meraih suara mayoritas rakyat Indonesia (hitungan
sementara 61 persen), mengungguli pasangan Megawati Soekarnoputri - KH
Hasyim Muzadi.
Popularitas dengan enampilan yang tenang dan berwibawa serta tutur kata yang bermakna dan
sistematis telah mengantarkan SBY pada posisi puncak kepemimpinan nasional. Penampilan publiknya mulai menonjol
sejak menjabat Kepala Staf Teritorial ABRI (1998-1999) dan semakin
berkibar saat menjabat Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden KH
Abdurrahman Wahid) dan Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati
Sukarnopotri).
Ketika reformasi mulai bergulir, SBY masih menjabat Kaster ABRI. Pada awal
reformasi itu, TNI dihujat habis-habisan. Pada saat itu, sosok SBY semakin
menonjol sebagai seorang Jenderal yang Berpikir. Ia memahami pikiran yang
berkembang di masyarakat dan tidak membela secara buta institusinya. "Penghujatan
terhadap TNI itu menurut saya tak lepas dari format politik Orde Baru dan
peran ABRI waktu itu," katanya. Maka, Tokoh Indonesia DotCom
menjulukinya sebagai 'mutiara di atas lumpur'.
Banyak orang mulai tertarik pada sosok militer yang satu ini. Pada saat
institusi TNI dan oknum-oknum militernya dibenci dan dihujat, sosok SBY
malah mencuat bagai butiran permata di atas lumpur. (Hampir sama dengan
pengalaman Jenderal Soeharto, ketika enam
jenderal TNI diculik dalam peristiwa G-30-S/PKI, 'the smiling
jeneral' itu berhasil tampil sebagai 'penyelamat negeri' dan memimpin
republik selama 32 tahun. Sayang, kemudian jenderal berbintang lima ini
terjebak dalam budaya feodalistik dan kepemimpinan militeristik.
Pengalaman Pak Harto ini, tentulah berguna sebagai guru yang terbaik bagi
pemimpin nasional negeri ini).
Lulusan Terbaik
Siapakah Susilo Bambang Yudhoyono yang berhasil meraih pilihan suara
hati nurani rakyat pada era reformasi dan demokratisasi itu?
Pensiunan jenderal berbintang empat berwajah tampan dan cerdas, ini
adalah anak tunggal dari pasangan R. Soekotji dan Sitti Habibah. Darah prajurit menurun dari ayahnya
R. Soekotji yang pensiun sebagai Letnan Satu (Peltu).
Sementara ibunya, Sitti Habibah, putri salah seorang pendiri Ponpes Tremas,
mendorongnya menjadi seorang penganut agama Islam yang taat. Dalam dirinya
pun mengalir kental jiwa militer yang relijius.
Selain itu, lulusan terbaik Akademi Militer (Akmil) angkatan 1973, ini
juga memiliki garis darah biru, sebagai keturunan bangsawan Jawa yang
mengalir dari dua arah dan berujung pada Majapahit dan Sultan
Hamengkubuwono II. Kakeknya dari pihak ayah, bernama R. Imam Badjuri,
adalah anak dari hasil pernikahan Kasanpuro (Naib Arjosari II - darah biru
Majapahit) dan RM Kustilah ( sebagai turunan kelima trah Sultan
Hamengkubuwono II bernama asli RA Srenggono). Bahkan dalam silsilah
lengkapnya, SBY juga memiliki garis keturunan dari Pakubuwono.
Kendati SBY anak tunggal, dia hidup dengan prihatin dan kerja keras. Pada
saat sekolah di Sekolah Rakyat Gajahmada (sekarang SDN Baleharjo I), SBY
tinggal bersama pamannya, Sasto Suyitno, ketika itu Lurah Desa Ploso,
Pacitan. Prestasinya saat SR sudah menonjol.
Dalam proses pengasuhan yang berdisiplin keras, pada masa kecil dan remajanya,
SBY juga mengasah dan menyalurkan bakat sebagai penulis puisi, cerpen, pemain
teater dan pemain band.
Pria tegap yang memiliki tinggi badan sekitar 175 cm, kelahiran Pacitan, Jawa Timur, 9
September 1949, ini senang mengikuti kegiatan kesenian seperti melukis,
bermain peran dalam teater dan wayang orang. Beberapa karya puisi dan
cerpennya sempat dikirimkan ke majalah anak-anak waktu itu, misalnya ke
Majalah Kuncung. Sedangkan aktivitas bermain band masih dilaksanakan
hingga tingkat satu Akabri Darat sebagai pemegang bas gitar. Sesekali
masih juga menulis puisi.
Di samping kesenian, ia juga menyukai dunia olah raga seperti bola voli, ia
senang travelling, baik jalan kaki, bersepeda atau berkendaraan. Sedangkan
olah raga bela diri hingga saat ini masih aktif dilakukan.
Tekadnya menjadi prajurit mengental saat kelas V SR (1961) berkunjung ke
AMN di kampus Lembah Tidar Magelang.
"Saya tertarik dengan kegagahan
sosok-sosok taruna AMN yang berjalan dan berbaris dengan tegap waktu itu.
Ketika rombongan wisata singgah ke Yogyakarta, saya sempatkan membeli
pedang, karena dalam bayangan saya, tentara itu membawa pedang dan senjata,"
kenang SBY.
Mewarisi sikap ayahnya yang berdisiplin keras, SBY berjuang untuk
mewujudkan cita-cita masa kecilnya menjadi tentara dengan masuk Akademi
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) setelah lulus SMA
akhir tahun 1968. Namun, lantaran terlambat mendaftar, SBY tidak
langsung masuk Akabri. Maka dia pun sempat menjadi mahasiswa Teknik Mesin
Institut 10 November Surabaya (ITS).
Namun kemudian, SBY malah memilih masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan
Pertama (PGSLP) di Malang, Jawa Timur. Selagi belajar di PGSLP Malang itu,
ia pun mempersiapkan diri untuk masuk Akabri.
Tahun 1970, dia pun masuk Akabri di Magelang, Jawa Tengah, setelah
lulus ujian penerimaan akhir di Bandung. SBY satu angkatan dengan Agus
Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu, dan Prabowo Subianto. Semasa
pendidikan, SBY yang mendapat julukan Jerapah, sangat menonjol. Terbukti,
dia meraih predikat lulusan terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan
lencana Adhi Makasaya.
Saat menempuh pendidikan di Akademi Militer, itu, SBY berkenalan dengan
Kristiani Herrawati, putri Sarwo Edhie. Saat itu, Mayjen Sarwo Edhi Wibowo,
menjabat Gubernur Akabri. Perkenalan terjadi saat SBY menjabat sebagai
Komandan Divisi Korps Taruna.
Perkenalan itu berlanjut dengan berpacaran, bertunangan dan pernikahan.
Mereka dikarunia dua orang putra Agus Harimurti Yudhoyono (mengikuti dan
menyamai jejak dan prestasi SBY, lulus dari Akmil tahun 2000 dengan meraih
penghargaan Bintang Adhi Makayasa) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lulusan
terbaik SMA Taruna Nusantara, Magelang yang kemudian menekuni ilmu ekonomi).
Pendidikan militernya dilanjutkan di Airborne and Ranger Course
di Fort Benning, Georgia, AS (1976), Infantry Officer Advanced Course di
Fort Benning, Georgia, AS (1982-1983) dengan meraih honor graduate, Jungle
Warfare Training di Panama (1983), Anti Tank Weapon Course di Belgia dan
Jerman (1984), Kursus Komandan Batalyon di Bandung (1985), Seskoad di
Bandung (1988-1989) dan Command and General Staff College di Fort
Leavenworth, Kansas, AS (1990-1991). Gelar MA diperoleh dari Webster
University AS.
Karir Militer
Dalam meniti karir, SBY sangat mengidolakan Sarwo Edhi yang tidak lain
adalah bapak mertuanya sendiri. Dalam pandangannya, Sarwo Edhi adalah seorang
prajurit sejati. Jiwa dan logika kemiliterannya amat kuat. Selain belajar
strategi, taktik, dan kepemimpinan militer, mertuanya itu amat sederhana
dalam hidup dan teguh dalam memegang prinsip-prinsip yang diyakini.
Perjalanan karier militernya, dimulai dengan memangku jabatan sebagai Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad
(Komandan Peleton III di Kompi Senapan A, Batalyon Infantri Lintas Udara
330/Tri Dharma, Kostrad) tahun 1974-1976, membawahi langsung sekitar 30
prajurit.
Batalyon Linud 330 merupakan salah satu dari tiga batalyon di Brigade
Infantri Lintas Udara 17 Kujang I/Kostrad, yang memiliki nama harum dalam
berbagai operasi militer. Ketiga batalyon itu ialah Batalyon Infantri
Lintas Udara 330/Tri Dharma, Batalyon Infantri Lintas Udara 328/Dirgahayu,
dan Batalyon Infantri Lintas Udara 305/Tengkorak.
SBY, sebagai komandan peleton, giat berlatih bersama anak buahnya sehingga
peletonnya sering kali menjadi andalan bagi Kompi A dalam setiap
kegiatan latihan bersama kompi-kompi lainnya di tingkat batalyon. Selain
itu, ia juga mendapat tugas tambahan memberi les pengetahuan umum dan
bahasa Inggris bagi semua anggota batalyon.
Kefasihan berbahasa Inggris, membuatnya terpilih mengikuti pendidikan
lintas udara (airborne) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di Pusat
Pendidikan Angkatan Darat Amerika Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975.
Kemudian sekembali ke tanah air, ia memangku jabatan Komandan Peleton II
Kompi A Batalyon Linud 305/Tengkorak (Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun
1976-1977. Dia pun memimpin Pleton ini bertempur di Timor Timur.
Sepulang dari Timor Timur, ia menjadi Komandan Peleton Mortir 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977).
Setelah itu, ia ditempatkan sebagai Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978), Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981),
dan Paban Muda Sops SUAD (1981-1982).
Ketika bertugas di Mabes TNI-AD, itu SBY kembali mendapat kesempatan
sekolah ke Amerika Serikat. Dari tahun 1982 hingga 1983, ia mengikuti
Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983 sekaligus
praktek kerja-On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983.
Kemudian mengikuti Jungle Warfare School, Panama, 1983 dan Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984,
serta Kursus Komando Batalyon, 1985. Pada saat bersamaan dia menjabat
Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
Lalu dia dipercaya menjabat Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988)
dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988), sebelum mengikuti
pendidikan di Sekolah Staf dan Komando TNI-AD (Seskoad) di Bandung dan
keluar sebagai lulusan terbaik Seskoad 1989.
Dia pun sempat menjadi Dosen Seskoad (1989-1992), dan ditempatkan di
Dinas Penerangan TNI-AD (Dispenad) dengan tugas antara lain membuat naskah
pidato KSAD Jenderal Edi Sudradjat. Lalu ketika Edi Sudradjat menjabat
Panglima ABRI, ia ditarik ke Mabes ABRI untuk menjadi Koordinator Staf
Pribadi (Korspri) Pangab Jenderal Edi Sudradjat (1993).
Lalu, dia kembali bertugas di satuan tempur, diangkat menjadi Komandan
Brigade Infantri Lintas Udara (Dan Brigif Linud) 17 Kujang I/Kostrad (1993-1994)
bersama dengan Letkol Riyamizard Ryacudu. Kemudian menjabat Asops Kodam Jaya (1994-1995)
dan Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995).
Tak lama kemudian, dia dipercaya bertugas ke Bosnia Herzegovina untuk
menjadi perwira PBB (1995). Ia menjabat sebagai Kepala Pengamat Militer
PBB (Chief Military Observer United Nation Protection Force) yang
bertugas mengawasi genjatan senjata di bekas negara Yugoslavia berdasarkan
kesepakatan Dayton, AS antara Serbia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina.
Setelah kembali dari Bosnia, ia diangkat menjadi Kepala Staf Kodam Jaya
(1996), hanya sekitar lima bulan. Saat itu Pangdam Jaya dijabat Mayjen TNI
Sutiyoso, yang menggantikan Mayjen TNI Wiranto yang diangkat menjadi
Panglima Kostrad. Pada saat menjabat sebagai Kasdam Jaya, terjadi
peristiwa 27 Juli 1996, yang menyeret namanya menjadi salah seorang saksi
dalam pengungkapan kasus tersebut.
Kemudian dia menjabat Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997) sekaligus Ketua Bakorstanasda
dan Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998) sebelum menjabat Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999). Penampilan publiknya mulai menonjol
saat menjabat Kepala Staf Teritorial ABRI tersebut.
Pada masa menjabat Kaster ABRI ini reformasi mulai bergulir. TNI dihujat habis-habisan. Pada saat itu, sosok SBY semakin
menonjol sebagai seorang Jenderal yang Berpikir. Ia memahami pikiran yang
berkembang di masyarakat dan tidak membela secara buta institusinya. Dia
pun berperan banyak dalam upaya mereposisi peran TNI (ABRI). Rafermasi TNI
dimulai pada masa ini.
Karir Politik
Sementara, langkah karir politiknya dimulai tanggal 27 Januari 2000,
saat memutuskan untuk pensiun
lebih dini dari militer ketika dipercaya menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada
pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid. Ketika itu ia masih berpangkat
letnan jenderal dan akhirnya pensiun dengan pangkat jenderal kehormatan.
Tak lama kemudian, SBY pun terpaksa meninggalkan posisinya sebagai
Mentamben karena Gus Dur memintanya menjabat Menkopolsoskam untuk
menggantikan Jenderal Wiranto yang terpaksa mengundurkan diri sebagai
Menkopolsoskam.
Popularitasnya semakin
berkibar saat menjabat Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden KH
Abdurrahman Wahid) dan Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati
Sukarnopotri).
Tugas terberatnya sebagai Menko Polkam adalah mengembalikan
kepercayaan masyarakat dan dunia bahwa keamanan di Indonesia dapat
diwujudkan. Faktor keamanan inilah yang sering dijadikan investor asing
untuk membatalkan rencana investasinya di Indonesia. Sedangkan dari dalam
negeri, masyarakat sering kali merasa was-was dengan berbagai gangguan
seperti teror bom yang kerap terjadi.
Persoalan lainnya adalah, upaya menghentikan pertikaian di daerah konflik,
yang secara perlahan memperlihatkan kemajuan. Namun, karena besarnya
masalah yang dihadapi, keberhasilan tugasnya itu sering tidak ditanggapi
serius. Masih banyak pekerjaan besar menunggu untuk segera diselesaikan.
Menghadapi tugas berat, ternyata menjadi bagian sejarah hidup SBY yang
sebelum menjadi menteri sempat diprediksi bakal menjadi orang nomor satu
di lingkungan militer. Ketika Presiden KH Abdurrahman Wahid berkuasa, ia
sempat diberi tugas untuk melobi keluarga mantan Presiden Soeharto. Maksud
langkah persuasif yang dilakukannya itu agar keluarga cendana bersedia
memberikan sebagian hartanya kepada rakyat dan bangsa. Khususnya untuk
membawa pulang harta keluarga Soeharto yang diperkirakan masih tersimpan
di luar negeri. Padahal saat itu masyarakat tengah menunggu dengan seksama
hasil peradilan orang kuat Orde Baru tersebut.
Presiden Wahid pada awal tahun 2001 pernah memintanya untuk membentuk
Crisis Centre. Dalam lembaga nonstruktural ini Presiden Wahid meminta
Yudhoyono menjabat sebagai Ketua Harian dan menempatkan pusat informasi
atau kegiatan (operation centre) di kantor Menko Polsoskam. Lembaga baru
ini berfungsi untuk memberikan rekomendasi kepada Presiden Wahid dalam
menjawab berbagai persoalan. Termasuk di antaranya sikap Kepala Negara
dalam merespon pemberian dua memorandum oleh DPR.
Kisah ketika dia menjabat Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden KH
Abdurrahman Wahid) mengukir kisah tersendiri.
Walau berulang kali menerima kepercayaan bukan berarti Yudhoyono ‘lembek’
dalam menghadapi Presiden Wahid. Ketika terdengar kabar Presiden Wahid
ngotot akan menerbitkan dekrit pembubaran DPR, maka, bersama Panglima TNI
Laksamana Widodo AS dan jajaran petinggi TNI lainnya, ia meminta Gus Dur mengurungkan
niatnya.
Puncaknya, pada 28 Mei 2001, bersama beberapa menteri tidak
merekomendasikan rencana Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Dekrit
Presiden. Bahkan tidak bersedia melaksanakan Maklumat Presiden yang
menugaskannya sebagai Menkopolsoskam untuk mengambil langkah-langkah yang
perlu untuk mengatasi krisis, memelihara keamanan, ketertiban dan hukum.
Akibatnya ia diberhentikan dengan hormat dari jabatan Menkopolsoskam
pada 1 Juni 2001, kerena menolak rencana Presiden mengeluarkan Dekrit. Ketika
ia ditawari jabatan Menteri Perhubungan atau Menteri Dalam
Negeri namun ditolaknya.
Lalu pada Sidang Istimewa MPR-RI, 25 Juli 2001, ia dicalonkan
memperebutkan jabatan Wakil Presiden yang lowong setelah Megawati
Soekarnoputri dipilih menjadi presiden. Ia bersaing dengan Hamzah Haz dan
Akbar Tandjung.
Pada 10 Agustus 2001, Presiden Megawati mempercayai dan melantiknya
menjadi Menko Polkam Kabinet Gotong-Royong. Dia pun tampak menjalankan tugasnya
dengan baik. Salah satu pelaksanaan tugasnya adalah mengumumkan
pemberlakuan status darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
pada 19 Mei 2003, serta proses penyelesaian konflik Ambon dan Poso.
Hal itu sangat menguntungkan SBY yang sudah berancang-ancang untuk
merebut kursi presiden. Kemudian popularitasnya makin memuncak. Pertama kali dia masuk bursa
calon presiden, ketika Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia menimangnya
menjadi salah satu kandidat calon presiden dan wakil presiden. Kemudian,
Partai Demokrat yang dibidani dan didirikan bersama beberapa koleganya menyebutnya sebagai calon presiden, bukan calon wakil
presiden.
Lalu iklan damainya muncul di berbagai stasiun televisi. Ia pun
menjawab pertanyaan wartawan yang menanyakan soal tidak dilibatkannya dia
dalam beberapa kegiatan kabinet yang menyangkut masalah politik dan
keamanan. Lalu, suami Presiden Megawati, Taufik Kiemas menyebutnya
kekanak-kanakan karena dinilai melapor kepada wartawan bukan kepada
presiden (1/3/2004). Ia pun beruntung karena pers dan beberapa pengamat membangun
opini bahwa ia sedang ditindas oleh Taufik Kiemas, suami Megawati.
Dalam pada itu, dua kali rapat kordinasi bidang Polkam batal dilakukan
karena ketidakhadiran para menteri terkait. Tampaknya para menteri terkait
tak lagi mempercayai dan menurutinya. Lalu pada 9 Maret 2004, dia
pun menyurati Presiden Megawati mempertanyakan kewenangannya sekaligus
minta waktu bertemu. Namun, Presiden tidak menjawab surat itu. Mensesneg
Bambang Kusowo kepada pers mengatakan tidak seharusnya seorang menteri (pembantu
presiden) mesti membuat surat meminta bertemu dengan presiden. Dia pun
diundang mengahadiri rapat menteri terbatas. Tapi ia tidak datang.
Ia merasa suratnya tak ditanggapi. Lalu pada 11 Maret 2004,
ia memilih mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam karena merasa
kewenangannya sebagai Menko Polkam telah diambil-alih oleh Presiden Megawati
Soekarnoputri. Pada situasi itu, M. Jusuf Kalla, yang menjabat Menko Kesra,
menemuinya. Lalu, malam harinya, di sebuah hotel, ia bertemu
Abdurrahman Wahid yang diisukan sudah sejak beberapa waktu menimangnya
menjadi calon presiden dari PKB.
Jenderal yang simpatik, tampan, mudah senyum dan memikat
banyak perempuan ini, ketika mengumumkan permintaan pengunduran dirinya,
mengatakan "Sesuai
dengan hak politik saya, jika nanti pada saatnya ada partai politik,
katakanlah Partai Demokrat dan dengan gabungan partai lain yang
mengusulkan saya sebagai calon presiden, insya Allah saya bersedia."
Keputusan pengunduran dirinya dinilai berbagai pihak suatu keputusan yang
elegan. Dalam perjalanan kariernya, Yudhoyono, memang selalu ingin tampak
elegan baik dalam bertutur maupun bersikap. Sikap itu terlihat dalam
beberapa
peristiwa penting yang melibatkan langsung menantu Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo
itu.
Langkah pengunduran diri ini dinilai berbagai pihak membuatnya lebih
leluasa menjalankan hak politik yang akan mengantarkannya ke kursi puncak
kepemimpinan nasional. Polling TokohIndonesia DotCom menempatkannya sebagai calon
wakil presiden yang paling puncak.
Dwitunggal SBY-JK
Proses pengunduran dirinya yang terkesan akibat tersisihkan dalam
Kabinet Megawati telah mengangkat populeritasnya. Popularitasnya semakin
menonjol. Ia seorang yang beruntung memiliki popularitas politik
menggungguli para tokoh poltik lainnya yang justru sebelumnya meminangnya
sebagai Calon Wakil Presiden. Popularitasnya telah mendongkrak perolehan
suara Partai Demokrat pada Pemilu legislatif 2004 yang menduduki peringkat
lima dan mengantarkannya menjadi calon presiden.
Tak lama setelah Pemilu Legislatif April 2004, SBY pun secara resmi
meminta kesediaan M. Jusuf Kalla mendampinginya sebagai Calon Presiden dan
Calon Wakil Presiden. Pasangan ideal ini dicalonkan Partai Demokrat, PKPI
dan PBB.
Pada Pemilu Presiden putaran pertama 5 Juli 2004, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla
ini memperoleh
39.838.184 suara (33,574 persen) diikuti pasangan Megawati-Hasyim Muzadi 31.569.104 suara (26,60 persen).
Kedua pasangan itu maju ke Pemilu Presiden tahap kedua 20 September
2004.
Sementara perolehan suara tiga pasangan Capres-Cawapres lainnya yakni
di urutan tiga Wiranto-Salahuddin Wahid meraih 26,286,788 suara
(22,154%), urutan empat Amien Rais-Siswono Yudo Husodo 17,392,931suara
(14,658%), dan urutan lima Hamzah Haz-Agum Gumelar 3,569,861suara
(3,009%).
Dalam aturan main Pemilu Presiden ditetapkan jika dalam putaran
pertama tidak ada pasangan Capres-Cawapres yang meraih 50% + 1n suara
dengan sedikitnya 20 persen di setiap provinsi dan tersebar lebih dari
setengah jumlah provinsi di Indonesia, maka peraih suara terbanyak 1 dan
2 ditetapkan untuk maju ke putaran kedua Pemilu Presiden.
Hasil rekapitulasi penghitungan suara dari 32 provinsi ditambah hasil
pemilu di luar negeri, jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya
121.293.844 orang, atau 78,22 persen dari pemilih terdaftar 155.048.803,
lebih rendah dari pemilu legislatif yang 84,07 persen.
Pasangan Yudhoyono-Jusuf meraih kemenangan di 17 provinsi, termasuk di
luar negeri. Pasangan Megawati-Hasyim mengungguli pasangan calon lainnya
di enam provinsi. Pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid meraih kemenangan di
tujuh provinsi. Pasangan Amien Rais-Siswono Yudo Husodo meraih
kemenangan di dua provinsi. Pasangan Hamzah Haz-Agum Gumelar tidak
memenang di satu pun provinsi.
Kemudian pada Pemilu Presiden putara kedua 20 September 2004, SBY-JK
meraih kepercayaan mayoritas rakyat Indonesia dengan perolehan suara di
attas 60 persen, mengungguli pasangan Mega-Hasyim yang meraih kurang
dari 40 persen suara.
Tinggal di Istana
Menjawab pertanyaan wartawan (24/9/2004), akan tinggal di mana
setelah dilantik menjadi presiden, SBY menjawab: "Istana. Saya memilih
akan tinggal di sana setelah dilantik." Pilihannya beserta keluarga
untuk tinggal di Istana Negara didasarkan pada alasan akan lebih efisien
dan efektif bagi pelaksanaan tugasnya sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan.
Menurutnya, di istana akan memudahkan pengaturan kegiatan. Tidak akan
terlalu menghambat lalu lintas, pengamanan akan lebih mudah, tamu-tamu
akan mudah pengaturan dan pendataannya, dan demi penghematan juga. "Kalau
saya tinggal di luar istana, pasti diperlukan pembangunan sejumlah
fasilitas yang sebetulnya tidak diperlukan jika saya tinggal di istana,"
katanya. ►crs
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
|
|