Archive for the ‘Indonesia’ Category

Jenis Keputusan Moral

Penjelasan akan Teknik Pengambilan Keputusan Moral

Di dalam menghadapi masa sekarang ini, kita sering dibingungkan oleh pilihan-pilihan yang diperhadapkan kepada kita. Pertanyaan yang sering kita dengar, atau bahkan kita ajukan adalah: Apakah itu benar atau salah? Apakah sesuatu itu baik atau buruk? Tidak jarang pula perbedaan antara yang baik dan buruk dicampuradukkan dengan yang benar dan salah. (misalnya: mencuri itu salah, tapi bisa jadi dianggap baik kalau untuk menolong orang miskin; atau berbohong demi kebaikan).

Sebelum kita melangkah lebih jauh mengenai penjelasan moral, kita perlu juga memperoleh pengertian yang benar mengenai apa itu moral. Kata moral sering digunakan dengan sembarangan, dan cenderung tertukar dengan etika dan etiket. Moral adalah menyangkut baik buruknya seorang manusia sebagai manusia. Etika memberikan pertimbangan mengenai moral (etika kedokteran, hukum). Etiket, adalah cara pergaulan yang dilakukan manusia (kalo gak ada manusia lain brarti gak beretiket: ngupil). Jadi jelas, ketiganya adalah hal yang berbeda, meskipun memiliki kesamaan.

Mengambil Keputusan Moral
Sekurang-kurangnya ada dua ukuran moral yang berbeda, yaitu ukuran yang ada di dalam hati kita dan ukuran yang dipakai orang sewaktu mereka menilai diri kita. Hati nurani sebagai ukuran subyektif dan norma (hukum moral) sebagai ukuran obyektif adalah ukuran yang dipakai atas moralitas manusia. Dengan kata lain, hati nurani memberitahukan kepadaku mana yang benar; dan norma (peraturan dalam masyarakat: hukum) diberikan untuk menunjukkan kepada semua orang untuk menentukan mana yang benar itu. Hati nurani juga dapat keliru karena kita terbentuk di dalam masyarakat yang tidak sempurna, dan norma-norma juga dapat keliru atau kurang tepat dirumuskan karena terbentuk dari rumusan-rumusan hati nurani tadi.

Kita dapat melihat bahwa hubungan antara hati nurani dan norma moral terkait dengan erat. Hati nurani yang dimiliki masing-masing individu akan membentuk sebuah peraturan dan norma bersama. Norma yang terbentuk ini akan menjadi batasan-batasan di mana tindakan seseorang akan dinilai. Norma yang ada di dalam masyarakat juga akan membentuk hati nurani seseorang. Seseorang tidak bisa lepas dari komunitasnya. Komunitas akan membentuk kepribadian, termasuk hati nurani seseorang. (bayangkan seorang anak yang dibesarkan di lingkungan penjahat, inilah sebabnya ada hukum yang menolak kaum homoseksual untuk mengadopsi anak karena takut sang anak akan meniru perilaku mereka) Namun, hampir semua tokoh etika sepakat bahwa hati nurani harus berada di atas hukum moral apapun. Hati nurani, yang adalah milik individu, menjadi ujung tombak pembentukan sebuah ruang moralitas yang baik. Read the rest of this entry »

List Of Stupid Questions I’ve Heard About Indonesia

I’ve been traveling for quite some time now, and by doing so I met a lot of people. I’m amazed that some people are ignorant or really have no idea at all about Indonesia. I heard some funny questions about Indonesia that made me laugh when I heard them asking those questions. So, I come up with 10 stupid questions that were asked to me about Indonesia:

10. Is it near Bali?

9. Can I buy clothes there?

8. Why aren’t you surprised to see tall buildings here? Have you seen any back home?

7. You speak English quite well, do you speak English there?

6. You do have toilets right?

5. Is it one of Bali’s provinces?

4. Is it true that you use peanut butter as salad dressing?

3. Is it in Middle East?

2. Are you Hindu, it’s the largest Hindu country right?

1. Do you eat normal food like bread?

74 Geologists Meet To Deciding The Cause Of Mud Volcano

Mud VolcanoFinally, some decision on the mud volcano issue! A majority of top geologists voted that the cause of mud volcano in Sidoarjo, East Java, Indonesia was caused by the Lapindo Brantas drilling for gas and oil. The decision was taken among 74 geologists in Cape Town, South Africa at a conference of the American Association of Petroleum Geologists, which ran from October 26-29. The topic of debate Lusi, the name of Indonesian mud volcano which erupted in May 2006, has triggered a social and environmental disaster. The volcano has swamped 12 villages and displaced around 30,000 people and continues to spew boiling mud at a rate sufficient to fill 53 Olympic swimming pools each day.

There were four varying hypotheses, including University Durham’s professor of geology, Richard Davies. Forty-two scientists voted in favour of Davies’ argument that the cause lay with a gas exploration well, Banjar-Panji-1, that was being drilled in the area by oil and gas company Lapindo Brantas, it said. Three scientists say the blame lies with an earthquake two days earlier in Yogyakarta, 280 kilometres away, which has always become the defensive reason of Lapindo Brantas, the company that tarted the drilling. Sixteen said the evidence was inconclusive, while 13 believed that a combination of quake and drilling was to blame.

Whatever the decision is, the cause is not fully clear because not everybody agree on one hypothese. At least the majority believe that the mud volcano was triggered by the drilling. I hope this can shed some light on the case!

Check out the news here!

Former Indonesian President Suharto Dies

SuhartoFormer Indonesian Suharto dies today at 13.10 (West Indonesian Time Zone/ 5.10 GMT) because of multiple organ failure. He was treated last week at the Pertamina Hospital for the same reason but managed to survive. I would like to send my condolences to the family. He was one of Indonesia’s most influential President.

There are a lot of controversies behind his passing, but nevertheless he has contributed something to Indonesia. I will write more on this later on.

News From Examiner.com 

Click here for full link of the story 

JAKARTA, Indonesia (Map, News) - Former dictator Suharto, an army general who crushed Indonesia’s communist movement and pushed aside the country’s founding father to usher in 32 years of tough rule that saw up to a million political opponents killed, died Sunday. He was 86.

Suharto had been ailing in a hospital in the capital since Jan. 4 when he was admitted with failing kidneys, heart and lungs. Doctors prolonged his life for three weeks through dialysis and a ventilator, but he lost consciousness and stopped breathing on his own overnight before slipping into a coma Sunday.

A statement issued by chief presidential doctor Marjo Subiandono said he was declared dead at 1:10 p.m. The cause of death was given as multi-organ failure.

Doctors did not try to revive him when his heart stopped beating because it was too weak, said Dr. Joko Raharjo.

Pelupanya Bangsaku!

Seperti sudah sudah menjadi tradisi, bangsa Indonesia memiliki masalah yang bertumpuk-tumpuk, yang mana setiap masalah itu tidak pernah diselesaian, melainkan ditutup dengan masalah yang lain! Banyak kasus-kasus yang tidak terungkapkan sampai sekarang yang sepertinya sudah dilupakan. Beberapa contoh kecil di antara mereka adalah kasus Trisakti, Semanggi, Tragedi Mei 98, pembunuhan Theys, pembunuhan Munir, dan masih banyak kasus lainnya, di mana yang masih terdengar sayup-sayup sekarang adalah suara mereka yang mulai parau meminta keadilan sejarah. Kasus yang dilupakan ini bukannya tanpa akibat, keresahan sosial hingga aksi separatis menjadi ancaman laten. 

Dengan memasuki sebuah era keterbukaan, kita sebenarnya berharap bahwa akan semakin banyak orang yang tertarik untuk menjernihkan angkasa kelabu yang menyelebungi sejarah Indonesia. Suasana ini seharusnya membuat semakin banyak orang tertarik akan sejarah kita dan berusaha menemukan kebenaran di tengah kacaunya pencatatan sejarah bangsa ini. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya, sejak reformasi peminat bidang studi sejarah justru semakin menciut sehingga beberapa program terancam bubar. Ada apa sebenarnya dengan bangsa ini? Kenapa kita cenderung menjadi pelupa?

Saya akan mencoba memaparkan beberapa analisis menarik atas masalah ini. Ada sebuah buku menarik yang diedit oleh Mary S. Zurbuchen (2005), sebagai hasil sebuah seminar pada April 2001 di University of California mengenai history and memory in Indonesia today. Buku ini berisi esai-esai yang mengeksplorasi ekspresi, narasi, maupun interpretasi masa lalu di Indonesia masa kini.

Goenawan Mohammad memulai analisanya dengan berpijak pada tahun 1928 di mana Sumpah Pemuda menjadi tonggak sejarah Indonesia, ketika “orang-orang dari bermacam daerah dan suku di nusantara ini sepakat untuk ‘melupakan’ asal mereka yang beragam untuk menjadikan diri mereka bagian dari sebuah ‘komunitas imajiner’ yaitu Indonesia.” Indonesia dibangun atas dasar untuk melupakan. Alih-alih mengatakan bahwa mereka berasal dari beragam daerah dan menyatu menjadi bangsa Indonesia, para tokoh pemuda kita waktu itu mengaku “berbangsa, bertanah air, dan berbahasa satu, Indonesia.” Tanpa mengingat asal mereka yang beragam, para pemuda secara otomatis mengklaim bahwa mereka adalah orang Indonesia. Negara ini dibangun dari persetujuan untuk melupakan. Sekarang pengakuan nilai-nilai universal yang tercantum di dalam Sumpah Pemuda 1928 bisa ditantang lagi, apakah proses pluralitas Indonesia yang unik ini masih bisa dipertahankan.

Hendrik Maier, seorang Profesor Perbandingan Literatur dan Direktur dari program Southeast Asian Text, Ritual and Performance at the University of California, Riverside menunjukkan sebuah masalah dengan Bahasa Melayu. Bahasa Melayu tidak mengenal konsep waktu. Sebagai contoh, jika kita bandingkan dengan bahasa Inggris, maka kalimat: “Dia pergi ke kantor” bisa diterjemahkan dengan bermacam-macam kata kerja penunjuk waktu dalam bahasa Inggris. Kalimat tersebut bisa diterjemahkan menjadi, “he goes to the office”, “he will be going to the office”, “he went to the office”, “he was going to the office”, atau “he will go to the office.” Singkatnya, Maier menunjukkan bahwa kalimat sederhana “Dia pergi ke kantor” muncul dan menunjuk kepada kegiatan dan konteks yang sangat beragam dalam waktu yang bersamaan. Menerjemahkan bahasa Melayu ke bahasa Inggris adalah masalah menentukan pilihan di antara keenam kemungkinan tersebut. Terjemahan ini bisa semakin memusingkan apabila kata ‘kantor’ merujuk kepada jumlah yang tak pasti (bisa ‘offices’ atau ‘office’), juga bisa merujuk kepada sebuah benda pasti ‘the office’ atau tidak pasti ‘an office’, dan kata ‘dia; bisa diterjemahkan menjadi ‘he’ atau ‘she’.

            Kesulitan menentukan waktu dalam bahasa Melayu bukan berarti orang yang menggunakan bahasa ini tidak bisa mengekspresikan waktu. Ada kata-kata yang bisa ditambahkan yang bisa merujuk kepada waktu tertentu, misalnya ‘akan’, ‘belum’, dan ‘sudah’. Karena masalah bahasa ini, Maier berkesimpulan bahwa proses mengingat sepertinya bekerja dalam cara yang berbeda. Sebagai konsekuensinya, ketika kita membaca sebuah narasi di dalam bahasa Melayu, pembaca dipaksa untuk menentukan konsep waktu cerita itu dalam sebuah konteks tertentu dan membuat cerita itu dalam urutannya sendiri. Maier mengatakan bahwa “Kita (para pembaca) harus menciptakan daripada menemukan arti; yang tersirat di antara kata-kata itu; kita membentuk sendiri sebuah kesadaran mengenai proses waktu yang terdapat dalam narasi daripada memastikannya dari teks itu sendiri. Akibatnya adalah proses mengingat akan selalu terombang-ambing dalam proses tanpa henti ini.”

            Jika kita menggunakan kacamata bahasa Inggris, kelihatannya sukar untuk menentukan sebuah perasaan akan waktu di dalam bahasa Melayu. Pembaca dipaksa untuk menciptakan waktu mereka sendiri daripada menemukannya. Ini akan mengakibatkan pembaca akan mendefinisikan apa arti ingatan bagi mereka. Ini mungkin menjadi salah satu penyebab sulitnya bangsa Indonesia untuk mengingat.

            Faktor monopoli pemerintah atas sejarah nasional juga menjadi salah satu hal yang menyebabkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang pelupa. Sejarah Indonesia ditentukan oleh penguasa. Tidak heran, buku sejarah kita kerap kali berubah setiap pergantian pemerintah. Media juga turut berperan, terutama semasa 32 tahun masa pemerintahan Presiden Soeharto, dalam mempengaruhi bagaimana orang Indonesia melihat sebuah peristiwa dengan benar. Peristiwa yang sebenarnya terjadi bisa dihapus dengan kampanye pemerintah melalui media yang mereka kontrol.

            Sekarang kita bisa mengerti mengapa bangsa Indonesia sepertinya menjadi bangsa yang pelupa. Namun di tengah-tengah bangsa yang pelupa, pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi patut kita sambut gembira. Komisi ini akan membantu kita mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi pada kasus-kasus yang saya sebutkan di atas, sebelum kita benar-benar melupakannya. Mereka juga akan membuka sebuah perspektif baru dalam proses mengingat di Indonesia. Karena itu, Indonesia seharusnya memulai sebuah babak baru dan mulai mengingat sejarahnya.

Analisa Atas Kasus Eksodus Para Ahli Dirgantara

Baru-baru ini seorang teman memposting bahwa banyak ahli dirgantara Indonesia yang sekarang bekerja di luar negeri dan ditengarai sedang membangun dan memajukan negara tempat dia bekerja daripada negaranya sendiri. Saya hanya ingin menyampaikan pertimbangan saya sendiri mengenai hal ini. Berikut adalah email saya di mailing group PPI Amsterdam.

Memang ini adalah bagian dilematis bagi kaum intelektual yang menginginkan aktualisasi diri. Ini sama dengan kasus beberapa atlet yang akhirnya memilih untuk bermain atau melatih di negara lain. Sebenarnya kita harus melihat hal ini dengan mata yang lebih jernih dan juga dengan pertimbangan matang dari teman-teman yang nanti akan selesai belajar dari Belanda ini. Saya akan coba tulis beberapa pertimbangan etisnya dan teman-teman sendiri yang akan memutuskan nantinya.
Read the rest of this entry »

On Indonesia And Netherlands Relation

Indonesian Independence Day which we celebrate every 17th August is drawing near and I will be celebrating it in our ex-colonialist country. It comes to my surprise that I did not feel something funny about it. I believe that there is a unique relationship between Indonesia and the Netherlands. Both countries choose to remember their own version of the history yet fully aware of the other’s story. This helps both nations to cooperate very well on so many occasions. Read the rest of this entry »

International Youth Forum On Moslem-non Moslem Dialogue - Bandung, 2008

Application FormIYF

Conference Full Explanation

You are invited!!!

International Youth Forum

Building a Peaceful World:

Learning a new Global Relationship with Moslem Communities

Initiatives of Change – Indonesia

Bandung, Indonesia, January 29th – February 6th 2008

Have you notice this?

There has been a growing challenge in the world on the relation with Moslem communities and Islam as a whole. The challenges itself are not on how non Moslem community sees Moslem, it also happened the other way around. Many Moslems find difficulties in adjusting themselves in a secular world where they have to share their values to live in a non Islam culture. The main problem is the lack of information on what Islam is really about and lack of communication between Moslem and non-Moslem. As the ones who lived in both side of the communities, youth today often find difficulties in facing this problem.

What youth can do?

As the agent of change, we need to empower youth to be able to bridge these conflicting values with tools that strengthen their own values and at the same time able to accept different ones. Indonesia as one of the countries with the biggest Moslem people has been dealing with the problem of pluralism ever since it’s independence. Having 637 different ethnic groups scattered in more than 13,000 islands, with 6 recognized religions and local beliefs, have made Indonesia one of the countries that basically live with pluralism. We basically will share and see how Indonesian youth and other youth from around the world have to deal with this on a daily practical basis.

Read the rest of this entry »

What Makes It Difficult For Indonesians To Remember

I have concluded that to remember is an important act in dealing with painful events. Forgiveness and reconciliation can only started with the awareness of the importance of remembrance. If we reflect to ourselves, we will find that Indonesia has always found it difficult to remember things that happened in the past. Through this article, I will try to answer why Indonesians forget their problems and their past easily….(read more to know it) Read the rest of this entry »