Rubrik
Jawa Tengah
Berita Utama
Inspirasi
Finansial
Olahraga
Dikbud
Opini
International
Nasional
Iptek
Bisnis & Investasi
Nusantara
Naper
Metropolitan
Berita Yang lalu
Jendela
Pustakaloka
Fokus
Dana Kemanusiaan
Teknologi Informasi
Rumah
Audio Visual
Otonomi
Furnitur
Agroindustri
Didaktika
Kesehatan
Telekomunikasi
Teropong
Ekonomi Internasional
Wisata
Bentara
Bingkai
Pixel
Ilmu Pengetahuan
Sorotan
Otomotif
Ekonomi Rakyat
Pergelaran
Pendidikan
Bahari
Pendidikan Luar Negeri
Pendidikan Dalam Negeri
Investasi & Perbankan
Pengiriman & Transportasi
Perbankan
Esai Foto
Makanan dan Minuman
Properti
Swara
Muda
Musik
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Rabu, 10 Desember 2003

Kabupaten Soppeng

KABUPATEN ini boleh disamakan dengan Kota Gotham dalam cerita rekaan yang terkenal, Batman alias manusia kelelawar. Bedanya, Gotham adalah tempat tinggal Bruce Wayne, si penyelamat kaum lemah berkostum kelelawar, sedangkan Soppeng dihuni ribuan kelelawar asli yang yang menggantung terbalik di pepohonan di pusat kota.

MENJELANG magrib, suara ribut di jantung kota terdengar. Di langit terlihat begitu banyak kelelawar beterbangan sementara sebagian yang lain masih menggantung dengan kepala di bawah. Sesaat kemudian, mereka meninggalkan tempat itu untuk mencari makan. Ketika fajar datang, suara ramai terdengar lagi menandakan hewan-hewan bersayap tersebut telah kembali. Uniknya, konon binatang-binatang itu hanya mau mencari mangsa di wilayah tetangga. Mereka tak mau makan buah-buahan atau hasil tanaman lain yang tersebar nyaris merata di Soppeng.

Kehijauan tanaman memang menjadi pemandangan umum di kabupaten yang memiliki lima gunung ini. Petak-petak sawah mudah ditemui di seluruh pelosoknya. Kehadiran sekurangnya lima sungai: Sungai Langkeme, Soppeng, Lawo, Paddangen, dan Lajaroko melancarkan pengairan persawahan yang separuhnya beririgasi teknis. Panen padi telah cukup untuk memenuhi kebutuhan, bahkan berlebih.

Surplus beras sebesar 82.294 ton di tahun 2002 ini telah dikapalkan ke pulau lain seperti Kalimantan dan Jawa, juga provinsi-provinsi tetangga misalnya Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara. Meski bukan penghasil beras terbesar di Sulawesi Selatan, daerah ini masuk dalam wilayah pengembangan padi yang dikenal sebagai Bosowasipilu bersama lima kabupaten lain: Bone, Wajo, Pinrang, Sidrap, dan Luwu.

Jagung dan kedelai juga dikembangkan oleh penduduk. Kedelai banyak dijumpai di bagian barat, tepatnya di Kecamatan Lalabata, Donri-Donri, Mario Riawa, dan Ganra. Sayangnya, panen kedelai turun terus. Jagung lebih banyak diusahakan di bagian timur, di Kecamatan Lili Riaja dan Lilia Rilau. Nasibnya sama dengan kedelai, penurunan panen terus terjadi. Penyusutan produksi ini erat kaitannya dengan cuaca yang tak stabil setiap tahunnya, terutama panjang musim kemarau dan hujan.

Bagi kabupaten yang tak dilintasi jalan trans Sulawesi ini, tanaman pangan adalah unsur paling penting dalam perekonomiannya. Sumbangan terhadap kegiatan ekonomi paling menggelembung dibandingkan yang lain. Kurang lebih sepertiga kegiatan ekonomi atau tepatnya 35,24 persen diciptakan dari olah tanah jenis ini.

Saat para petani Soppeng tak disibukkan lagi dengan sawah, mereka mengurus berbagai tumbuhan di kebun masing- masing. Usaha perkebunan rakyat telah berkembang dengan komoditas andalan berupa kakao. Tahun 2002, produksinya mencapai 12.325 ton yang berasal dari 11.003 hektar kebun rakyat. Di semua kecamatan, tumbuhan ini gampang dijumpai. Namun, tempat paling berpeluang untuk perkembangannya di masa mendatang adalah di bagian timur dan utara, yaitu di Kecamatan Lili Rilau, Mario Riawa, Mario Riwawo, dan Lili Riaja. Hasilnya berwujud biji kering dikirim ke Makassar untuk diekspor ke benua Eropa dan Amerika.

Selain jenis tanaman tersebut, hadir komoditas yang dikembangkan kembali setelah beberapa dekade surut pamornya. Tanaman tembakau cabenge, begitu nama populernya, kini mulai dibudidayakan lagi di Kecamatan Lili Rilau, Lili Riaja, Mario Riawa, dan Mario Riwawo. Daun-daun tembakau dari perkebunan akan digunakan untuk bahan baku rokok bugis yang proses produksinya masih sederhana. Hasilnya bisa dipasarkan hingga ke ibu kota provinsi tetangga, Palu di Sulawesi Tengah. Areal penanamannya terus bertambah 115 persen per tahun selama kurun tahun 1999 hingga tahun 2002. Perkebunan tembakau kini telah mencapai 212 hektar dengan produksi sekitar 150 ton.

Hingga tahun 2002, perkebunan tebu yang dikelola PTP Nusantara XIV di Kecamatan Mario Riawa masih beroperasi. Potongan-potongan batang tebu diangkut ke daerah tetangga, Kabupaten Bone, untuk diolah. Sayang, mulai 2003, tak ada aktivitas lagi di perkebunan besar ini. Padahal, pemanfaatan lahan untuk penanaman tebu baru mencapai 25 persen dari potensi yang ada.

Secara umum, perkebunan telah menjadi penopang kedua ekonomi daerah. Sumbangannya cukup besar, sekitar 15,58 persen. Bahkan, dalam Sensus Penduduk 2000, sebagian besar atau 37,7 persen pekerja yang mata pencaharian utamanya diolah tanaman keras ini.

Ciri agraris memang sangat lekat dengan kabupaten ini. Apabila digabungkan antara pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan lebih dari separuh penduduknya terserap ke gabungan bidang ini. Berbeda dengan berbagai kegiatan sekunder dan tersier yang masih beku, belum banyak terdengar derapnya.

Industri yang muncul masih kecil skalanya. Industri benang sutra yang pernah mengangkat nama Soppeng pun kini terlihat gamang maju karena persaingan tidak imbang dengan produk benang sutra asal Cina. Alat yang masih tradisional dan kurangnya modal telah mengakibatkan kesulitan dalam menjaga mutu, kualitas, dan bahkan ketidaksamaan ukuran setiap helainya. Akibatnya, kain hasil tenunan dari benang sutra asal daerah ini tak akan serata dan serapi kain dari benang sutra Cina. Di tahun 2002, produksi kokon atau kepompong ulat sutra mencapai angka 71.184 kilogram dan benang yang dihasilkan senilai 10,5 ton.

Memahami akan kekuatan daerah berupa sektor primer, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Soppeng berniat membentuk kawasan agropolitan. Namun, cita-cita itu tak bisa dibangun hanya dengan tanah subur dan panen melimpah. Diperlukan perbaikan dan peningkatan pelayanan berbagai fasilitas dan infrastruktur. Juga, perbaikan keterkaitan antara desa-desa dan kota juga dengan kabupaten-kabupaten lain sebagai mata rantai agrobisnis. Posisi sebagai pemasok bahan baku industri berbasis pertanian diincar oleh pemkab karena telah terbukti adanya kecukupan produksi dan kelemahan ketiadaan pengolahan pascapanen. Prioritas pertama dalam usaha menggapai mimpi itu adalah dengan perbaikan infrastruktur. Porsi dana yang besar dibandingkan dengan pembangunan sektor-sektor lain pun telah dianggarkan untuk mendukung penyediaan prasarana.

RATNA SRI WIDYASTUTI/ Litbang Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Soppeng

·

Penghasil Beras dan Cendekiawan



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS