Rubrik
Olahraga
Berita Utama
Inspirasi
Finansial
Jawa Tengah
Dikbud
Opini
International
Nasional
Iptek
Bisnis & Investasi
Nusantara
Naper
Metropolitan
Jawa Timur
Berita Yang lalu
Audio Visual
Pergelaran
Otonomi
Rumah
Teknologi Informasi
Agroindustri
Makanan dan Minuman
Properti
Sorotan
Swara
Teropong
Telekomunikasi
Bentara
Ilmu Pengetahuan
Muda
Musik
Kesehatan
Investasi & Perbankan
Esai Foto
Furnitur
Otomotif
Pendidikan Luar Negeri
Bahari
Ekonomi Internasional
Jendela
Pustakaloka
Ekonomi Rakyat
Fokus
Wisata
Dana Kemanusiaan
Pendidikan Dalam Negeri
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Selasa, 10 Juni 2003

Kabupaten Bengkayang

BUMI Sebalo ini dapat menjadi salah satu gambaran daerah "korban" euforia pemekaran wilayah pascareformasi. Belum genap dua tahun terbentuk setelah lepas dari Kabupaten Sambas pada tahun 1999, Bengkayang harus rela melepas Kota Singkawang yang menjadi sumber utama pendapatan asli daerah untuk menjadi daerah otonom.

Mau tidak mau pusat pemerintahan Bengkayang harus hengkang dari Kota Singkawang dan Kecamatan Bengkayang menjadi pilihan untuk dijadikan pusat pemerintahan. Maka disulaplah Kantor Camat Bengkayang menjadi Kantor Bupati dengan segala kekurangannya.

Kabupaten yang terletak di sebelah utara garis khatulistiwa ini berkembang dengan segudang keterbatasan. Jaringan komunikasi menjadi masalah khusus. Bayangkan, sebuah instansi setingkat Bappeda, pegawainya harus berjalan sejauh tujuh kilometer ke kantor pemda hanya untuk menelepon.

Para pejabat pun sulit dihubungi kalau sudah di luar kantor sebab telepon selular yang mereka miliki baru akan berfungsi setelah berada ratusan kilometer dari ibu kota kabupaten seperti di Singkawang dan Mempawah. Maklum tak satu pun stasiun pemancar sinyal telepon selular berdiri di Bengkayang.

Selain infrakstruktur, sumber daya manusia yang terbatas menjadi persoalan krusial. Tidak terbatas pada masyarakatnya, tetapi juga aparat pemerintahannya. Persoalan pelayanan terhadap masyarakat dalam waktu dekat belum akan maksimal. Sekitar 60 persen jabatan struktural, khususnya tingkatan sekretariat belum terisi, mengingat kemampuan dan kualitas SDM yang kurang.

Keterbatasan yang dimiliki Bengkayang akan menjadi beban berat untuk menggali sumber potensial bagi pendapatan asli daerah (PAD). Maklum saja sebagian PAD tersedot ke Kota Singkawang. Untuk sementara pemda berupaya keras meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan.

Sementara itu, kegiatan ekonomi yang pada tahun 2002 hanya mencapai Rp 755,1 miliar akan menjadi beban tersendiri. Upaya peningkatannya mau tidak mau bertumpu pada bidang pertanian yang diusahakan oleh 60 persen penduduknya.

Tahun 2002, hasil usaha di bidang pertanian mencapai Rp 287,7 miliar. Dari jumlah ini 42 persen diperoleh dari usaha perkebunan. Kinerja usaha pertanian ini masih belum mampu mengangkat 50 persen penduduk kategori miskin yang tersebar merata di setiap kecamatan.

Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan Bengkayang. Dengan melibatkan 5.192 keluarga petani, pada tahun 2002, kabupaten ini mampu memproduksi 10.869 ton kelapa sawit.

Salah satu perkebunan swasta besar yang menguasai sekitar 15.000 hektar kebun kelapa sawit sudah memiliki pabrik crude palm oil. Selain menampung produksi perkebunan sendiri, industri ini mampu menampung seluruh produksi perkebunan rakyat lokal dan dari luar daerah seperti Kabupaten Pontianak.

Perkebunan karet juga menjadi tumpuan hidup petani. Tahun 2002 tercatat 46.757 keluarga petani hidup dari perkebunan karet. Produksi karet pada tahun 2002 mencapai 23.617 ton. Dari kebun seluas 62.089 hektar, 18 persen di antaranya masih belum menghasilkan.

Dari sekitar 11 komoditas perkebunan yang diusahakan, tanaman karet paling banyak menyerap tenaga kerja. Para petani sudah memiliki alat tradisional untuk mengolah karet menjadi karet bantalan. Dari sisi pemasaran pun tidak mengalami kesulitan. Puluhan pedagang penampung siap membeli seluruh produksi karet Bengkayang untuk dijual ke Pontianak.

Perkebunan masih menyimpan potensi luar biasa. Tahun 2002 terdaftar sekitar 380.000 hektar lahan yang masih belum diusahakan.

Sebagaimana terjadi di Kalimantan Barat pada umumnya, secara administratif lahan perkebunan sudah tidak ada lagi. Namun, pada kenyataannya banyak izin usaha perkebunan yang tidak terwujud sebab pengusaha menelantarkan lahan setelah memperoleh kayu hasil dari pembukaan lahan untuk perkebunan.

Potensi perikanan juga cukup tinggi. Garis pantai sepanjang 40,5 kilometer di Kecamatan Sungai Raya menjadi sumber kekayaan laut yang belum tergarap. Dari luas potensi perikanan laut 6.000 hektar di Pulau Semesa, Penata, Randayan, dan Lemukutan masih belum satu hektar pun yang dibudidayakan.

Sebagai gambaran, produksi penangkapan ikan laut tahun 2002 baru mencapai 5.775 ton atau sekitar 60 persen dari potensi yang terkandung di wilayah laut Bengkayang. Sementara perikanan darat, baru menghasilkan 353 ton atau 5 persen dari potensi yang ada.

Peran perdagangan dalam menggerakkan perekonomian daerah juga cukup besar. Pada tahun 2002 kegiatan usahanya mencapai Rp 265 miliar. Aktivitas perdagangan yang menonjol adalah jual beli karet.

Rata-rata nilai uang yang beredar sekitar Rp 180 juta per hari. Selain itu, peran aktif masyarakat, khususnya etnis Tionghoa yang piawai dalam berdagang, cukup menonjol dan cenderung menguasai semua lini perdagangan. Apalagi sekitar 16 persen penduduk Bengkayang berasal dari etnis ini.

Untuk lebih menggairahkan kegiatan usaha daerah pemda merencanakan pembentukan badan usaha daerah yang akan mengolah komoditas pertanian, khususnya jagung.

Dalam waktu dekat jagung, yang produksinya terpusat di Bengkayang bagian timur, mulai dari Kecamatan Ledo hingga Jagoi Babang, tidak lagi dijual ke Kota Pontianak untuk diolah menjadi pakan ternak sebab sebuah pabrik pakan ternak akan segera dibangun di Bengkayang.

Kabupaten yang memiliki garis batas dengan Malaysia sepanjang 62 kilometer ini berniat turut mengelola lintas batas yang berada di Kecamatan Jagoi Babang. Status sebagai pos lintas batas sudah tidak memadai, apalagi justru melibatkan orang-orang di luar daerah perbatasan.

Pasar tradisional yang digelar setiap hari Kamis dan Jumat lebih menjadi ajang transaksi tidak sehat antara penjual dan pembeli. Transaksi dikendalikan oleh pembeli dari Malaysia dengan harga rendah. (Aritasius Sugiya/Litbang Kompas)

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Bengkayang

·

Kesejahteraan Pasti Akan Datang



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS