Rubrik
Olahraga
Berita Utama
Finansial
Jawa Tengah
Dikbud
Opini
International
Nasional
Iptek
Bisnis & Investasi
Nusantara
Naper
Metropolitan
Jawa Timur
Berita Yang lalu
Audio Visual
Pergelaran
Otonomi
Rumah
Teknologi Informasi
Agroindustri
Makanan dan Minuman
Sorotan
Ilmu Pengetahuan
Properti
Swara
Teropong
Telekomunikasi
Bentara
Muda
Musik
Kesehatan
Investasi & Perbankan
Esai Foto
Furnitur
Otomotif
Pendidikan Luar Negeri
Bahari
Ekonomi Internasional
Jendela
Pustakaloka
Ekonomi Rakyat
Fokus
Wisata
Dana Kemanusiaan
Pendidikan Dalam Negeri
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Kamis, 19 Juni 2003

Kabupaten Minahasa

“THE best is to stay in Tomohon". Begitulah promosi yang ada di mana- mana jika bicara pesona Minahasa. Alam pegunungan, Hutan Kinilow, Danau Linou, dan Gunung Lokon serta Mahawu di sekitar kecamatan itu menjanjikan kenangan tak terlupakan bagi wisatawan. Tomohon boleh dibilang mewakili keindahan kabupaten ini. AR Wallace (1823-1913), naturalis Inggris yang termasyhur itu pun pernah memuji Minahasa ketika menyinggahi Manado sekitar tahun 1850.

SUKA atau tidak, segala kemolekan itu kini "lepas" dari kabupaten ini. Tomohon berdiri sendiri menjadi kota. Lalu 11 kecamatan menjadi Kabupaten Minahasa Selatan. Keduanya disahkan melalui UU No 10/2003. Tak lama lagi empat kecamatan menjadi Minahasa Utara berdasarkan RUU Usul Inisiatif DPR.

Nyaris luas asal Minahasa saat ini tinggal setengahnya. Soal wisata, mestinya ini tak usah jadi masalah. Masih banyak kekayaan alam di kabupaten ini, seperti Gunung Klabat, kompleks sarkofagus Waruga di Airmadidi, Danau Tondano di Remboken, kompleks wisata Wale Papataupan di Sonder, air terjun Kali di Pineleng.

Minahasa tak perlu putus asa. Semangat minaesa-yang berarti menjadi satu-tetap hidup di dalam alam dan masyarakatnya. Dan tentunya pula, menjadi pemacu meningkatkan kehidupan ekonomi yang sejauh ini terpaku pada pertanian. Selama empat tahun terakhir (1998-2001), pertanian, tepatnya tanaman pangan dan perkebunan, masih menjadi andalan. Ibarat pohon, padi, jagung, kentang, cengkeh dan kelapa merupakan "buah" penting bagi ekonomi Minahasa.

Secara umum pertanian masih berimbang, bahkan masih bisa bersaing walaupun total produksi sekarang tidak sama. Cengkeh misalnya. Sempat anjlok sekitar 4.500 ton tahun 2000, kini sedang siap menikmati panen karena hingga pertengahan tahun diperkirakan menghasilkan 13.000 ton. Kakas, Sonder, Lembean Timur, dan terutama Kombi-yang memiliki lahan 5.639 hektar-merupakan penghasil utama cengkeh. Empat kecamatan itu bersaing dengan Motoling, Ranoyapo, Tenga, Ratahan, Tereran, dan Tumpaan di Minahasa Selatan.

Secara garis besar kebutuhan beras sudah cukup dan tak perlu bergantung pada daerah lain. Sentra utama padi terdapat di Kakas, Langowan Timur dan Barat, serta Tondano Timur dan Barat.

Yang mungkin selama ini tak banyak diperhitungkan adalah jagung. Dengan luas lahan sekitar 50.000-60.000 hektar, tanaman jagung tersebar hampir di semua kecamatan. Di tingkat provinsi hasilnya nomor satu dan hanya disaingi Bolaang Mongondow. Beberapa daerah penghasil adalah Kakas, Tondano Barat, Tompaso, Kawangkoan, dan Tombariri.

Selain lahan yang subur, peternakan ikut mendukung produksi jagung. Jagung berikut daun yang segar menjadi pakan pokok sapi, kuda, ayam, dan babi. Sedangkan kebutuhan masyarakat sekitar 10 persen.

Tanaman lain yang sekarang diperhitungkan adalah kentang. Sejak tahun 1950-an, tanaman ini dibudidayakan atau "dilembagakan" menurut istilah dinas pertanian setempat. Modoinding boleh dibilang sentra terbesar se-Minahasa. Hasilnya tidak saja terkenal di Sulut dan Sulsel, tetapi juga Irian, Kalimantan, Maluku, bahkan sempat menembus pasar ekspor ke Filipina. Dengan rata-rata 12 ton per hektar, produksinya sempat sekitar 17.500-an ton pada tahun 1999 dan 2000.

Jenis yang banyak ditanam adalah varietas granola. Yang membuat usaha ini bertahan adalah sikap petani yang terus mengikuti perkembangan panen sekaligus mencoba jenis baru dari bibit atau varietas yang sama. Jadi begitu ada hasil yang agak "lain", mereka selalu mengembangkan dan tidak jarang justru melahirkan jenis lain. Dari sejumlah jenis lokal yang dikembangkan dari granola, satu yang terkenal adalah "super jon" (diambil dari nama petani yang menemukan).

Hal yang sama juga terjadi pada budidaya jagung. Selain bibit hibrida, petani juga mencoba jenis lokal manado kuning. Jenis ini tahan hama, tidak butuh banyak pupuk dibanding hibrida dan bisa menghasilkan 3,5-4 ton per hektar. Padi pun begitu. Di luar varietas IR 64, ciserang, maros dan cintanur dari Sulawesi Selatan, petani juga mengembangkan jenis lokal, yaitu pilihan, superwin, dan "KS" alias klarasuper.

Khusus kentang "super jon", produksinya bisa dua ton lebih tinggi dari rata-rata panen granola (12-15 ton per hektar per panen). Selain itu, ukurannya lebih besar dari bibit asalnya dan adaptif terhadap lahan setempat sehingga tahan terhadap hama yang biasa menyerang tanaman ini. Soal harga, cukup menguntungkan petani, sekitar Rp 90.000 per karung. Sesekali harga bisa turun hingga Rp 60.000 akibat masuknya jenis impor, namun tidak berlangsung lama.

Masalahnya, Modoinding "pindah" ke Minahasa Selatan sehingga dinas pertanian harus menciptakan sentra-sentra baru. Itu sebabnya mulai tahun 2003, Langowan Barat dan Kawangkoan yang berada pada ketinggian 400 meter dpl diupayakan sebagai sentra baru. Di Madoinding kini berdiri perusahaan yang memproduksi kentang ekspor-mulai dari penanaman hingga proses-dengan bibit dari Polandia. (Krishna P Panolih/Litbang Kompas)

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Peta Minahasa Sudah Berubah

·

Kabupaten Minahasa



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS