Rubrik
Olahraga
Berita Utama
Inspirasi
Finansial
Dikbud
Opini
International
Nasional
Iptek
Bisnis & Investasi
Nusantara
Naper
Metropolitan
Jawa Tengah
Berita Yang lalu
Kesehatan
Audio Visual
Pergelaran
Otonomi
Teknologi Informasi
Dana Kemanusiaan
Pendidikan Dalam Negeri
Teropong
Esai Foto
Makanan dan Minuman
Ekonomi Internasional
Sorotan
Ilmu Pengetahuan
Properti
Swara
Telekomunikasi
Bentara
Rumah
Musik
Jawa Timur
Investasi & Perbankan
Agroindustri
Furnitur
Otomotif
Pendidikan Luar Negeri
Bahari
Jendela
Pustakaloka
Ekonomi Rakyat
Fokus
Wisata
Muda
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Rabu, 09 Juli 2003

Kabupaten Halmahera Barat

PETA Indonesia barangkali merupakan peta yang selalu ketinggalan zaman. Selama lima tahun belakangan ini pemekaran demi pemekaran wilayah terus terjadi sedemikian pesatnya, mulai dari tingkat provinsi, kabupaten, hingga kecamatan.

MALUKU juga tidak terhindar dari pemekaran. Presiden BJ Habibie menandatangani Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 yang memekarkan Provinsi Maluku menjadi Maluku dan Maluku Utara (Malut) yang membawahi Kabupaten Maluku Utara, Kabupaten Halmahera Tengah serta Kota Ternate.

Empat tahun kemudian, pada tanggal 25 Februari 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri menandatangani Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang terbentuknya Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Halmahera Timur, dan Kota Tidore Kepulauan di Provinsi Malut.

Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, dan Kabupaten Kepulauan Sula merupakan pemekaran dari Kabupaten Maluku Utara. Luas wilayah Kabupaten Maluku Utara semula 22.584 kilometer persegi, kini tinggal 2.756 kilometer persegi. Perundangan menyebutkan pergantian nama Kabupaten Maluku Utara menjadi Kabupaten Halmahera Barat dengan ibu kota di Jailolo. Akibat pemekaran itu kecamatan yang menjadi wilayah Halmahera Barat tinggal Jailolo, Jailolo Selatan, Sahu, Ibu, dan Loloda.

Sebelum pemekaran, sektor pertanian menjadi tulang punggung utama perekonomian. Tahun 2001 kontribusi pertanian Rp 434,132 miliar atau 40,3 persen total perekonomian yang jumlahnya mencapai Rp 1,0 triliun. Kontributor terbesar kedua berasal dari sektor industri pengolahan sebesar Rp 258,8 miliar atau 24,0 persen.

Ekspor wilayah ini cukup menggembirakan. Tahun 2001 diperoleh devisa 67,8 juta dollar AS dengan volume 1,8 miliar ton yang terdiri dari kayu bulat, kayu lapis, kayu olahan, ikan beku, ikan karang hidup, lobster, dan nikel. Komoditas tersebut dikirim ke Amerika Serikat, Kanada, Australia, Jepang, Hongkong, Korea, Taiwan, dan Cina. Untuk negara Eropa diwakili Belanda dan Belgia, sedangkan Timur Tengah ke negara Bahrain, Kuwait, Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, dan Aljazair. Pemasukan devisa terbesar dari Jepang 39,9 juta dollar AS, disusul Korea 8,9 juta dollar AS, dan Amerika Serikat 8 juta dollar AS.

Setelah kabupaten mengalami pemekaran muncul pertanyaan, masihkah pertanian dan industri pengolahan menjadi penunjang perekonomian, mengingat luas wilayah yang diwarisi Halmahera Barat hanya tinggal seperdelapan luas Kabupaten Maluku Utama yang lama? Dari data Maluku Utara dalam Angka 2001 di lima kecamatan yang menjadi wilayah Halmahera Barat terdapat 202.000 hektar lahan sawah, lahan kering, lahan tidur serta lahan tadah hujan. Lahan irigasi yang ditanami seluas 90 hektar dan menghasilkan 1.112 ton. Adapun dari 160 hektar luas lahan padi gogo dipanen 332 ton. Sementara tanaman palawija, seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kedelai menyita 700 hektar lahan.

Padi hasil panen wilayah ini tidak cukup bagi kebutuhan penduduk yang mayoritas mengonsumsi beras. Untuk mencukupinya dipasok beras dari Sulawesi Selatan yang dikenal sebagai salah satu lumbung padi Indonesia Timur. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila gampang ditemukan kapal-kapal Bone yang mengangkut bahan kebutuhan pokok di Provinsi Maluku Utara, termasuk ke Halmahera Barat, yang 18.000 hektar wilayahnya merupakan perkebunan kelapa, cengkeh, kakao, pala, kapuk, dan kayu manis. Perkebunan kelapa merupakan yang terbesar, 69 persen dengan produksi 17.167 ton.

Hasil produksi perkebunan diperdagangkan ke Surabaya, Makassar, dan Manado. Harga kopra Rp 75.000 per 100 kilogram, sedangkan cengkeh, cokelat, dan pala per kilogramnya dihargai Rp 10.000, Rp 7.500, dan Rp 20.000. Harga tersebut bisa turun-naik dengan tajam. Cengkeh pernah mencapai Rp 75.000 per kilogram. Perkebunan yang menjadi tempat bergantung sekitar 23.000 petani akan tetap memainkan peran yang berarti bagi perekonomian Halmahera Barat.

Potensi perikanan laut sewaktu masih menjadi Kabupaten Maluku Utara ikut menyumbang devisa meskipun masih ditangani secara tradisional. Tahun 2001 dari lautan ini dihasilkan devisa 1,8 juta dollar AS. Perikanan bisa menjadi tumpuan Halmahera Barat untuk andalan ekspor.

Tahun 2001 jumlah ikan yang berhasil ditangkap mencapai 4.531 ton. Jumlah tersebut jauh di bawah hasil tangkapan tahun 1998-1999 yang mencapai 7.554 ton dan 6.604 ton. Kecamatan Jailolo dan Loloda merupakan sentra perikanan Halmahera Barat.

Pada tahun 2000 tidak tersedia data perikanan. Bisa dimaklumi, mengingat terjadinya kerusuhan akhir Oktober 1999 di wilayah Kao dan Malifut, dan akhir Desember 1999 yang melanda Tobelo, Galela, Jailolo, Suhu, Ibu, dan Morotai.

Kecamatan Jailolo merupakan pusat industri pengolahan dengan andalan utama komoditas ekspor berbahan baku kayu. Di sini muncul kendala yang bisa mengancam kelancaran industri ini, yaitu semakin sulit mendatangkan bahan baku kayu dari Kalimantan dan Papua. Kayu bagi wilayah tersebut merupakan komoditas unggulan untuk memasukkan devisa. Tentunya prioritas utama mencukupi lebih dulu kebutuhan industri pengolahan di wilayahnya masing-masing.

Perut bumi Halmahera Barat juga menyimpan kekayaan bahan galian logam dan nonlogam. Menurut data Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Maluku Utara di Kecamatan Loloda terdapat kandungan emas, mangan, tembaga, pasir besi, batu bara, dan perlit. Belum ada data berapa besar kandungan kekayaan yang terdapat di kecamatan ini.

Sedangkan di Kecamatan Jailolo terdapat andesit 17.306 juta meter kubik, kaolin 5 juta meter kubik, batu apung 20 juta meter kubik, gips 6 juta ton meter kubik, dan batu bara. Namun, kekayaan perut bumi ini belum ada yang menambangnya.

Bagi Halmahera Barat tahun ini kiranya merupakan tahun yang berat. Di samping harus memikir ulang pengembangan wilayahnya sendiri setelah pemekaran, wilayah ini juga harus memberi dukungan pembiayaan bagi Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, dan Kabupaten Kepulauan Sula. Dana Alokasi Umum yang diterima harus rela dibagikan sesuai kesepakatan dengan kabupaten-kabupaten yang baru dilahirkan.

FX Sriyadi Adhisumarta/Litbang Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Halmahera Barat

·

Sinergikan Kekuatan dan Keragaman



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS