Rubrik
Dikbud
Finansial
Jawa Tengah
Berita Utama
Olahraga
Opini
International
Nasional
Iptek
Bisnis & Investasi
Nusantara
Naper
Metropolitan
Berita Yang lalu
Kesehatan
Audio Visual
Pergelaran
Otonomi
Dana Kemanusiaan
Investasi & Perbankan
Teropong
Esai Foto
Makanan dan Minuman
Ekonomi Internasional
Sorotan
Properti
Swara
Telekomunikasi
Bentara
Muda
Rumah
Pendidikan Dalam Negeri
Teknologi Informasi
Agroindustri
Furnitur
Otomotif
Pendidikan Luar Negeri
Bahari
Jendela
Pustakaloka
Ekonomi Rakyat
Fokus
Wisata
Ilmu Pengetahuan
Musik
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Rabu, 16 Juli 2003

Kota Sorong

LAUT terdalam, demikian arti kata sorong dalam bahasa Biak. Orang Biaklah yang pertama kali menemukan daerah Sorong sebelum Belanda tiba di Papua. Di masa selanjutnya, sebuah perusahaan minyak Belanda memulai eksploitasi minyak di Klamone dan membangun permukiman di Sorong. Sejak itu, Sorong yang letaknya berada di Kepala Burung Pulau Papua menjadi pusat kegiatan dan pintu gerbang masuk dan keluar Papua.

USIA Kota Sorong masih relatif muda. Baru tiga tahun sejak ditetapkan sebagai kota pada 28 Februari 2000. Namun, perannya sebagai pusat kegiatan perekonomian sudah dikenal sejak masih menjadi bagian dari Kabupaten Sorong, bahkan jauh sebelum itu. Berbagai julukan kerap terdengar, mulai dari kota minyak, kota niaga, hingga kota pintu masuk ke Papua.

Letaknya yang berada di Kepala Burung menjadikan Kota Sorong strategis sebagai pintu gerbang Papua. Semua itu tergambar pada lambang kota yang diwujudkan dalam rupa bangunan gedung bertingkat warna putih dan di depannya terdapat gambar kapal laut. Gambar itu selain diartikan sebagai pintu gerbang masuk dan keluar kapal laut ke Papua, juga sebagai kota perdagangan, industri, dan jasa.

Sejak peningkatan status menjadi pemerintahan sendiri, Kota Sorong terus gencar menggali potensi wilayahnya.

Sumber daya alam yang dimiliki terbilang kecil karena sebagian besar berada di kabupaten induk, Kabupaten Sorong. Untungnya, sejak dulu Kota Sorong sudah mempunyai peran penting bagi daerah sekitar, khususnya daerah sekitar Kepala Burung.

Kabupaten Manokwari dan Fakfak sangat merasakan manfaat kota ini sebagai pintu masuk ke Papua. Transit barang yang diangkut ke Bintuni, Babo, dan sekitarnya di Kabupaten Manokwari dan Fakfak dari Kota Sorong terbilang aman.

Julukan Kota Minyak yang melekat sejak tahun 1947 menjadi salah satu bukti bagaimana kota ini sejak dulu telah berperan sebagai home base bagi perusahaan-perusahaan minyak yang beroperasi di wilayah Kabupaten Sorong. Saat ini pun, ada 350 sumur minyak yang diolah di wilayah Kabupaten Sorong, sementara pelabuhan ekspor minyak serta sejumlah tanki penampung berada di Kota Sorong. Ada 12 tanki penampung, yakni sembilan buah untuk menampung produksi minyak kerasin, premium, solar dan avtur, dan tiga buah tanki untuk menampung klamono crude oil yang kapasitasnya mencapai 120 ribu barrel. Produksi minyak yang dihasilkan diekspor ke Jepang, Hongkong, dan Singapura.

Ekspor hasil tambang tersebut menyumbang 55,3 persen total nilai ekspor Kota Sorong tahun 2001 yang mencapai 87,20 juta dollar AS. Sektor perikanan berada diurutan kedua sebesar 24,5 persen disusul industri kayu lapis dan blockboard 18,9 persen. Untuk pemasarannya, negara Jepang, Cina, Australia, Singapura, Hongkong, dan Thailand masih merupakan pasar potensial bagi ekspor Kota Sorong.

Peran Kota Sorong sebagai pintu gerbang juga membuka peluang bagi investor dalam maupun luar negeri untuk menanamkan modalnya. Pelabuhan laut dan udara menjadi faktor penting dalam membuka peluang investasi.

Kaitannya menjadi luas mencakup berbagai sektor, mulai dari sektor industri sampai pertanian, termasuk di dalamnya sektor perikanan. Sektor ini memang mendapat perhatian khusus. Sarana pelabuhan perikanannya terbilang lengkap karena adanya dermaga perikanan milik swasta, yakni dermaga PT Wifi dan PT Citra Raja Ampat Canning. Belum lagi pangkalan pendaratan ikan yang dilengkapi dengan gudang dan tempat pelelangan, sarana cold storage, serta pabrik es.

Pembangunan perikanan dan kelautan itu juga untuk meningkatkan ekonomi masyarakat nelayan dan petani ikan. Ada 3.726 nelayan yang menggantungkan hidup pada sektor perikanan. Tahun 2001 produksi perikanan rakyat sebesar 1.193,83 ton dengan nilai Rp 3,70 miliar. Hasil perikanan rakyat ini juga turut menunjang sektor industri perikanan.

Selain memacu investor besar, sarana dan prasarana perikanan juga untuk membangkitkan gairah usaha industri perikanan. Termasuk usaha-usaha perikanan di luar Kota Sorong, yang memilih kota ini sebagai home base-nya.

Ada beberapa perusahaan yang bergerak di bidang penangkapan udang, pengolahan ikan kaleng, perusahaan pengolahan ikan kayu, perusahaan pengumpulan hasil perikanan, perusahaan penangkapan ikan tuna/cakalang, serta beberapa perusahaan perorangan.

Sektor industri memang berkembang pesat di sini. Tenaga kerja yang terlibat di sektor ini pun jumlahnya tidaklah sedikit. Sebanyak 349 unit usaha yang bergerak di sektor industri pengolahan mampu melibatkan 2.309 tenaga kerja. Industri besar yang berjumlah 43 unit usaha menyerap 1.173 orang, di antaranya berupa perusahaan minyak dan usaha perikanan tangkap.

Industri sedang yang jumlahnya 224 unit usaha dengan 940 tenaga kerja, bidang usaha yang digeluti lebih bervariasi. Selebihnya, sebanyak 82 unit usaha merupakan industri kecil dengan 196 tenaga kerja. Banyaknya industri yang berkembang di kota ini terlihat dari kontribusinya yang menempati urutan pertama, sebesar Rp 148,78 miliar atau 26,5 persen bagi kegiatan ekonomi Kota Sorong tahun 2001. Tak salah bila kota ini menyandang nama kota niaga atau industri.

Erat kaitannya dengan sektor industri pengolahan adalah sektor perdagangan. Didukung oleh sarana perdagangan yang memadai, seperti pasar umum, lima pasar tradisional, enam supermarket, toko-toko besar dan kecil lainnya, aktivitas perdagangan juga terlihat dinamis. Untuk mendukung aktivitas perdagangan dan industri, sektor perhubungan menjadi sangat penting.

Di Sorong terdapat dua bandara, yakni Bandara Jefman Sorong dan Bandara Sorong Daratan. Bandara Jefman terletak di pulau Jefman, pulau kecil sebelah barat Sorong, sekitar 15 mil. Untuk mencapainya perlu waktu 20 menit menggunakan speedboat.

Bandara ini dibangun pada masa kolonial Belanda. Panjang bandara 1.850 meter dengan klasifikasi bandara kelas dua. Bandara lainnya, yakni bandara Sorong Daratan, terletak di tanah Papua. Selama ini bandara Sorong Daratan baru bisa didarati pesawat-pesawat kecil, jenis Twin Otter dan Fokker 28. Pesawat berbadan besar semacam Boeing tidak bisa mendarat di sini.

Sudah tentu fasilitas utama yang perlu dibenahi adalah bandara Sorong Daratan. Saat ini Pemerintah Kota Sorong tengah melebarkan landasan bandara Sorong Daratan dan membangun sarana pendukung lainnya. Bila sesuai rencana, tahun 2004 Bandara Sorong Daratan sudah dapat berfungsi menggantikan Bandara Jefman. Bandara itu pun ditargetkan bisa didarati pesawat besar.

MG Retno Setyowati Litbang Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kota Sorong

·

Persoalan Kota Pendatang



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS