Rubrik
Olahraga
Berita Utama
Inspirasi
Finansial
Dikbud
Opini
International
Nasional
Iptek
Bisnis & Investasi
Nusantara
Naper
Metropolitan
Jawa Tengah
Berita Yang lalu
Rumah
Kesehatan
Audio Visual
Otonomi
Dana Kemanusiaan
Wisata
Musik
Sorotan
Ekonomi Internasional
Telekomunikasi
Perbankan
Pergelaran
Ilmu Pengetahuan
Esai Foto
Makanan dan Minuman
Properti
Swara
Teknologi Informasi
Muda
Teropong
Pendidikan Dalam Negeri
Investasi & Perbankan
Agroindustri
Furnitur
Otomotif
Pendidikan Luar Negeri
Bahari
Jendela
Pustakaloka
Ekonomi Rakyat
Fokus
Bentara
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Selasa, 19 Agustus 2003

Kabupaten Way Kanan

DALAM salah satu paket wisata yang ditawarkan Provinsi Lampung, yang menarik adalah ajakan menyusuri hutan dengan membelah Sungai Way Kanan sambil melihat kehidupan satwa liar. Bagi yang belum mengerti, mungkin akan menyangka wisata alam ini terletak di Kabupaten Way Kanan.

SEBENARNYA ia tergabung satu paket dengan wisata Taman Nasional Way Kambas di Kabupaten Lampung Timur. Sungai Way Kanan sendiri di antaranya mengalir di dua kabupaten tadi. Namun, di kabupaten yang namanya justru mengambil nama sungai tersebut tidak ada hal istimewa yang bisa dinikmati, paling tidak saat ini.

Keistimewaan memang belum bisa dilihat dari Kabupaten Way Kanan, mungkin disebabkan kondisi ketika ia dilahirkan. Jika seorang bayi dilahirkan prematur, untuk sementara ia dimasukkan ke inkubator untuk membantu hidupnya.

Akan tetapi, jika ini dialami daerah, yang lahir prematur alias belum waktunya mesti ke mana ia bergantung? Seperti Way Kanan, meski sudah berstatus otonom selama empat tahun, belum bisa berdiri sempurna. Dalam beberapa hal, hidupnya masih ditopang induknya, Kabupaten Lampung Utara.

Sebagai gambaran, Kabupaten Lampung Utara-sebelum pemekaran menjadi Lampung Utara sendiri, Tulang Bawang, dan Way Kanan-merupakan wilayah terluas di seluruh Provinsi Lampung dengan luas total lebih dari 14.000 kilometer persegi. Kecamatan-kecamatan yang kini menjadi bagian Kabupaten Way Kanan dulunya merupakan daerah yang kurang tersentuh pembangunan. Ketika terjadi pemekaran, ketertinggalan dalam banyak hal sungguh dirasakan kabupaten baru ini.

Untuk mencapai Way Kanan yang berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Selatan, memakan waktu kurang lebih empat jam perjalanan darat dari Bandar Lampung. Memasuki kabupaten ini, pengunjung disuguhi pemandangan perkebunan, ladang, atau hutan. Jalan mulus yang dilalui kendaraan terasa amat lancar karena lalu lintas sepi, bahkan di siang hari. Truk barang, bus antarkota, dan angkutan dalam kota hanya sesekali melintas.

Di salah satu kawasan yang disebut pusat kota terlihat sederetan rumah toko kecil yang kebanyakan juga tutup meski siang hari.

Seandainya seorang pelintas merasa penat di perjalanan, jangan harap mendapat tempat penginapan layak atau sekadar melepas lelah dan dahaga di rumah makan karena yang ada hanya penginapan sederhana dan cuma satu-satunya, serta warung-warung makan kecil. Jika kehabisan dana, berharaplah uang jatuh dari langit karena di seluruh kabupaten, jangankan mesin tarik tunai atau ATM, bahkan tidak ada satu pun bank berdiri di sana.

Ketika awal menjadi daerah otonom, keadaannya cukup mengenaskan. Kondisi jalan, misalnya, hanya yang termasuk Lintas Tengah Sumatera saja yang dilapisi aspal hot mix. Lainnya masih jalan tanah atau kerikil yang sulit dilalui kendaraan. Saat ini pemerintah kabupaten masih berupaya membuka daerah-daerah yang terisolasi dengan membangun jalan yang layak dilintasi kendaraan.

Selain jalan, juga ada masalah tenaga listrik. Way Kanan sekarang masih bergantung pada pembangkit listrik tenaga diesel di Lampung Utara. Jika terjadi gangguan pada pembangkit listrik tersebut, padamlah listrik di hampir seluruh wilayah ini.

KENDALA minimnya dana selalu menjadi alasan utama kurangnya pembangunan meski sumber daya alamnya cukup potensial. Produk tanaman pangan dan perkebunan kabupaten ini adalah penggerak utama ekonomi. Pada tahun 2001, hampir 30 persen kegiatan ekonomi dihasilkan dari pertanian tanaman pangan, sementara perkebunan menyumbang 20 persen. Mayoritas penduduk merupakan tenaga kerja di dua lapangan usaha tersebut.

Sebanyak 80.000 keluarga adalah petani dan 45.000 orang bekerja di bidang perkebunan. Sementara mereka yang berprofesi di lapangan usaha nonpertanian sekitar 18.000 orang.

Hasil pertanian tanaman pangan penduduk Way Kanan kebanyakan untuk memenuhi kebutuhan daerah sendiri. Sementara produk perkebunan seperti karet, kelapa sawit, kopi, tebu, dan lada adalah komoditas perdagangan yang didistribusikan ke wilayah lain di dalam dan luar provinsi.

Komoditas karet, tebu, dan kelapa sawit banyak dikuasai perkebunan negara melalui PTPN VII dan perkebunan besar swasta yang menganut pola inti-plasma. Sementara tanaman kopi dan lada diusahakan perkebunan rakyat.

Sayangnya, pada komoditas kopi dan lada yang harganya sangat fluktuatif, petani sering kesulitan mengakses informasi. Kendala lokasi dan teknologi menyulitkan mereka untuk memantau harga kopi dan lada yang sering berubah dalam hitungan hari.

Komoditas lain yaitu karet mentah disalurkan ke Palembang. Kabupaten Way Kanan memang masih sebatas menjadi wilayah penghasil komoditas perkebunan nonolahan.

Meski sumber daya alamnya cukup potensial, untuk bisa tetap bernapas, kabupaten ini perlu melengkapinya dengan pembangunan sarana dan prasarana. Hingga saat ini perhatian pemerintah kabupaten (pemkab) memang belum sepenuhnya pada pembangunan infrastruktur, namun lebih pada sumber daya manusianya.

Oleh karena itu, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) empat tahun terakhir, pemkab menetapkan porsi utama dalam belanja publik meliputi sektor pendidikan, kesehatan, dan transportasi. Tujuannya agar sang "bayi" tidak lagi terbelakang, dapat hidup sepenuhnya menjadi sosok yang mandiri, dan cerdas mengantisipasi segala perubahan.

Palupi P Astuti Litbang Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Way Kanan

·

Memulai Semuanya dari Awal



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS