Rubrik
Olahraga
Inspirasi
Finansial
Berita Utama
Dikbud
Opini
International
Nasional
Iptek
Bisnis & Investasi
Nusantara
Naper
Metropolitan
Jawa Tengah
Berita Yang lalu
Teknologi Informasi
Rumah
Kesehatan
Audio Visual
Otonomi
Fokus
Muda
Sorotan
Teropong
Pengiriman & Transportasi
Ekonomi Internasional
Telekomunikasi
Perbankan
Pergelaran
Ilmu Pengetahuan
Esai Foto
Makanan dan Minuman
Properti
Dana Kemanusiaan
Bentara
Wisata
Musik
Pendidikan Dalam Negeri
Agroindustri
Furnitur
Otomotif
Pendidikan Luar Negeri
Bahari
Jendela
Pustakaloka
Ekonomi Rakyat
Investasi & Perbankan
Swara
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Kamis, 28 Agustus 2003

Kabupaten Jombang

SEPERTI berdiri di tengah permadani emas. Kuning dan luas. Begitulah kira-kira ketika berada di Jombang saat musim panen padi tiba. Areal sawah dengan untaian bulir- bulir padi yang menguning terhampar di setiap wilayahnya. Oryza sativa, nama latin dari tanaman padi-padian, begitu mudah dijumpai di sana.

Bagi sebagian besar masyarakat Jombang, padi masih tetap jadi primadona. Hingga tahun 2002 komoditas ini digeluti oleh sedikitnya 154.900 orang atau 31 persen dari penduduk usia kerja. Tradisi, kemudahan yang disediakan oleh alam, dan adanya terobosan baru rupanya menjadi alasan untuk bertahan.

Tak kurang dari 42,2 persen lahan di Jombang dipergunakan untuk areal persawahan. Letaknya di bagian tengah kabupaten dengan ketinggian 25-100 meter di atas permukaan laut. Lokasi itu ditanami padi serta palawija seperti jagung, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau.

Sebagian lahan di Jombang merupakan perbukitan. Di bagian utara merupakan sentra buah-buahan seperti mangga, pisang, jambu biji, sawo, pepaya, nangka, dan sirsak. Sebaliknya di sebelah selatan banyak ditanami tebu, kelapa, kapuk randu, dan jambu mete.

Kesuburan tanah di sini konon dipengaruhi oleh material letusan Gunung Kelud yang terbawa arus deras Kali Brantas dan Kali Konto serta sungai-sungai lain yang jumlahnya mencapai 39 buah. Sarana pengairan pun tergolong memadai. Dari total pengairan yang ada 83,3 persennya adalah irigasi teknis.

Dalam lima tahun terakhir, produktivitas padi daerah ini telah mencapai rata-rata 5,7 ton per hektar, lebih tinggi dibandingkan dengan angka rata-rata Provinsi Jawa Timur sebesar 5,1 ton per hektar. Hasil panen terbanyak terjadi di tahun 2000, yaitu mencapai 368.000 ton seiring dengan bertambahnya luas panen menjadi 64.200 hektar. Sayangnya, akibat pengaruh cuaca, dua tahun kemudian produksi padi turun menjadi 350.300 ton

Secara fisik, Jombang memang dilimpahi kesuburan sehingga produksi padinya tergolong lumayan. Tetapi, di balik kemudahan itu biaya produksi pun ikut melambung tinggi. Harga gabah yang selama ini paling bagus Rp 1.300 per kilogram dirasa tidak lagi menguntungkan dan tidak menutup biaya produksi.

Menghadapi kenyataan itu, Pemerintah Kabupaten Jombang mengaku tak sanggup berbuat apa-apa. Sebagai jalan keluarnya, petani ditawari untuk menerapkan teknologi budidaya tanaman. Bentuknya antara lain berupa pemilihan benih bermutu, pemupukan berimbang, penggunaan pupuk organik, dan pemanfaatan musuh alami hama tanaman. Intinya petani diajak untuk menggunakan cara-cara alami dalam memproduksi padi.

Melalui teknologi ini biaya produksi secara keseluruhan akan berkurang, hasil panen pun akan jauh lebih sehat karena pemakaian bahan kimia ditekan serendah mungkin. Di samping itu, kondisi tanah yang tampak mulai rusak lambat laun akan pulih kembali.

Kelompok petani di Dusun Banjar Kerep, Desa Banjar Dowo, Kecamatan Jombang, tengah merintis upaya menuju ke arah sana. Mereka mencoba menggunakan sistem jajar legawa, yaitu cara tanam lebih rapat dengan jarak 15 x 20 x 30 sentimeter.

Melalui terobosan baru yang sebenarnya sudah diperkenalkan sejak tahun 1999 ini diperoleh 333.000 rumpun padi dalam satu hektar. Meskipun ongkos tanam yang dikeluarkan bertambah Rp 50.000-Rp 70.000 per hektar dibandingkan dengan cara lama, target delapan ton per hektar bisa terpenuhi.

Cara ampuh lainnya yang juga tengah diuji coba adalah system rice of intensification (SRI), yaitu menanami satu lubang dengan satu benih padi berusia 7-14 hari. Melalui sistem ini, kebutuhan bibit yang semula 50-60 kg per hektar dipangkas hingga tinggal sepertiganya, menjadi 15-20 kg. Memang petani menjadi lebih repot karena harus ekstra hati-hati. Akibatnya, waktu pengerjaan mundur dan ongkos tanam pun membengkak dua kali lipat menjadi Rp 750.000 per hektar.

Akan tetapi, hasilnya pun berlipat ganda. Jika sebelumnya petani hanya mampu menuai lima ton per hektar, kini bisa memperoleh 9-10 ton. Sayangnya, belum banyak yang beralih ke cara ini. Tampaknya mereka lebih mengkhawatirkan lonjakan biaya produksi dibandingkan keuntungannya.

Kecamatan Mojowarno, Ngoro, dan Bareng saat ini menempati urutan teratas sebagai produsen padi tertinggi. Hasil padi Kecamatan Mojowarno, misalnya, telah mencapai 35.800 ton. Meskipun bukan yang pertama, besarnya produksi padi telah menempatkan Jombang sebagai daerah swasembada beras di Provinsi Jatim. Kebutuhan beras sebesar 104.900 ton di tahun 2002, misalnya, dapat tercukupi hanya dari separuh produksi padi secara keseluruhan.

SELAIN padi, komoditas yang termasuk diunggulkan di kabupaten ini, yaitu jagung dan kedelai serta buah-buahan. Kecamatan Wonosalam tercatat sebagai sentra buah-buahan terutama durian bido. Buah berduri ini sempat melimpah hingga mencapai 200-300 ton di tahun 1999. Sayang, karena cuaca yang tidak menentu luas panennya terus merosot hingga sama sekali tak menghasilkan.

Begitu pula dengan jeruk nipis di Kecamatan Perak. Buah yang diunggulkan karena tipis kulitnya serta banyak airnya ini mulai hancur di tahun 2000 akibat terserang hama. Produksinya tercatat kurang dari satu ton di tahun 2002.

Bagi Jombang, memasarkan hasil pertanian tidaklah sulit karena sering kali pembeli yang justru mendatangi petani. Transaksi bisa terjadi karena jalan mulus beraspal yang mencapai 72,6 persen telah merambah sampai ke pelosok desa.

Majunya pertanian Jombang rupanya turut menggairahkan sektor perdagangan. Pusat-pusat perbelanjaan tumbuh dengan subur. Terdapat 17 buah bangunan pasar tersebar di hampir seluruh wilayah. Di dalamnya terdapat 426 ruko, 1.857 los, dan 3.119 kios. Pedagang yang terlibat di dalamnya tak kurang dari 5.474 orang.

Nila Kirana/Litbang Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Jombang

·

"Ijo Abang" Masyarakat Jombang



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS