Rubrik
Berita Utama
Inspirasi
Finansial
Jawa Tengah
Olahraga
Dikbud
Opini
International
Nasional
Iptek
Bisnis & Investasi
Nusantara
Naper
Metropolitan
Berita Yang lalu
Dana Kemanusiaan
Teknologi Informasi
Rumah
Kesehatan
Audio Visual
Otonomi
Fokus
Ekonomi Rakyat
Ilmu Pengetahuan
Pendidikan
Sorotan
Teropong
Ekonomi Internasional
Pixel
Bahari
Pendidikan Luar Negeri
Pendidikan Dalam Negeri
Investasi & Perbankan
Pengiriman & Transportasi
Telekomunikasi
Wisata
Pergelaran
Didaktika
Esai Foto
Makanan dan Minuman
Properti
Swara
Bentara
Muda
Musik
Agroindustri
Furnitur
Otomotif
Jendela
Pustakaloka
Perbankan
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Kamis, 02 Oktober 2003

Kota Langsa

SETELAH Kota Langsa lepas dari Kabupaten Aceh Timur tahun 2001, struktur perekonomian dibangun atas perdagangan, industri, dan pertanian. Semula struktur ekonomi Kota Langsa lima tahun dari 1997 hingga 2001-setelah datanya dipisahkan dari Kabupaten Aceh Timur- didominasi oleh industri pengolahan terutama industri pengolahan kayu.

PABRIK penggergajian dan pengolahan kayu di kota ini merupakan kawasan industri kayu olahan dan kayu lapis terbesar di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Bahan baku industri perkayuan didatangkan dari lokasi penebangan hutan seperti Kabupaten Aceh Timur, Aceh Singkil, Aceh Utara, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, dan Pidie.

Kayu bundar hasil tebangan hutan tersebut sebagian diolah menjadi kayu jadi, dan sebagian untuk bahan baku pabrik kayu lapis. Di Kecamatan Langsa Barat terdapat dua pabrik kayu lapis besar–PT Aceh Plywood Prima Indonesia dan PT Gunung Raya Utama Timber Industry-yang menghabiskan berton-ton kayu bundar setiap hari. Kondisi keamanan yang terganggu tampaknya tidak mendukung lancarnya pasokan kayu dari daerah penghasil. Akibatnya, di akhir tahun 2000 kedua pabrik pengolahan kayu tersebut tidak lagi beroperasi.

Apabila kondisi keamanan pulih, industri kayu diperkirakan masih mampu bangkit kembali meskipun tidak sedominan seperti dulu. Pasokan kayu yang menyusut akibat berkurangnya areal hutan serta pembabatan hutan yang tidak diikuti penanaman hutan kembali menjadi penyebabnya.

Akibat tidak beroperasinya industri pengolahan kayu, kontribusi industri pengolahan dalam struktur perekonomian tahun 2000 jadi melemah. Industri pengolahan tahun 2000 turun 15,9 persen. Namun, setahun kemudian secara keseluruhan, perekonomian Kota Langsa tumbuh 1,73 persen.

Melemahnya industri pengolahan kemudian digantikan oleh perdagangan besar dan eceran. Titik pergeseran perubahan peranan antara industri pengolahan dengan perdagangan mulai terjadi tahun 2000. Pada tahun tersebut sektor perdagangan memberikan kontribusi paling besar bagi kegiatan perekonomian Kota Langsa. Setahun kemudian, perdagangan membukukan nilai Rp 160 miliar dari total kegiatan ekonomi Rp 595,5 miliar.

Sejak lama Langsa dikenal sebagai pusat perdagangan dan jasa, khususnya hasil bumi dari Kabupaten Aceh Timur, Aceh Tamiang, dan paling banyak dari Medan, Sumatera Utara. Peran sebagai kota otonom sekaligus pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur mendatangkan keuntungan bagi Kota Langsa. Dua kegiatan perekonomian daerah otonom menyatu di satu tempat menyebabkan Langsa berpotensi memacu bidang perdagangan dan jasa.

Meskipun ke depan ibu kota Kabupaten Aceh Timur tidak lagi bertempat di Langsa, perdagangan dan jasa masih bisa menjadi sektor unggulan. Tahun 2001 lapangan usaha perdagangan dari kecamatan-kecamatan yang kemudian membentuk Kota Langsa ini menyumbang 43 persen bagi perdagangan Aceh Timur.

Perdagangan barang terutama sembako saat ini lebih banyak didatangkan dari Medan. Rute transportasi dari Medan lebih aman dibandingkan dengan rute di wilayah Aceh. Hasil pertanian seperti kakao, biji pinang, dan kemiri dari Kabupaten Aceh Timur distribusinya terhambat karena faktor keamanan.

Barang-barang kebutuhan pokok dan barang pertanian yang didistribusikan dari daerah diserap oleh tiga pasar pemerintah, sembilan pasar desa, dan 80 kelompok pertokoan yang tersebar di ketiga kecamatan dengan sekitar 6.700 orang bergerak di dalamnya.

Lapangan usaha perdagangan semakin menonjol karena banyak perusahaan perdagangan mengajukan permintaan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Pada tahun 2002 setidaknya 8 perusahaan besar, 27 perusahaan menengah, dan 202 perusahaan kecil yang memiliki SIUP. Proses perizinan perusahaan perdagangan di Kota Langsa masih dirangkap oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Aceh Timur, karena Kota Langsa belum memiliki dinas tersebut.

Kota Langsa juga memiliki pelabuhan dengan kapasitas ekspor-impor. Pelabuhan Kuala Langsa di Kecamatan Langsa Kota menyimpan peluang besar memacu pergerakan perekonomian Kota Langsa. Arus ekspor-impor barang sejak lama dilakukan di pelabuhan yang dikelola PT Pelindo I.

Sebelum terjadi konflik, Pelabuhan Kuala Langsa menjadi tempat pengapalan beberapa komoditas ekspor seperti udang beku, arang kayu bakau, hasil laut, dan pertanian dari daerah sekitar Aceh dan Sumatera Utara. Arang kayu bakau yang dihasilkan dari pesisir pantai Langsa dan Kabupaten Aceh Timur masih aktif dikapalkan dari Pelabuhan Kuala Langsa ini. Pada 2002, Kota Langsa mengekspor arang kayu bakau ke Malaysia sebanyak 794 ton dengan nilai 95.469 dollar AS.

Pengapalan komoditas yang nilainya tinggi seperti minyak sawit mentah dari Kabupaten Aceh Tamiang dan Aceh Timur, serta udang beku dilakukan lewat Pelabuhan Belawan, Medan. Minyak sawit mentah tersebut dikirim ke Korea, sedangkan udang beku ke Jepang, Inggris, dan Belgia.

Udang windu yang kemudian dibekukan ini sebagian diperoleh dari tambak udang yang tersebar di seluruh kecamatan dan sebagian didatangkan dari tambak pesisir di Aceh Timur dan Aceh Tamiang. Tahun 2003 luas tambak produktif di Kota Langsa sekitar 4.647 hektar.

Kondisi perikanan Kota Langsa cukup potensial dikembangkan. Selain udang windu dibudidayakan pula udang putih dan udang api-api. Langsa juga membudidayakan ikan jenis ekonomis tinggi seperti ikan kerapu yang tahun 2001 mencapai 90.000 benih. Benih-benih ini dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan ekspor ikan kerapu ke Singapura dan Malaysia.

Potensi ekonomi di Kota Langsa masih belum tertangani dengan baik. Sementara ini Pemerintah Kota Langsa masih memprioritaskan diri pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, baik masyarakat maupun aparatur pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dari realisasi belanja pembangunan tahun 2002. Pendidikan (25 persen), aparatur pemerintahan (22 persen), dan perumahan (10 persen) menjadi sektor dengan alokasi dana paling besar. Sedangkan perdagangan sebagai sektor potensial unggulan mendapat alokasi 3,75 persen.

Yuliana Rini DY/ Litbang KOMPAS

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kota Langsa

·

Bak Gadis yang Tengah Bersolek



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS