Rubrik
Inspirasi
Finansial
Berita Utama
Jawa Tengah
Olahraga
Dikbud
Opini
International
Nasional
Iptek
Bisnis & Investasi
Nusantara
Naper
Metropolitan
Berita Yang lalu
Fokus
Wisata
Dana Kemanusiaan
Teknologi Informasi
Rumah
Audio Visual
Otonomi
Otomotif
Telekomunikasi
Sorotan
Bentara
Kesehatan
Ekonomi Rakyat
Didaktika
Pendidikan
Teropong
Pixel
Bahari
Pendidikan Luar Negeri
Pendidikan Dalam Negeri
Pustakaloka
Pengiriman & Transportasi
Jendela
Perbankan
Pergelaran
Ilmu Pengetahuan
Esai Foto
Makanan dan Minuman
Properti
Swara
Muda
Musik
Agroindustri
Furnitur
Ekonomi Internasional
Investasi & Perbankan
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Kamis, 23 Oktober 2003

Kota Lubuklinggau

SEAKAN menyusun permainan merangkai potongan-potongan kecil sebuah gambar atau lebih dikenal sebagai puzzle, Pemerintah Kota Lubuklinggau menata ulang fasilitas-fasilitas pelayanan.

RENCANA relokasi dan pembangunan sarana baru disiapkan, antara lain pembangunan pasar inpres dan stasiun ke dekat terminal bus Simpang Priuk yang berskala regional.

Selain untuk mencapai tata letak yang lebih terpadu, niatan pendirian pasar inpres baru timbul berkaitan dengan kondisi pasar inpres yang ada saat ini. Dua blok pasar di pusat kota telah memunculkan kemacetan. Apalagi, tempat jual beli ini berada di antara lokasi gedung-gedung instansi milik dua pemerintah daerah: Kota Lubuklinggau di sebelah barat serta Kabupaten Musi Rawas di sebelah timur. Maklum, meski telah resmi mekar dari sang induk, kota yang berada 129 meter di atas permukaan laut ini masih menjadi ibu kota pemerintahan Kabupaten Musi Rawas.

Selain pasar inpres baru, sebuah pasar induk di perbatasan antara Lubuklinggau dan Provinsi Bengkulu juga telah masuk dalam agenda pembangunan waktu mendatang. Keberanian untuk merencanakan fasilitas pendukung perniagaan ini bukan tanpa dasar. Kota yang ditempuh lebih dari tujuh jam dengan bus umum dari Palembang ini adalah satu dari simpul-simpul utama perdagangan di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Wilayah belakang atau hinterland yang luas, mulai dari kabupaten-kabupaten tetangga hingga Provinsi Jambi dan Bengkulu, merupakan daerah pemasaran yang penuh potensi.

Selain itu, hadirnya pasar induk akan menambah laju perkembangan sektor niaga yang selama ini telah menjadi tulang belakang ekonomi kota yang berbukit-bukit ini. Sebanyak 37,1 persen kegiatan ekonomi berasal dari lapangan usaha ini serta hampir seperenam atau tepatnya 16,5 persen penduduk pun mengandalkan sektor ini untuk mengepulkan asap dapur.

Dalam penerimaan asli daerah, retribusi dari pasar inpres dan pasar satelit Ulak Sarung di Kecamatan Lubuklinggau Timur telah mencapai 60 persen dari total retribusi daerah yang ditarik. Ini belum termasuk parkir, sampah, dan lain-lain. Pemasukan itu didapat dari 600-an kios dan 190-an los yang menjual beragam kebutuhan masyarakat.

Perdagangan yang maju agaknya berhubungan dengan anugerah berupa posisi di antara kota-kota utama di Sumatera: Jambi, Padang, Bengkulu, dan Palembang. Letaknya di perlintasan menjadi modal utama. Jalan lintas Sumatera berstatus jalan negara serta sarana transportasi yang lengkap semakin mengukuhkan kota ini jadi noktah penting dalam pergerakan penduduk.

Mulai dari bandara, stasiun, hingga terminal tipe A yang melayani angkutan antarkota dalam provinsi (AKDP) maupun antarkota antarprovinsi (AKAP) tersedia.

Uniknya, jika terminal-terminal besar lain menyusut pengunjungnya akibat maskapai penerbangan banting harga, terminal Simpang Priuk yang proses penyerahan dari Pemkab Musi Rawas ke Pemkot Lubuklinggau belum selesai ini tak terganggu. Jumlah bus yang mampir tetap stabil, sekitar 175 hingga 220 bus AKAP dan 25 bus AKDP per hari.

Penumpang kereta api justru menyusut. Padahal, apabila dibandingkan dengan kendaraan darat, kereta api yang menghubungkan antara Kertapati, Palembang, dan Lubuklinggau lebih cepat mengingat jalan menuju Palembang kurang baik kondisinya.

Selama kurun tahun 1999 hingga 2002, jumlah penumpang turun rata-rata 6,6 persen per tahun. Begitu pula dengan barang yang diangkut, susut rata-rata 3,8 persen per tahun. Komoditas yang diangkut dari Lubuklinggau menuju Palembang adalah karet berbentuk lembaran yang berasal dari Lubuklinggau sendiri dan Kabupaten Musi Rawas. Ketika kembali dari Palembang, kereta mengangkut BBM.

Meski dari sisi kuantitas, kontribusi transportasi tak terlalu berarti terhadap perekonomian kota, diakui efek samping kegiatan angkutan ini justru menopang sektor lainnya. Para pengguna alat angkut yang melalui jalan lintas Sumatera biasa berhenti dan istirahat di Lubuklinggau. Ruko-ruko berjajar di sepanjang tepian jalan menyambut pengujung.

Bila bulan puasa dan musim mudik tiba, hotel-hotel, mulai dari kelas melati hingga berbintang dua, penuh. Sampai pertengahan 2003, tak kurang 18 hotel melati, sebuah hotel bintang satu, dan sebuah hotel bintang dua siap melayani tamu.

Usaha-usaha tersier makin berkembang. Kebutuhan ruang terus meningkat sehingga menyeret maju sektor konstruksi. Tak mengherankan bila lapangan usaha bangunan dengan laju pertumbuhan 4,1 persen per tahun (1998-2002) berkembang menjadi kegiatan terpenting kedua setelah perdagangan. Sekitar Rp 164,51 miliar dihasilkan oleh usaha ini.

Bak memainkan perpindahan momentum, sektor konstruksi lalu menggerakkan bidang-bidang lain untuk ikut melangkah ke depan. Bisnis properti, khususnya persewaan bangunan, telah memacu sektor keuangan menjadi pilar ketiga ekonomi kota. Sebanyak Rp 65,77 miliar atau sebanding dengan 10,9 persen dari kegiatan perekonomian dihasilkan dari bisnis ruang di kota yang 26,7 persen penduduknya bergelut di bidang jasa.

Secara umum, perkembangan industri-industri yang ada memang belum mantap. Tidak ada industri skala menengah besar, yang tumbuh hanya industri kecil dan rumah tangga yang investasinya di bawah Rp 200 juta. Dari kegiatan pengolahan yang ada, industri makanan menjadi penyedot terbesar tenaga kerja. Pengolahan jenis ini memang paling banyak, sekitar 40 persen dari jumlah industri yang ada. Produknya antara lain berupa makanan ringan, tahu, dan tempe, yang biasanya dibuat di Kecamatan Lubuklinggau Utara dan Lubuklinggau Selatan. Sayangnya, usaha-usaha berskala kecil kecil ini dihambat oleh jaringan pemasaran yang masih sempit. Penjualan baru terbatas ke penduduk lokal dan pengguna kendaraan yang melintas.

(Ratna Sri Widyastuti/ Litbang Kompas)

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kota Lubuklinggau

·

Kota Pertemuan Beberapa Sungai



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS