Rubrik
Jawa Tengah
Berita Utama
Inspirasi
Finansial
Olahraga
Dikbud
Opini
International
Nasional
Iptek
Bisnis & Investasi
Nusantara
Naper
Metropolitan
Liputan Lebaran
Berita Yang lalu
Jendela
Pustakaloka
Fokus
Dana Kemanusiaan
Teknologi Informasi
Rumah
Audio Visual
Otonomi
Furnitur
Agroindustri
Pendidikan
Bingkai
Pixel
Wisata
Ekonomi Internasional
Teropong
Ilmu Pengetahuan
Pergelaran
Sorotan
Kesehatan
Otomotif
Didaktika
Bentara
Bahari
Pendidikan Luar Negeri
Pendidikan Dalam Negeri
Investasi & Perbankan
Pengiriman & Transportasi
Telekomunikasi
Perbankan
Esai Foto
Makanan dan Minuman
Properti
Swara
Muda
Musik
Ekonomi Rakyat
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Rabu, 12 November 2003

Kabupaten Banjarnegara

DENGAN cadangan makanan di kepalanya, ribuan buntut kopat kapit, bergerak ke sana ke mari. Buntut-buntut benih ikan gurami berumur tujuh hari itu siap diangkut oleh pembeli. Mereka berada di ember-ember plastik yang berjajar rapi. Tetangga dekat seperti Kabupaten Banyumas, Wonosobo, Tegal, Kebumen, hingga Kabupaten Bogor di Jawa Barat memanfaatkan benih tersebut untuk dibesarkan.

MEMELIHARA ikan menjadi bagian hidup penduduk Luwung, salah satu desa di Kecamatan Rakit. Sawah dan ladang di desa yang sebelumnya tertinggal ini banyak disulap menjadi empang untuk budidaya ikan air tawar. Selain ikan hias koi, komoditas untuk konsumsi seperti gurami, mas, tawes, nila, lele jumbo, nilam, mujair, tambakan, dan sepat banyak pula diminati petani.

Tidak semua bagian di kabupaten ini cocok "ditanami" ikan. Hanya daerah di dataran landai seperti Rakit, Purwonegoro, Mandiraja, Purworejo Klampok, Bawang, dan Madukoro yang bisa menjadi sentra budidaya ikan air tawar. Kecamatan-kecamatan itu terletak di bagian tengah kabupaten yang berdekatan dengan Sungai Serayu dan Waduk Mrica. Limpahan air yang mengalir terus- menerus sangat mendukung suburnya usaha perikanan.

Belasan tahun lalu tepatnya tahun 1989, usaha ini mulai dirintis. Hingga tahun 2002, luas kolam pembesaran di Kabupaten Banjarnegara mencapai 275 hektar. Sebanyak 49,9 hektar lainnya berupa kolam pembenihan. Ada pula budidaya mina padi dan jaring keramba apung, tetapi jumlahnya tidak terlalu besar. Menggeliatnya budidaya perikanan di Kecamatan Rakit merupakan gambaran sebagian penghuni Banjarnegara yang masih giat berkecimpung di usaha pertanian.

Sebenarnya, kehidupan ekonomi Banjarnegara tengah bergolak. Dalam lima tahun ke belakang wilayah bernuansa agraris ini seolah kehabisan napas. Sektor pertanian yang tiap tahun menggerakkan kurang lebih separuh roda perekonomian kabupaten, perannya mulai berkurang. Meski kegiatan ekonomi keseluruhan meningkat, kontribusi lapangan usaha ini justru meluncur ke bawah. Dibanding dengan tahun 1998 yang mencapai 49 persen, tahun 2002 sumbangan sektor ini tinggal 39,7 persen dari total kegiatan ekonomi sebesar Rp 2,6 triliun. Pertumbuhannya rata- rata minus 2,2 persen/tahun.

Ada beberapa subsektor di dalamnya, yaitu tanaman bahan pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Di antaranya, tanaman bahan pangan khususnya padi yang paling besar penurunannya. Jika tahun 1998 bisa dihasilkan 169.700 ton padi, lima tahun kemudian tinggal 115.300 ton.

Sawah yang mampu menghasilkan pun jumlahnya terus berkurang. Luas panen tahun ini tak lebih 22.700 hektar, menyusut 23 persen dibandingkan dengan tahun 1998. Dalam dasawarsa terakhir, produktivitas pun mengalami stagnasi. Harga jual padi yang tidak pernah memuaskan serta tingginya biaya produksi makin membebani petani.

Langkanya tenaga kerja muda yang rela bergelut dengan lumpur sawah turut menambah keengganan petani menanam padi. Mereka lebih memilih meninggalkan tanah kelahiran dan menuju negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Korea untuk mengadu nasib. Beberapa agen tenaga kerja Indonesia (TKI) di jalan-jalan utama tampak jelas menawarkan berbagai tujuan negara.

Untuk menutup kekurangan tersebut, pemerintah kabupaten berupaya memberi bantuan sebesar Rp 500 juta yang seluruhnya dipinjamkan kepada kelompok tani dalam bentuk traktor tangan. Tak lain tujuannya agar petani tidak meninggalkan sawah dan turut membantu menjaga ketahanan pangan di wilayahnya.

Selain membantu tenaga mesin, sarana jalan juga menjadi perhatian. Upaya itu bertujuan membuka daerah-daerah terisolasi agar hasil pertanian mudah dipasarkan. Tahun 2002 panjang jalan di kabupaten ini 710,7 kilometer. Jumlah yang telah diaspal bertambah 3,4 persen dari tahun sebelumnya menjadi 409,8 kilometer atau 57,6 persen dari keseluruhan.

Dari ketersediaan sumber daya alam, Banjarnegara tak perlu pesimistis. Bagaimanapun telah digariskan sejak awal, Banjar yang juga berarti sawah akan berkelimpahan hasil pertanian. Buktinya, wilayah yang di dalamnya terdapat beberapa gunung dan bukit ini terpetakkan dalam tiga bagian, yaitu utara, tengah, dan selatan yang menghasilkan produk bernilai ekonomis.

Bagian selatan, misalnya, tidak sesubur bagian lainnya, tetapi hasil tanahnya mampu membangkitkan industri kecil milik rakyat. Bambu yang tumbuh subur di sana bisa memasok industri anyaman bambu yang hingga tahun 2002 jumlahnya 10.452 unit usaha. Berbagai cendera mata dan peralatan rumah tangga seperti tampah dan besek, misalnya, merambah hingga ke luar provinsi bahkan luar pulau. Pasti tak banyak turis di Bali yang tahu kalau cendera mata yang dibeli di sana sebagian buatan Banjarnegara yang telah diperhalus dan dipercantik penampilannya.

Dataran bergelombang diselingi pegunungan kapur, curam dan sedikit air ini banyak ditumbuhi pohon kelapa. Hasil perkebunan itu rupanya menjadi bahan utama pembuatan gula kelapa yang hingga tahun 2002 menggerakkan 11.284 unit usaha dan menghasilkan barang senilai Rp 12,8 miliar.

Kehidupan di sebelah utara yang sering disebut Pegunungan Kendeng Utara punya cerita sendiri. Letaknya di 600-2.500 meter di atas permukaan laut memberi kesempatan petani mengembangkan aneka tanaman hortikultura. Tanah yang gembur serta berhawa sejuk menempatkan Kecamatan Kalibening, Pagentan, Batur, Pejawaran, Wanayasa, Madukara, Banjarmangu, dan Punggelan sebagai sentra sayuran seperti kentang, kubis, sawi, dan daun bawang. Buah-buahan seperti salak, pisang, pepaya, nanas, jambu biji pun tumbuh subur. Obyek Wisata Dieng yang konon disebut-sebut sebagai tempat tinggal dewa, 90 persen berada di wilayah ini.

Nila Kirana/Litbang Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Banjarnegara

·

Pendidikan, Kesehatan, dan Degradasi Lingkungan



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS