Rubrik
Jawa Tengah
Berita Utama
Inspirasi
Finansial
Olahraga
Dikbud
Opini
International
Nasional
Iptek
Bisnis & Investasi
Nusantara
Naper
Metropolitan
Liputan Lebaran
Berita Yang lalu
Jendela
Pustakaloka
Fokus
Dana Kemanusiaan
Teknologi Informasi
Rumah
Audio Visual
Otonomi
Furnitur
Agroindustri
Pendidikan
Bingkai
Pixel
Wisata
Ekonomi Internasional
Teropong
Ilmu Pengetahuan
Pergelaran
Sorotan
Kesehatan
Otomotif
Didaktika
Bentara
Bahari
Pendidikan Luar Negeri
Pendidikan Dalam Negeri
Investasi & Perbankan
Pengiriman & Transportasi
Telekomunikasi
Perbankan
Esai Foto
Makanan dan Minuman
Properti
Swara
Muda
Musik
Ekonomi Rakyat
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Kamis, 13 November 2003

Kabupaten Purworejo

MENYIMAK sejarah pembentukan Kabupaten Purworejo, tampaknya pantas bila wilayah ini mendapat "gelar" S3 (sudah sangat "sepuh"). Hari jadi kabupaten ini 5 Oktober 901. Sekarang, tahun 2003, usianya 1.102 tahun!

PENETAPAN hari jadi kabupaten tidak lepas dari bukti sejarah primer, Prasasti Kayu Ara Hiwang. Prasasti itu berupa batu andesit yang ditemukan di Desa Boro Wetan, Kecamatan Banyuurip. Dalam salah satu kalimat yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno disebutkan tanggal, bulan, dan tahun yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi kabupaten ini.

Kesan sebagai kota tua sangat terasa saat menelusuri wilayah ini. Tata kotanya yang terkesan asri merupakan warisan tata guna lahan zaman pemerintahan Hindia Belanda. Bangunan tua peninggalan zaman itu tampak terawat dan masih digunakan. Beberapa di antaranya adalah Masjid Jami Purworejo (1834), rumah dinas bupati (1840), dan bangunan yang sekarang dikenal sebagai gereja GPIB (1879). Lahan terbuka, yang disebut alun-alun, seluas enam hektar juga dipertahankan. Konon, alun-alun ini terluas di seluruh Pulau Jawa.

Sebagian besar (80 persen) jalan di kabupaten ini beraspal halus. Meski pada hari kerja, jalan di kabupaten ini terlihat lengang. Dengan leluasa becak-becak melenggang di jalan raya. Aktivitas ekonomi kabupaten ini bergantung pada sektor pertanian. Pada tahun 2001, bidang agraris menyumbang Rp 822,2 miliar, meningkat menjadi Rp 896,1 miliar tahun 2002. Peningkatan nilai kegiatan ekonomi yang juga terjadi di delapan sektor lainnya menjadikan total perekonomian tahun 2002 sebesar Rp 2,4 triliun, tahun sebelumnya Rp 2,1 triliun.

Lahan sawah daerah ini sekitar 31.000 hektar. Luas lahan kering sekitar 73.000 hektar. Pada tahun 2002, lahan sawah dan lahan kering itu menghasilkan padi (288.754 ton), jagung (4.300 ton), ubi kayu (124.489 ton), dan hasil palawija lain. Sentra tanaman padi di Kecamatan Ngombol, Purwodadi, dan Banyuurip. Jagung terutama dihasilkan di Kecamatan Bruno. Ubi kayu sebagian besar dihasilkan di Kecamatan Pituruh. Hasil tanaman bahan pangan itu umumnya untuk memenuhi konsumsi masyarakat sendiri.

Di tingkat provinsi, Purworejo menjadi salah satu sentra penghasil empon-empon. Empon-empon atau rempah-rempah terdiri atas kapulaga, kemukus, temulawak, kencur, kunyit, dan jahe. Selain untuk bumbu penyedap masakan, juga untuk bahan baku jamu. Empon-empon yang paling banyak dihasilkan Purworejo adalah kapulaga.

Kapulaga dibudidayakan dalam lahan perkebunan rakyat seluas 455,76 hektar. Hasil kerja sekitar 7.000 petani yang menggarap lahan itu menghasilkan 410,8 ton kapulaga. Sentra produksi di Kecamatan Kaligesing, Loano, dan Bener. Masa panen berlangsung saat musim kering, yakni April sampai Agustus.

Konsumen tanaman emponempon adalah perajin jamu gendong, pengusaha industri jamu jawa, dan rumah makan. Sekitar 75 pabrik jamu di Jawa Tengah mengandalkan bahan baku dari kabupaten ini. Demikian juga pengusaha jamu tradisional di Cilacap, seperti Jaya Guna, Serbuk Sari, Serbuk Manjur, dan Cap Tawon Sapi. Pembeli biasanya mendatangi sekitar lima toko penyedia bahan jamu di Pasar Baledono. Harga pasaran empon-empon itu Rp 2.000-Rp 5.000 per kilogram.

Di bidang peternakan, ternak yang menjadi fauna khas Purworejo adalah kambing peranakan ettawa. Hewan yang sering disebut kambing PE ini berpostur tinggi besar. Pejantan kelas A, misalnya, tinggi badannya 90-110 cm dengan berat 65-90 kg dan panjang 85-105 cm. Dari seluruh populasi kambing PE sekitar 45.000 ekor, sekitar 40.000 ekor berasal dari Kecamatan Kaligesing. Sisanya dari Kecamatan Purworejo, Bruno, dan Kemiri.

Kambing ini asalnya dari India. Di Purworejo, tepatnya di Kecamatan Kaligesing, kambing itu dikawinkan dengan kambing lokal sehingga tercipta kambing PE ras Kaligesing. Memiliki kambing ini bagi peternak di Purworejo merupakan kebanggaan tersendiri, ibarat memiliki mobil mewah. Harga jual bibit kambing jantan berusia satu tahun tidak kurang dari Rp 1 juta, sedangkan bibit kambing betina dihargai Rp 950.000. Setiap tahun sekitar 8.000 kambing dipasarkan ke luar Purworejo. Selain ke daerah tetangga, seperti Wonosobo, Magelang, dan Kulon Progo, kambing PE juga dipasarkan ke Jawa Timur (Ponorogo, Kediri, Trenggalek), Sumatera (Bengkulu dan Jambi), Riau, serta Kalimantan (Banjarmasin).

Di bidang industri, Purworejo memiliki satu industri tekstil di Kecamatan Banyuurip dengan 980 tenaga kerja. Selain tekstil, di kecamatan ini ada dua industri pengolahan kayu dengan 387 tenaga kerja. Satu industri yang sama dengan 235 tenaga kerja di Kecamatan Bayan.

Saat ini hasil industri yang mulai naik daun adalah pembuatan bola sepak. Industri ini mulai dirintis tahun 2002 di Desa Kaliboto, Kecamatan Bener, bola sepak bermerek Adiora itu sudah menembus pasar mancanegara. Nigeria, salah satu negara di Afrika, memesan satu kontainer yang berisi 6.624 bola sepak dengan harga 1,76 dollar AS. Bola sepak "made in Purworejo" itu diekspor ke Nigeria melalui PT Andonis Sport di Bogor, Jawa Barat.

Meski baru setahun berdiri, pembuatan bola sepak itu mewarnai kehidupan masyarakat Kecamatan Bener. Sekitar 200 perajin bola menjahit 32 panel bola di rumah masing-masing. Panel adalah bahan bola sepak berbentuk segilima atau segienam. Setelah seluruh panel dijahit satu demi satu akan membentuk bola dengan diameter 67 cm. Setelah diisi udara, berat bola menjadi 420 gram. Itu adalah ukuran bola nomor 5, untuk dewasa. Setiap hari Desa Kaliboto menghasilkan sekitar 160 bola.

Selain Adiora, merek dagang yang dipatenkan adalah Bagelen. Untuk pemasaran dalam negeri, bola sepak ini dikirim ke Jakarta dan sekitarnya, Semarang, Pekalongan, Wonogiri, serta Pati. Harga jual bola nomor 5 Rp 35.000-Rp 40.000. Sementara itu, bola nomor 4 untuk anak-anak yang berdiameter 47 cm dengan berat 370 gram dijual seharga Rp 30.000.

BE Julianery/Litbang Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Purworejo

·

Tidak Lagi Menjadi Kota Pensiun



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS