Rubrik
Jawa Tengah
Berita Utama
Inspirasi
Finansial
Olahraga
Dikbud
Opini
International
Nasional
Iptek
Bisnis & Investasi
Nusantara
Naper
Metropolitan
Liputan Lebaran
Berita Yang lalu
Jendela
Pustakaloka
Fokus
Dana Kemanusiaan
Teknologi Informasi
Rumah
Audio Visual
Otonomi
Furnitur
Agroindustri
Didaktika
Telekomunikasi
Wisata
Bentara
Bingkai
Pixel
Teropong
Ilmu Pengetahuan
Pergelaran
Sorotan
Otomotif
Ekonomi Rakyat
Ekonomi Internasional
Pendidikan
Bahari
Pendidikan Luar Negeri
Pendidikan Dalam Negeri
Investasi & Perbankan
Pengiriman & Transportasi
Perbankan
Esai Foto
Makanan dan Minuman
Properti
Swara
Muda
Musik
Kesehatan
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Kamis, 20 November 2003

Kota Cimahi

BILA 9.463 karyawan PT Dirgantara Indonesia (DI) jadi dikenakan PHK dan tidak disalurkan ke unit usaha lain, niscaya Cimahi turut menanggung akibatnya. Terutama menyangkut pengangguran yang akan bertambah. Hal ini tak lain karena sekitar 60 persen karyawan PT DI adalah penduduk Kota Cimahi.

CIMAHI menyandang peran daerah penyangga bagi Kota Bandung yang berjarak sekitar 12 kilometer di sebelah barat. Terutama menjadi tempat bermukimnya para pekerja yang mencari nafkah di Kota Bandung.

Cimahi sendiri merupakan daerah industri. Kota ini minim sumber daya alam. Terdapat 407 unit industri kecil dengan nilai investasi sekitar Rp 7,5 miliar. Industri berskala menengah dan besar tak kurang dari 300 unit. Kegiatan industri itu digerakkan oleh 71.850 tenaga kerja. Ini di luar 101 tenaga kerja asing yang kebanyakan berasal dari negara-negara Asia, seperti Cina, Taiwan, Jepang, dan Korea.

Kegiatan industri di Cimahi didominasi oleh tekstil, sandang, dan kulit. Sebanyak 113 unit atau 28 persen industri bergerak di industri tekstil, sandang, dan kulit. Adapun yang berskala menengah dan besar berjumlah 92 unit industri. Hasil-hasil industri tekstil seperti benang, kain tenun, dan pakaian jadi selain memasuki pasar domestik juga memenuhi pasar di Amerika Serikat dan negara-negara Asia, Eropa, dan Afrika. Tak kurang 150 perusahaan yang melancarkan ekspor Cimahi.

Zona industri Kota Cimahi merata di tiga kecamatan, berbaur dengan perumahan. Ketiadaan pengelolaan alokasi penggunaan lahan memperlihatkan kesemrawutan dan ketidakteraturan. Pabrik industri terbanyak terdapat di Kecamatan Cimahi Selatan (43 persen). Di kecamatan ini terdapat kawasan berikat seluas 300 hektar di mana enam perusahaan PMA mengekspor 100 persen produknya. Bahan baku pun 100 persen diimpor, antara lain dari Korea dan Jepang.

Kontribusi ekspor produkproduk dari Kota Cimahi berkisar 38 persen terhadap total ekspor nonmigas Provinsi Jawa Barat. Tahun 2002 nilai ekspornya 1,2 miliar dollar AS, meningkat 46,3 persen dari tahun 2001 (825 juta dollar AS).

Lapangan usaha industri merupakan penyangga utama perekonomian Kota Cimahi yang masih seusia balita ini. Dari total perekonomian Rp 4,6 triliun pada tahun 2002, sektor industri menyumbang 68,11 persen atau senilai Rp 3,1 triliun.

BARU dua tahun resmi menjadi kota otonom, Cimahi masih pada tahap peletakan dasar pembangunan dan menentukan arah hendak menjadi kota apa. Secara historis, Cimahi mulai dikenal tahun 1811 ketika Gubernur Jenderal Willem Daendels membuat jalan Anyer-Panarukan dan mendirikan pos penjagaan di alun-alun Cimahi sekarang. Periode 1874-1893 dibangun stasiun kereta api Cimahi.

Pada tahun 1886, Cimahi didesain sebagai pusat pendidikan dan tangsi militer yang mendukung pusat komando militer di Kota Bandung. Di sini mulai dibangun fasilitas pendukung kegiatan kemiliteran seperti barak, rumah sakit, dan rumah tahanan militer. Saat ini terdapat 13 pusat pendidikan militer. Dari ciri fisik bangunan, sampai sekarang kesan kemiliteran masih melekat. Sejumlah kantor pemerintahan daerah bahkan menempati bangunan-bangunan bekas pusat pendidikan militer.

Tahun 1935, Cimahi menjadi kecamatan dalam wilayah Kabupaten Bandung. Dua puluh tujuh tahun kemudian statusnya ditingkatkan menjadi kewedanaan yang meliputi empat kecamatan: Cimahi, Padalarang, Batu Jajar, dan Cipatat. Tahun 1975, kewedanaan Cimahi ditingkatkan menjadi kota administratif (kotif), masih dalam wilayah Kabupaten Bandung. Kotif Cimahi merupakan kotif pertama di Jawa Barat dan ketiga di Indonesia. Pada tahap ini Cimahi menjadi salah satu kantung industri Kabupaten Bandung. Setelah menjadi kota otonom sejak 2001, Cimahi membawa sekitar 30 persen kekuatan industri Kabupaten Bandung menjadi asetnya.

Masalah kepadatan menjadi persoalan yang harus segera ditangani pemerintah kota. Akibat keberadaannya sebagai kantung industri, Cimahi diserbu pendatang yang ingin memperoleh penghasilan lebih baik. Tahun 2002, upah minimum Kota Cimahi Rp 537.500. Cimahi juga diminati para pekerja Bandung yang memilih daerah ini sebagai tempat tinggal. Kepadatan juga diperbanyak oleh kehadiran personel militer.

Kepadatan ini pada akhirnya menyeret persoalan lain berkait dengan mobilitas manusia dan barang. Cimahi tak berbeda dengan Kota Bandung yang macet dan semrawut. Mengatasi kepadatan penduduk dan kemacetan lalu lintas menjadi salah satu pekerjaan rumah pemerintah kota. Ini disebabkan penduduk di kota yang luasnya 40,25 kilometer persegi ini tahun 2002 mencapai 452.390 jiwa dengan kepadatan lebih dari 11.200 jiwa per kilometer persegi. Tahun 2010, diproyeksikan 581.686 jiwa. Artinya, pemerintah kota harus mulai menata penduduk dan memperbaiki infrastruktur dan transportasi yang berkait dengan kenyamanan.

Dari kemampuan keuangan pemerintah dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah, porsi belanja pembangunan memperoleh jatah Rp 77,7 miliar atau 30,2 persen dari total APBD 2003. Dari jumlah itu, sektor transportasi memperoleh porsi kedua terbesar setelah sektor aparatur daerah, dengan nilai Rp 21,3 miliar. Sektor perumahan memperoleh belanja pembangunan Rp 7 miliar dan sektor kependudukan Rp 235 juta.

Dari roda perekonomian yang berputar, pemerintah kota berupaya meningkatkan sumber-sumber pendapatan untuk ikut membiayai pembangunan. PAD Kota Cimahi tahun 2003 yang berjumlah Rp 27,1 miliar. Dirunut lebih jauh, berdasarkan realisasi penerimaan pos-pos yang menyumbang PAD sampai Oktober 2003, pendapatan terbanyak dari retribusi pelayanan kesehatan Rumah Sakit Umum Cibabat (Rp 11,8 miliar), pajak penerangan jalan (Rp 9 miliar), dan jasa giro (Rp 2,8 miliar).

Yang menarik, kehadiran 101 tenaga kerja asing di Kota Cimahi turut menambah PAD. Dari target retribusi izin tenaga kerja asing Rp 805 juta, sampai Oktober 2003 terealisasi Rp 1 miliar (124 persen).

Memang, tak sedikit dana yang dikeluarkan untuk membiayai pembangunan daerah. Namun, Cimahi harus mengatasi persoalan yang menumpuk untuk memantapkan arah mau menjadi kota apa di lahan yang sangat terbatas ini.

GIANIE/Litbang Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kota Cimahi

·

Datanglah ke Cimahi Malam Hari



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS