Rubrik
Jawa Tengah
Berita Utama
Inspirasi
Finansial
Olahraga
Dikbud
Opini
International
Nasional
Iptek
Bisnis & Investasi
Nusantara
Naper
Metropolitan
Liputan Lebaran
Berita Yang lalu
Jendela
Pustakaloka
Fokus
Dana Kemanusiaan
Teknologi Informasi
Rumah
Audio Visual
Otonomi
Furnitur
Agroindustri
Didaktika
Teropong
Ekonomi Internasional
Wisata
Bentara
Bingkai
Pixel
Ilmu Pengetahuan
Pergelaran
Sorotan
Otomotif
Ekonomi Rakyat
Telekomunikasi
Pendidikan
Bahari
Pendidikan Luar Negeri
Pendidikan Dalam Negeri
Investasi & Perbankan
Pengiriman & Transportasi
Perbankan
Esai Foto
Makanan dan Minuman
Properti
Swara
Muda
Musik
Kesehatan
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Selasa, 02 Desember 2003

Kota Tasikmalaya

MENJADI pegawai kantor, pemerintah maupun swasta, bukanlah cita-cita sebagian besar masyarakat Kota Tasikmalaya. Buat mereka, berperan sebagai pedagang atau perajin yang mampu menghasilkan karya seni bernilai ekonomis rupanya lebih menantang dan mengasyikkan.

TELAH dikenal sejak lama penduduk Kota Tasik, sebutan populer wilayah ini, pandai membuat barang-barang kerajinan yang unik dan menarik. Yang terkenal bordir, kelom geulis, tikar, anyaman mendong, dan mebel kayu. Pangsa pasarnya pun tidak sebatas wilayah kota atau dalam negeri, tetapi merambah hingga ke luar benua, seperti Eropa dan Amerika. Di lingkup Asia, Malaysia, Jepang, Korea, dan Cina sudah menjadi langganannya.

Kemampuan membordir menghasilkan aneka kebaya, mukena, kerudung, taplak meja, atau seprai yang harganya mulai ribuan hingga jutaan rupiah. Tidak sulit mencari sentra kerajinan ini karena ada empat kecamatan, yaitu Cibeureum, Cipedes, Mangkubumi, dan Kawalu yang penduduknya berkecimpung di bidang tersebut.

Puluhan bahkan ratusan potong pakaian berhias bordir warna-warni dipajang di toko-toko besar di sentra-sentra tersebut. Dagangan yang ditawarkan rata-rata bukan milik pribadi, melainkan hasil jerih payah para perajin yang tergabung dalam kelompok-kelompok. Tahun 2002 sedikitnya ada 1.673 unit usaha bordir melibatkan 18.440 pekerja. Nilai yang dihasilkan Rp 416,7 miliar. Kecamatan Kawalu tercatat sebagai ladang kerajinan bordir tersubur di antara tiga daerah lainnya. Sebagian besar (87,7 persen) perajin bordir Kota Tasik berada di sini.

Kelom geulis, sandal khas Tasik beralas kayu damar atau albazzia, termasuk primadona yang cukup diandalkan. Komoditas ini ditekuni sejak tahun enam puluhan dan sempat mengalami puncaknya dua puluh tahun kemudian. Penduduk Kecamatan Cibeureum, tepatnya di Desa Kersanegara, Mulyasari, Setiamulya, Sukahurip, dan Sumelap banyak yang piawai mengerjakannya. Tahun 2002 investasi yang ditanamkan hampir mendekati Rp 2 miliar dengan nilai produksi Rp 22,1 miliar. Selain di dalam negeri, sandal-sandal tersebut juga dipasarkan hingga ke Jepang, Italia, dan Panama.

Industri kerajinan rakyat Kota Tasik tidak bisa dipandang sebelah mata meski bukan tergolong padat modal dan berteknologi tinggi. Tenaga kerja yang terlibat dalam industri kerajinan ini 70.601 orang. Jumlah tersebut merupakan 95 persen pekerja industri di kota ini. Tahun 2003 kontribusi sektor industri pengolahan berada di posisi ketiga dengan sumbangan Rp 396,8 miliar atau 11 persen dari total kegiatan ekonomi.

Maraknya sektor industri sedikit banyak mempengaruhi majunya perdagangan di wilayah ini. Hasil karya seni masyarakat yang unik menjadi salah satu daya tarik orang-orang di luar daerah. Mereka datang berbelanja kebutuhan sendiri atau untuk kulakan.

Dari aktivitas tersebut perdagangan memberi andil rata-rata 18,5 persen per tahun bagi kegiatan ekonomi kota. Ramainya pusat-pusat perbelanjaan, baik pasar tradisional maupun modern, menjadi salah satu simbol bergairahnya transaksi jual-beli di kota ini, yang jumlahnya masing-masing enam unit serta dapat menampung 7.668 pedagang.

Kegiatan dagang masyarakat Tasik sebenarnya tidak hanya sebatas di wilayah kota, tetapi juga merambah hingga ke Jakarta. Tradisi "Senin dan Kamis", yaitu jadwal berjualan hasil bordir di Pasar Tanah Abang Jakarta adalah salah satu contohnya. Para perajin yang jumlahnya 600 orang berbondong-bondong datang dua kali seminggu dan mengantongi sedikitnya Rp 30 miliar tiap bulan. Jika diakumulasi dalam setahun besarnya jauh melebihi pendapatan asli daerah (PAD) kota yang hanya Rp 22,9 miliar. Di Jakarta mereka memiliki pelanggan tetap, baik dari dalam maupun luar negeri.

Bagi pemerintah daerah (pemda) kota hasil kegiatan dagang tersebut tentu sangat menggiurkan apalagi jika dilihat dari nilai retribusi yang bisa didapat. Meski demikian, tidak banyak yang bisa dilakukan pemda untuk menarik mereka berdagang di lingkungan Kota Tasik demi pemasukan lebih. Kota Tasik, yang awalnya berstatus kota administratif di lingkungan Kabupaten Tasikmalaya, terdiri dari tiga kecamatan, yaitu Cipedes, Cihideung, dan Tawang. Tetapi, sejak dikukuhkan sebagai kota otonom pada 17 Oktober 2001, ruang lingkupnya ditambah menjadi delapan kecamatan. Setiap kecamatan memiliki kontribusi yang sangat berarti bagi keberlangsungan kota.

Meski berpredikat kota dagang, tidak semua rakyat bergelut di bidang jual-beli barang dan jasa. Banyak pula penduduk yang masih menggantungkan hidup dari hasil pertanian. Yang digeluti mencakup usaha di bidang tanaman pangan dan hortikultura, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Di antara hasil bumi tersebut yang paling menonjol adalah buah-buahan, seperti salak, pisang, jambu biji, dan mangga. Salak paling banyak ditanam di Kecamatan Cibeureum dan Kawalu. Dari 7.473 tanaman yang menghasilkan diperoleh 68.000 ton salak. Sementara itu, komoditas lain masih di bawah 8.000 ton.

Produktivitas padi tergolong lumayan, rata-rata 5,1 ton per hektar dengan total produksi 69.400 ton. Umumnya terdapat banyak areal persawahan di tiap kecamatan, kecuali Indihiang yang lebih banyak ditumbuhi bangunan karena posisinya sebagai pusat kota.

Secara umum dilihat dari berbagai sektor, laju pertumbuhan ekonomi kota ini menunjukkan peningkatan. Jika tahun 2000 berkisar 2,12 persen, setahun kemudian berubah menjadi 4,05 persen. Jika kondisi sosial politik mendukung, diperkirakan tahun 2007 angka 5,45 persen akan mudah diraih. Bagaimanapun juga, keberadaan Kota Tasik akan selalu menjadi acuan di wilayah Priangan Timur yang meliputi Kabupaten Tasikmalaya, Banjar, Ciamis, Sumedang, dan Garut.

Layaknya sebuah kota, Tasikmalaya pun memiliki problem yang sama dengan kota-kota lain. Di mana ada pusat perdagangan di situ pula ada banyak orang dan kendaraan lalu lalang. Semua tumplek jadi satu tanpa menyisakan kerapian, keteraturan, dan tentu saja kebersihan.

Nila Kirana/Litbang Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kota Tasikmalaya

·

Masih Butuh Waktu untuk Dinilai…



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS