Rubrik
Jawa Tengah
Berita Utama
Inspirasi
Finansial
Olahraga
Dikbud
Opini
International
Nasional
Iptek
Bisnis & Investasi
Nusantara
Naper
Metropolitan
Liputan Natal & Tahun Baru
Berita Yang lalu
Jendela
Pustakaloka
Fokus
Dana Kemanusiaan
Teknologi Informasi
Rumah
Audio Visual
Otonomi
Furnitur
Agroindustri
Ekonomi Rakyat
Didaktika
Sorotan
Ekonomi Internasional
Pergelaran
Kesehatan
Telekomunikasi
Wisata
Bentara
Bingkai
Pixel
Ilmu Pengetahuan
Otomotif
Teropong
Pendidikan
Bahari
Pendidikan Luar Negeri
Pendidikan Dalam Negeri
Investasi & Perbankan
Pengiriman & Transportasi
Perbankan
Esai Foto
Makanan dan Minuman
Properti
Swara
Muda
Musik
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Kamis, 18 Desember 2003

Kabupaten Selayar

"Bicara saja dengan bapak kepala. Saya buru-buru mengejar bus mau ke daratan, ke Makassar." Kalimat tersebut dikatakan seorang pegawai di salah satu instansi di Kabupaten Selayar ketika dihubungi melalui telepon.

K>small 2small 0< daratan seolah-olah dilawankan dengan lautan. Bisa dimaklumi karena Selayar merupakan satu-satunya kabupaten, dari 28 kebupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan, yang berada di tengah-tengah lautan.

Dari Benteng, ibu kota Kabupaten Selayar, ke Makassar atau sebaliknya, ditempuh selama 5-6 jam melalui darat dan laut. Benteng ke pelabuhan penyeberangan Pamatata yang berjarak 40 kilometer di ujung Pulau Selayar ditempuh dalam satu jam. Disambung dengan feri ke Pelabuhan Bira, Kabupaten Bulukumba, sekitar dua jam. Dari Bulukumba ke Makassar dengan perjalanan darat sekitar dua hingga tiga jam.

Kalau memakai kapal cepat dari Pelabuhan Benteng ke Pelabuhan LeppeE, Kabupaten Bulukumba, bisa ditempuh dalam waktu dua jam. Baru disambung perjalanan darat ke Makassar. Kalau dengan pesawat terbang, dari Bandara Aroeppala, sekitar 15 kilometer utara Benteng, ke Makassar membutuhkan waktu 30 menit. Dalam satu minggu hanya ada dua kali penerbangan dengan pesawat kecil yang berpenumpang 10 orang.

Sadar bahwa letaknya dikelilingi lautan, Kabupaten Selayar ke depan bertekad untuk menjadikan sumber daya kelautan sebagai daya penggerak perekonomiannya. Potensi dan kekayaan laut bila mampu dikelola secara optimal akan mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk.

Menurut Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B) Mei 2003, kabupaten ini dihuni 109.574 jiwa. Kesadaran itu dibakukan dalam visi wilayah ini yang menjadikan Selayar sebagai kabupaten maritim.

Sebuah langkah yang berani, mengingat sebagian besar masyarakatnya masih berbudaya agraris. Diperlukan kerja keras untuk mengubah kebiasaan sehari-hari yang mengolah tanah sebagai gantungan hidup menjadi mengolah dan mengarungi lautan sebagai lahan garapan baru. Namun, mengingat wilayah kabupaten terdiri atas tebaran pulau-pulau, langkah tersebut merupakan langkah yang memang harus diambil.

Selama ini pertanian masih menjadi andalan utama perekonomian wilayah yang sering di sebut Bumi Tana Doang yang berarti bumi tempat memohon kepada Yang Mahakuasa. Tahun 2002, pertanian menyumbang 47,59 persen dari total perekonomian kabupaten yang mencapai Rp 355,78 miliar. Sumbangan terbesar sektor ini datang dari perkebunan (21,05 persen) disusul perikanan (16,84 persen).

Hasil perkebunan Selayar antara lain kapuk, cengkeh, jambu mete, kelapa, kemiri, pala, kakao, dan vanili. Kelapa yang dikeringkan menjadi kopra dan cengkeh pernah menjadi andalan utama wilayah ini. Namun, karena harganya yang semakin terjun bebas, komoditas ini tidak lagi menarik minat petani untuk lebih mengembangkannya. Meski demikian, sebagian besar petani tetap memelihara perkebunan kelapa mereka.

Tiga tahun belakangan, banyak petani pindah haluan membudidayakan vanili. Tanaman yang dahulu hanya merupakan tanaman tumpang sari sekarang naik daun. Tahun 2002 luas lahan perkebunannya mencapai 709 hektar. Padahal, tiga tahun sebelumnya baru 175 hektar. Produksi tahun 1999 baru mencapai tujuh ton, tiga tahun kemudian dapat dipanen sebanyak 70 ton vanili.

Harga vanili basah per kilogramnya Rp 260.000 hingga 275.000. Sementara harga tertinggi vanili kering bisa sampai Rp 1,2 juta per kilogramnya. Inilah yang mendorong petani cengkeh-yang harganya lebih murah daripada biaya panen-beramai-ramai beralih menggeluti vanili. Sentra penghasil vanili terdapat di Kecamatan Bontomanai, Bontosikuyu, Bontomatene, dan Bontoharu.

Produksi ikan setiap tahun mengalami kenaikan, terutama perikanan laut. Tahun 2002 dihasilkan 11.637 ton ikan, naik 929 ton dari tahun sebelumnya. Adapun dari air tawar dan payau dihasilkan 361 ton ikan.

Selama ini komoditas Selayar masih diperdagangkan dalam lingkup kabupaten/kota di Sulawesi Selatan dan juga ke Jawa. Tidak ada data yang menunjukkan perdagangan langsung ke mancanegara. Seperti halnya kopra, sebagai bahan baku minyak goreng, diangkut kapal-kapal dari Jawa yang lego jangkar di Pelabuhan Benteng.

Kapal yang datang di samping mengangkut hasil bumi dan laut Selayar, juga membawa barang kebutuhan sehari-hari, salah satunya beras. Lahan persawahan seluas sekitar 1.000 hektar yang ada, kebanyakan tadah hujan, hasil panennya tidak mencukupi kebutuhan pangan penduduk wilayah ini. Karena itu, Beras didatangkan dari kabupaten lain di Sulawesi Selatan yang dikenal sebagai lumbung beras, seperti Bone, Wajo, Pinrang, Sidrap, Luwu, dan dikapalkan lewat Pelabuhan Bira, Bulukumba.

Aset Kabupaten Selayar yang dikenal dunia adalah Taman Nasional Takabonerate. Berkunjung ke Selayar tanpa menginjakkan kaki di taman ini terasa sia-sia. Taman ini terdiri dari 21 pulau-pulau kecil dan terletak di Laut Flores. Konon, Takabonerate merupakan karang atol terbesar di Asia Tenggara dan termasuk terindah dari anugerah alam. Luasnya mencapai 220.000 hektar.

Sayangnya transportasi laut yang ada sekarang belum memadai untuk mencapai tempat yang menyuguhkan sejuta pesona ini. Diperlukan pelabuhan besar yang bisa disinggahi kapal Pelni dan kapal pesiar. Keberadaan pelabuhan yang memadai juga akan mempermudah terbukanya penyeberangan laut dari Selayar ke Kupang, Nusa Tenggara Timur. Yang pada akhirnya akan mempermudah mobilitas dan memacu gerak perekonomian wilayah ini.

Sementara itu, investasi kilang minyak, PT Hemoco Selayar Internasional yang peresmian pelaksanaan proyeknya sudah dilakukan ketika BJ Habibie menjadi Presiden RI hingga kini masih terkatung-katung. Kilang minyak ini akan menghasilkan gas alam cair (liquefied petroleum gas/LPG) BBM, dan sulfur. Bahan bakunya berupa minyak mentah yang didatangkan dari Kuwait.

Masalah yang muncul adalah keberadaan kilang minyak ini akankah menghilangkan keberadaan Takabonarate karena dampak polusinya? Tidak mudah menjawabnya. Antara kepentingan ekonomi daerah dan kelestarian lingkungan sering berlawanan arah.

FX Sriyadi Adhisumarta Litbang Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Selayar

·

Kabupaten Maritim di Sulawesi Selatan



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS