Rubrik
Jawa Tengah
Berita Utama
Inspirasi
Finansial
Olahraga
Dikbud
Opini
International
Nasional
Iptek
Bisnis & Investasi
Nusantara
Naper
Metropolitan
Liputan Natal & Tahun Baru
Berita Yang lalu
Jendela
Pustakaloka
Fokus
Dana Kemanusiaan
Teknologi Informasi
Rumah
Audio Visual
Otonomi
Furnitur
Agroindustri
Sorotan
Teropong
Didaktika
Ekonomi Internasional
Pergelaran
Kesehatan
Telekomunikasi
Wisata
Bentara
Bingkai
Pixel
Otomotif
Ekonomi Rakyat
Pendidikan
Bahari
Pendidikan Luar Negeri
Pendidikan Dalam Negeri
Investasi & Perbankan
Pengiriman & Transportasi
Perbankan
Esai Foto
Makanan dan Minuman
Properti
Swara
Muda
Musik
Ilmu Pengetahuan
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Rabu, 24 Desember 2003

Kabupaten Mimika

SETIAP daerah memiliki sejarah. Sejarah Kabupaten Mimika sebagai daerah terkaya di Papua bermula dari sebuah pegunungan. Di balik bayangan pegunungan kapur setinggi lebih dari seribu meter di atas hutan tropis Papua, di utara Kecamatan Tembagapura, tersembunyi kekayaan mineral yang diperkirakan bernilai lebih dari 77 miliar dollar AS.

GUNUNG tembaga dan emas ini, Ertsberg, berdiri lebih dari tiga juta tahun dikelilingi jurang- jurang dalam yang terbentuk oleh gerusan es abadi yang mencair dan membeku sebagai pengaruh perubahan musim. Potensi tambang yang luar biasa areal pegunungan itu diungkap geolog Belanda, Jean Jacques Dozy, pada tahun 1936.

Penemuan ditindaklanjuti Manajer Eksplorasi Freeport Sulphur Company (sekarang Freeport-McMoRan Copper and Gold Inc-induk PT Freeport Indonesia) pada tahun 1967 setelah penandatanganan kontrak karya pertama dengan Pemerintah Indonesia.

Setelah kandungan tembaga di tambang Ertsberg menipis, tahun 1988 ditemukan lokasi penambangan baru di Grasberg tak jauh dari Ertsberg. Tambang kedua ini memiliki cadangan tembaga terbesar ketiga di dunia dan cadangan emas terbesar di dunia.

Produksi tambang dikirim ke pabrik-pabrik peleburan tembaga di berbagai negara, termasuk Gresik-Indonesia. Tahun 2002, PT FI menghasilkan konsentrat yang mengandung 1,8 miliar pon tembaga dan 2,9 juta ons emas dari penambangan sekitar 235.000 bijih tambang per hari. Konsentrat tembaga ini bermanfaat bagi penyediaan tembaga untuk perangkat komunikasi modern dan barang elektronik, pengadaan listrik dan keperluan industri lainnya.

Masuknya perusahaan bermodal asing pertama di Indonesia membuka keterisolasian daerah yang dikelilingi hutan, perairan, dan pegunungan ini. Infrastruktur terbangun dengan keberadaan kota modern, lapangan terbang, pelabuhan laut, dan fasilitas jalan. Lapangan kerja pun cukup terbuka meski tidak seratus persen menyerap penduduk lokal.

Ibarat magnet, penambangan PT FI menarik banyak pekerja yang melibatkan diri langsung kepada operasional penambangan ataupun usaha-usaha lain yang berkaitan dengan pertambangan. PT FI sebagai perusahaan tambang terbesar di Papua mempekerjakan sekitar 7.600 karyawan. Dari jumlah tersebut, 26 persen merupakan penduduk lokal Papua. Kondisi sumber daya manusia Papua yang kurang memiliki keterampilan dan pendidikan untuk bekerja menggunakan teknologi modern menjadi kendalanya.

Perusahaan-perusahaan pendukung kegiatan pertambangan bermunculan. Misalnya, perusahaan yang menyediakan kebutuhan listrik, jasa pelabuhan, jasa konstruksi, jasa konsultan, katering dan makanan. Di luar karyawan PT FI, terdapat sekitar 1.500 pekerja kontrak pada perusahaan-perusahaan yang khusus menyediakan jasa- jasa bagi PT FI.

Aktivitas ekonomi dan kebutuhan tenaga kerja yang kian berkembang menyebabkan arus migrasi menjadi besar. Banyak pendatang dari luar Papua, seperti dari Jawa dan Sulawesi, yang mengadu untung mengisi kebutuhan tenaga kerja. Mereka yang tidak berhasil memasuki sektor formal yang mensyaratkan keterampilan dan pengetahuan yang memadai memasuki sektor nonformal, seperti menjadi tukang ojek.

Bila kehadiran perusahaan- perusahaan itu belum mampu menyerap banyak tenaga kerja lokal, sebenarnya ada peluang bagi penduduk lokal berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan. Peluang itu terkait dengan pemenuhan kebutuhan konsumsi sehari-hari karyawan PT FI dan perusahaan lain. Sayangnya, bidang ini belum dikembangkan penduduk lokal.

Peluang boleh dikatakan cukup besar. Sebagai gambaran, peredaran uang di Mimika tahun 2002 tercatat Rp 600 miliar. Pengeluaran untuk konsumsi PT FI, satu miliar per hari. Namun, hasil-hasil pertanian dari Mimika atau daerah lain di Papua, seperti Jayawijaya dan Jayapura, belum mampu menutupi kebutuhan pokok PT FI.

Kebutuhan konsumsi warga PT FI hampir semuanya (sekitar 80 persen) dipenuhi melalui kiriman barang dari Surabaya dan Makassar sehingga tak heran bila harga-harga kebutuhan pokok di Mimika jadi tinggi.

Lapangan usaha penambangan di Mimika membuat pendapatan per kapita penduduknya tahun 2002 sebesar Rp 106,7 juta. Meski tergolong tinggi, jumlah ini menurun daripada tahun sebelumnya. Tahun 2001 malah mencapai Rp 150,8 juta.

Seluruh lapangan pekerjaan yang digerakkan penduduk lokal maupun pendatang menghasilkan perputaran uang Rp 11,8 triliun tahun 2002. Dari jumlah tersebut, 96,6 persen atau Rp 11,3 triliun dihasilkan dari sektor pertambangan. Ini tidak saja membuat pendapatan per kapita Kabupaten Mimika menjadi tinggi, namun juga memberi kontribusi besar terhadap penerimaan daerah.

Tahun 2002, Pemerintah Kabupaten Mimika menerima Rp 108,37 miliar dari PT FI melalui pajak, retribusi atau bagi hasil. Jumlah ini turun dari tahun sebelumnya, Rp 113,94 miliar.

Bila mengeluarkan sektor pertambangan dari penghitungan, total perekonomian tahun 2002 senilai Rp 410 miliar. Dari nilai tersebut, pendapatan per kapita Rp 3,7 juta. Lapangan usaha yang ditekuni penduduk adalah pertanian, khususnya hasil-hasil hutan dan tanaman pangan. Kegiatan sektor perhubungan, komunikasi, dan bangunan yang ikut terdongkrak memiliki nilai ekonomi tinggi selama PT FI dan perusahaan pendukung masih beroperasi.

Kekuatan perekonomian Mimika sampai saat ini dan tahun- tahun mendatang sepenuhnya bergantung pada pertambangan. Setidaknya, sampai berakhirnya kontrak karya kedua antara PT FI dan Pemerintah Indonesia tahun 2021, cadangan bijih tambang Grasberg 2,6 miliar ton di areal 202.950 hektar sanggup menggerakkan perekonomian daerah. Kekayaan inilah yang menjadi alasan Mimika memisahkan diri dari Kabupaten Fak-fak tahun 1999.

GIANIE/Litbang Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Mimika

·

Tailing, Persoalan yang Jadi Tanggungan Rakyat Kecil



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS