Rubrik
Berita Utama
Finansial
International
Metropolitan
Naper
Nusantara
Bisnis & Investasi
Opini
Olahraga
Jawa Tengah
Politik & Hukum
Humaniora
Pemilihan Umum 2004
Berita Yang lalu
Pustakaloka
Otonomi
Audio Visual
Rumah
Teknologi Informasi
Fokus
Jendela
Otomotif
Furnitur
Agroindustri
Musik
Muda
Dana Kemanusiaan
Makanan dan Minuman
Pergelaran
Didaktika
Ekonomi Rakyat
Swara
Wisata
Sorotan
Teropong
Pendidikan
Ekonomi Internasional
Esai Foto
Perbankan
Pengiriman & Transportasi
Investasi & Perbankan
Pendidikan Dalam Negeri
Kesehatan
Bahari
Telekomunikasi
Ilmu Pengetahuan
Pixel
Bingkai
Bentara
Properti
Pendidikan Luar Negeri
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Rabu, 11 Februari 2004

Kabupaten Sorong Selatan

KASALI woto na kohok lema tet. Sang kodok hitam berseru, akulah si kaya yang tahu segala kekayaan di kehidupan ini. Pepatah orang-orang tua Teminabuan ini mengingatkan, manusia harus belajar dan bekerja keras kalau ingin pintar dan hidup nyaman sejahtera.

HUTAN, sungai, tanah berbukit, serta ragam flora fauna khas Papua merupakan "harta" daerah ini. Dari Sorong mengunjungi Teminabuan, ibu kota kabupaten, bisa berperahu menyusuri Sungai Kaibus yang berlumpur dan berpagar hutan mangrove (bakau) serta belukar sagu, sambil menikmati kicauan burung kakaktua, lorikeets, dan rangkong (hornbill). Sungai-sungai di sini menjadi surga bagi berbagai jenis ikan, udang, buaya, sedangkan hutan banyak dihuni kuskus, kanguru pohon, wallabies (sejenis kanguru kecil), kelelawar, dan reptil. Sejumlah jenis anggrek di utara perbukitan Teminabuan menambah pesona hutan.

Itulah gambaran sepintas alam Sorong Selatan yang merupakan pemekaran Kabupaten Sorong melalui Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002. Diresmikan secara lokal oleh Gubernur Papua pada 6 Agustus 2003, daerah ini sekarang meluas dengan tambahan empat kecamatan.

Secara umum keadaan tanahnya 60 persen berupa lereng perbukitan serta pegunungan, dan selebihnya merupakan pesisir, termasuk air payau. Sebagian besar penduduk mengandalkan tanaman pangan-terutama keladi, ubi kayu, dan ubi jalar-untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sampai tahun 2003, Teminabuan, Ayamaru, Moswaren, dan Sawiat adalah penghasil utama keladi, sedangkan ubi kayu dan ubi jalar dihasilkan di Moswaren dan Teminabuan.

Sagu juga tak kalah penting. Dari lahan potensial sekitar 18.000 hektar (2003), dihasilkan 490 ton (sagu) dengan produktivitas 1,02 ton per hektar. Pengolahan komoditas yang banyak dihasilkan di Inanwatan ini masih alami dan hanya untuk kebutuhan lokal. Satu pohon sagu bisa menghasilkan sekitar 500 kilogram dan dijual dalam keadaan basah. Pabrik pengeringan sagu belum ada.

Hasil perkebunan berupa kakao banyak diupayakan sekitar 1.200 petani dengan hasil 69 ton tahun 2002. Sementara pemerintah kabupaten (pemkab) menyiapkan sekitar 2.000 hektar tanah untuk penanaman pisang abaca sekaligus mengembangkan peternakan sapi dan ayam.

Komoditas lain yang juga akan diupayakan Pemkab Sorong Selatan adalah pertambangan, hasil hutan, dan pariwisata. Beberapa di antaranya adalah migas (Inanwatan), bahan baku semen yang tersebar di 11 wilayah, emas (Aifat), dan air terjun untuk pembangkit listrik tenaga air. Yang terakhir ini direncanakan di Sungai Kohoin (Teminabuan), Waigo (Wayer), Wensi, Danau Ayamaru, dan Kamundan (Aifat Timur). Air terjun ini juga bakal dimanfaatkan untuk promosi pariwisata, termasuk wisata sejarah Tugu Pembebasan Irian Barat, hutan lindung Sembra, dan hutan wisata, yang semuanya di wilayah Teminabuan.

Teminabuan sebetulnya sejak tahun 1950-an sudah menjadi daerah perdagangan yang ramai. Ketika masih berstatus Onderafdeeling, sejumlah rumah, kantor, dan jalan dibangun oleh Belanda. Sekitar tahun 1930-an kota ini juga sudah terkenal melalui aktivitas di Klamono. Yang terakhir ini adalah daerah di mana minyak ditemukan perusahaan Belanda Netherlands New Guinea Oil Company (NNGPM).

Banyak peluang, banyak pula kendala. Inilah yang sedang dihadapi pemda dalam mengembangkan Sorong Selatan. Keadaan alam dan topografisnya sering menyebabkan sarana perhubungan darat, laut, dan udara tidak berfungsi maksimal. Jalan darat misalnya, dari tujuh jalan-terutama yang menghubungkan Teminabuan dengan kecamatan lain-boleh dibilang dalam keadaan rusak. Faktor ini juga membuat dinas pertanian susah menjangkau sejumlah kecamatan. Apalagi, banyak daerah yang padat dengan kawasan mangrove dan dataran tinggi hingga 2.000 meter dpl. Hambatan ini juga dialami pedagang kakao. Untuk menampung dagangannya yang kebanyakan berupa biji (kakao) kering, mereka sangat tergantung pada Kota Teminabuan yang juga merupakan pusat kegiatan ekonomi kabupaten ini.

Tidak itu saja. Pembangunan berbagai sarana dan prasarana pemerintahan pun belum bisa dilaksanakan merata di seluruh kecamatan. Pembangunan pemerintahan kabupaten umpamanya, boleh dibilang masih terkonsentrasi pada kantor bupati. Selebihnya, termasuk kantor kecamatan (distrik), kelurahan atau kampung, masih sebatas deretan rencana.

Bagaimana dengan perhubungan udara? Dari enam bandara-empat perintis dan misionaris-hanya satu yang beraspal, sementara lainnya masih rerumputan. Dengan frekuensi penerbangan yang lebih banyak mengandalkan rute Teminabuan-Ayamaru-Sorong pulang pergi, pesawat yang bisa mendarat hanya twin otter (Merpati) dan cessna milik penerbangan misi, AMA.

Begitu juga dengan sarana pelabuhan laut dan sungai. Kecuali Teminabuan yang dibangun dengan beton, lima dermaga-Inanwatan, Kais, Kokoda, Seremuk, dan Mugim-yang rata-rata berkonstruksi kayu dalam keadaan rusak berat. Muara Sungai Kaibus, yang juga merupakan pintu utama perhubungan laut ke, dan dari, Sorong Selatan, dalam keadaan dangkal sehingga sering menghambat lalu lintas kapal. Belum lagi jika berlangsung musim selatan yang menyebabkan gelombang besar sehingga banyak kapal harus mengambil jalur alternatif lain, seperti Teminabuan-Klamono dan Teminabuan-Inanwatan.

Masalah lain yang tak kalah penting adalah telekomunikasi dan listrik. Kantor Telkom masih berada di Kota Sorong, sedangkan di Teminabuan masih berupa rencana. Untuk komunikasi ke Teminabuan sekarang terpasang 398 SST (satuan sambungan telepon). Sementara itu fasilitas listrik hanya tersedia di Teminabuan selama 12 jam (18:00-06:00) dan Ayamaru 6 jam (18:00-24:00).

Krishna P Panolih/Litbang Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Sorong Selatan

·

Tenun Ikat, Potensi yang Belum Diangkat



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS