Rubrik
Berita Utama
International
Metropolitan
Naper
Nusantara
Bisnis & Investasi
Finansial
Opini
Olahraga
Politik & Hukum
Humaniora
Pemilihan Umum 2004
Jawa Barat
Berita Yang lalu
Jendela
Otonomi
Audio Visual
Rumah
Teknologi Informasi
Dana Kemanusiaan
Makanan dan Minuman
Pustakaloka
Otomotif
Furnitur
Agroindustri
Musik
Muda
Fokus
Esai Foto
Sorotan
Ekonomi Rakyat
Swara
Pergelaran
Ekonomi Internasional
Teropong
Wisata
Perbankan
Pengiriman & Transportasi
Investasi & Perbankan
Pendidikan Dalam Negeri
Pendidikan Luar Negeri
Bahari
Didaktika
Ilmu Pengetahuan
Pixel
Bingkai
Bentara
Telekomunikasi
Kesehatan
Properti
Pendidikan
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Selasa, 02 Maret 2004

Kabupaten Aceh Tamiang

DI abad ke-12 wilayah ini merupakan suatu kerajaan yang pernah mencapai puncak kejayaan di bawah pimpinan Raja Muda Sedia (1330–1336). Dalam perjalanannya, Kerajaan Tamiang-demikian sebutan kerajaan itu-mendapat Cap Sikureung dan hak Tumpang Gantung dari Sultan Aceh Darussalam atas wilayah Negeri Karang dan Negeri Kejuruan Muda.

LALU dalam perkembangannya, pada tahun 1908 terjadi perubahan Staatblad No 112 Tahun 1878, yakni wilayah Tamiang dimasukkan ke dalam Geuvernement Aceh en Onderhorigheden. Artinya, wilayah tersebut berada di bawah status hukum Onderafdeling.

Ada beberapa bukti sejarah yang menunjukkan keberadaan Kerajaan Tamiang, seperti Prasasti Sriwijaya, Buku Wee Pei Shih yang mencatat negeri Kan Pei Chiang (Tamiang), dan Buku Nagarakretagama menyebut "Tumihang", serta benda-benda peninggalan budaya yang terdapat pada situs Tamiang.

Bukti-bukti itulah yang kemudian digunakan untuk memakai nama Tamiang sebagai usulan bagi pemekaran status wilayah Pembantu Bupati Aceh Timur Wilayah III yang meliputi wilayah bekas Kewedanaan Tamiang. Terbentuknya Kabupaten Aceh Tamiang ini berdasarkan UU No 4 Tahun 2002 tertanggal 10 April 2002 dan resmi sebagai kabupaten otonom pada 2 Juli 2002.

Kabupaten ini lahir antara lain juga karena didukung oleh berbagai potensi daerah yang dimilikinya. Di wilayah ini terdapat Perusahaan Minyak Nasional (Pertamina) yang memberikan kontribusi besar bagi perkembangan Kabupaten Tamiang. Selain itu di daerah ini juga terdapat potensi kelautan, berupa tambak udang dan tambak ikan. Potensi ini tergambar dalam lambang kabupaten berupa dua riak air laut dan tujuh anak tangga menara minyak. Angka dua dan tujuh melambangkan hari lahir kabupaten tersebut, 2 Juli.

Aceh Tamiang memang kaya akan bahan-bahan mineral, antara lain minyak dan gas bumi, batu gamping, dolomit, dan andesit. Bahan-bahan tambang ini tersebar di kecamatan-kecamatan Aceh Tamiang. Bahan tambang yang sudah diolah hanya minyak bumi dan dolomit.

Minyak bumi dikelola sepenuhnya oleh Pertamina DOH-NAD Rantau. Minyak dan gas bumi yang telah dieksploitasi ini tersebar di wilayah Kecamatan Karang Baru, Rantau, dan Kejuruan Muda. Adapun penyebaran minyak bumi dan gas bumi yang potensial terdapat di lepas pantai wilayah Kecamatan Bendahara dan Seruway. Rata-rata setiap tahun kontribusi minyak bumi bagi produk domestik regional bruto (PDRB) mencapai sekitar 17 persen.

Sementara itu, bahan tambang golongan C yang berupa dolomit, batu kapur/batu gamping, batu pasir, kerikil, dan batu apung tersebar di Kecamatan Kejuruan Muda dan Tamiang Hulu. Potensi bahan mineral yang paling dominan adalah batu gamping dan dolomit.

Sampai saat ini sektor pertanian masih memegang peranan penting dalam perekonomian Tamiang. Sebab, di samping sebagian besar penduduk berdiam di desa, perkembangan perekonomiannya didominasi oleh hasil komoditas pertanian. Sumbangannya dalam lima tahun terakhir bagi PDRB rata-rata mencapai 40 persen lebih, dan kontribusi terbesar diperoleh dari tanaman bahan pangan, sekitar 20 persen.

Penduduk Tamiang umumnya bermata pencarian sebagai petani. Sebanyak 29.201 rumah tangga petani menggeluti dunia bercocok tanam, terbanyak berada di Kecamatan Kejuruan Muda (7.093 rumah tangga). Luas lahan pertanian produktif mencapai 210.279 hektar menghasilkan beberapa jenis hasil komoditas pertanian. Tanaman pangan yang biasa ditanam penduduk adalah padi, palawija, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Padi dan tanaman sayuran menjadi andalan daerah ini. Luas tanam padi mencapai 23.136 hektar menghasilkan 65.304 ton pada tahun 2001. Umumnya lahan sawah di daerah ini berupa sawah tadah hujan, luasnya 17.968 hektar. Adapun total produksi tanaman sayuran sebesar 17.692 ton.

Tanaman perkebunan yang dibudidayakan di antaranya adalah karet, kelapa sawit, kopi, kelapa, kakao, dan jeruk. Total luas areal perkebunan mencapai 101.179 hektar yang terbagi dalam perkebunan rakyat 23.392 hektar dan perkebunan swasta 77.787 hektar. Dari sektor perkebunan, kelapa sawit menjadi andalan. Areal perkebunan ini mencapai 30.000 hektar lebih yang tersebar di hampir semua kecamatan-kecuali di Kuala Simpang-dengan produksi 300.000 ton lebih.

Perkebunan ini selain milik swasta (27.938 hektar dengan produksi 262.067 ton) juga milik rakyat (6.869 hektar dengan produksi 65.471 ton). Sebanyak 3.073 rumah tangga petani menggantungkan hidup dari lahan usaha ini. Hasil perkebunan tersebut kemudian dikirim ke pabrik kelapa sawit yang ada di Aceh Tamiang yang dimiliki oleh perusahaan BUMN dan BUMD, seperti PT Socfindo, PT Simpang Kiri Plantation Indonesia, dan PT Parasawita.

Untuk menunjang pemasaran berbagai komoditas tersebut, sektor perhubungan memegang peranan penting, terutama transportasi darat yang berperan sebagai jasa angkutan barang maupun orang, baik antardesa dalam kabupaten maupun antarkota. Peranan transportasi darat ini menjadi vital sejak kereta api tidak lagi beroperasi di Nanggroe Aceh Darussalam.

Jaringan jalan di Aceh Tamiang saat ini terdiri dari 187 ruas jalan, baik jalan negara/provinsi, jalan kabupaten maupun jalan kecamatan/desa. Sepanjang 764 kilometer merupakan jalan kabupaten/kecamatan yang terdiri dari 242 kilometer jalan aspal, 452 kilometer jalan kerikil, serta 70 kilometer jalan tanah. Prasarana perhubungan laut dan udara sampai saat ini di Aceh Tamiang belum tersedia sehingga untuk sementara masih memanfaatkan Pelabuhan Kuala Langsa di Kota Langsa, Pelabuhan Belawan dan Bandara Polonia, Medan.

Angkutan air melalui sungai juga cukup menjadi andalan. Wilayah Aceh Tamiang dialiri dua cabang sungai besar, yaitu Sungai Tamiang-yang terbagi menjadi Sungai Simpang Kiri dan Sungai Simpang Kanan-dan Sungai/Krueng Kaloy. Keberadaan sungai ini bagi masyarakat di hulu maupun hilir sangat bermanfaat, selain untuk pengairan tanaman pertanian juga sebagai prasarana transportasi, baik untuk mengangkut produksi pertanian, perkebunan, maupun untuk mengangkut bahan-bahan kebutuhan konsumsi, dagang, dan konstruksi.

MG Retno Setyowati Litbang Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Aceh Tamiang

·

Agroindustri Kunci Utamanya



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS