Rubrik
Berita Utama
International
Metropolitan
Naper
Nusantara
Bisnis & Investasi
Finansial
Opini
Olahraga
Politik & Hukum
Humaniora
Pemilihan Umum 2004
Jawa Barat
Berita Yang lalu
Jendela
Otonomi
Audio Visual
Rumah
Teknologi Informasi
Dana Kemanusiaan
Makanan dan Minuman
Pustakaloka
Otomotif
Furnitur
Agroindustri
Musik
Muda
Fokus
Esai Foto
Sorotan
Ekonomi Rakyat
Swara
Pergelaran
Ekonomi Internasional
Teropong
Wisata
Perbankan
Pengiriman & Transportasi
Investasi & Perbankan
Pendidikan Dalam Negeri
Pendidikan Luar Negeri
Bahari
Didaktika
Ilmu Pengetahuan
Pixel
Bingkai
Bentara
Telekomunikasi
Kesehatan
Properti
Pendidikan
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Kamis, 04 Maret 2004

Kabupaten Gayo Lues

Belum genap dua tahun menjadi kabupaten baru, beberapa perubahan sudah tampak mencolok di ibu kota Kabupaten Gayo Lues, Blangkejeren. Pasar yang semula hanya berlangsung seminggu sekali kini buka setiap hari.

HARGA sewa rumah juga melesat tajam. Rumah papan berkamar dua yang tiga tahun lalu sewa per tahunnya tak sampai Rp 75.000 kini sudah mencapai Rp 2,5 juta per tahun.

Melambungnya harga properti dipicu, antara lain, oleh rencana pembangunan jalan yang kerap disebut Ladia Galaska, kepanjangan dari Lautan Hindia, Gayo, Alas, dan Selat Malaka. Jalan ini hendak menghubungkan pesisir barat dan timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Blangkejeren sangat strategis, berlokasi di tengah jalur Ladia Galaska, sehingga diincar pedagang-pedagang partai besar dari Medan. Mereka bermaksud mendirikan gudang tempat penyimpanan di kecamatan paling padat itu. Dengan adanya gudang, mata rantai pengiriman dagangan dari Medan hingga Sigli akan lebih mudah dan efektif.

Gara-gara harga bangunan dan tanah tinggi, pemerintah kabupaten (pemkab) sulit membebaskan lahan. Padahal, diperlukan sejumlah areal untuk perkantoran dan berbagai fasilitas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Jalan keluar yang dipilih akhirnya adalah dengan memindahkan pusat pemerintahan ke Desa Cinta Maju di Kecamatan Kuta Panjang, sekitar tiga kilometer sebelah barat ibu kota saat ini. Tanah yang ada di bakal ibu kota tersebut memang tidak seproduktif di kecamatan lain. Kesuburan yang rendah ditambah dengan kesulitan air menyebabkan daerah ini kurang diminati untuk dijadikan lahan pertanian ataupun perkebunan. Saat ini pembangunan kantor bupati di Cinta Maju sudah dimulai. Nantinya perumahan pegawai negeri sipil pun dibangun di sini.

Meski pusat pemerintahan dikendalikan dari Cinta Maju, pusat perekonomian tetap ditempatkan di ibu kota saat ini. Blangkejeren yang terletak di daerah landai dan dikelilingi perbukitan pinus ini memiliki penduduk bermata pencaharian di bidang perdagangan dan jasa paling banyak dibandingkan keempat kecamatan lainnya. Modal aksesibilitas tinggi di tengah Ladia Galaska akan menambah kecepatan roda ekonomi. Efek samping lain, jalan ini akan memecahkan salah satu masalah besar penduduk, yakni sulitnya transportasi.

Tanpa jalan ini tak ada prasarana yang menghubungkan Banda Aceh dan Gayo Lues. Bila hendak ke ibu kota provinsi harus melintas batas Provinsi Sumatera Utara (Sumut) hingga sampai di Medan dulu, baru ke Banda Aceh. Dengan rute memutar seperti ini diperlukan kira-kira 24 jam dengan kendaraan umum untuk mencapai Banda Aceh dari Gayo Lues.

Dengan kondisi ini penjualan hasil-hasil alam lebih banyak terarah ke Medan dibandingkan ke Banda Aceh. Lagi pula, para pengusaha Medan sudah punya jaringan sendiri untuk membeli berbagai komoditas dari kabupaten yang terletak di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut itu. Mereka memiliki anak buah yang turun ke ladang dan membeli panen langsung dari petani.

Hasil sayuran, seperti cabe besar, dikirim ke ibu kota Sumut dengan menggunakan kendaraan selama satu malam. Dengan kapasitas pengiriman mencapai 15 ton per hari, cabe asal Gayo Lues meraup sekitar 20 persen pasar cabe di Medan. Sisanya disuplai oleh cabe kiriman daerah lain yang dekat dengan Medan, seperti Berastagi di Kabupaten Karo. Sepanjang tahun 2003, tak kurang 2.000 ton cabe sudah dipanen dan dijual.

Budidaya sayuran dan tumbuhan lain yang termasuk dalam kelompok tanaman pangan mendapat peran sangat signifikan dalam perekonomian. Sekurang-kurangnya 28 persen kegiatan ekonomi dihasilkan oleh bidang ini. Sebagian besar atau sekitar 54 persen penduduk pecahan dari Kabupaten Aceh Tenggara ini bermata pencaharian sebagai petani tanaman pangan.

Daerah tinggi cocok pula untuk beberapa jenis tanaman perkebunan. Kecamatan Terangon di bagian barat kabupaten yang relatif lebih subur dibandingkan kecamatan lain menjadi sentra pembudayaan kopi arabika. Jenis kopi ini dijual ke Medan dalam bentuk biji kering dan dari sana diekspor ke Eropa. Kecamatan yang semula jarang penduduknya dan akhirnya digunakan sebagai tempat tinggal transmigran asal Jawa ini juga menjadi tempat pembudidayaan nilam, tembakau jenis virginia, dan kakao.

Hutan pinus yang tersebar di semua kecamatan juga menjadi lahan pengembangan tanaman serai wangi. Setelah disuling, tanaman yang mudah beradaptasi dan tidak dikonsumsi oleh hewan ini dibawa ke Medan untuk diolah lagi, kemudian dikirim ke Singapura. Tahun 2003, sekitar 570 ton hasil sulingan dikirim ke Sumut.

Sayangnya, pembangunan jalan yang akan membuka akses ke kantong produksi Gayo Lues ini banyak mendapatkan sorotan yang mempertanyakan dampak negatif. Kekhawatiran akan kerusakan taman nasional yang selama ini dipopulerkan sebagai "paru-paru dunia" ini menjadi alasan pengelola Taman Nasional Gunung Leuser, Unit Manajemen Leuser (UML), keberatan. Padahal, rute Blangkejeren dan Kutacane ini memang sudah sejak zaman Belanda melintasi taman nasional dan akan ditingkatkan kualitasnya dengan proyek Ladia Galaska.

Pemkab harus memilih yang mana: menyetujui proyek dengan niat baik mendorong perekonomian daerah atau menolak pembangunan jalan tersebut dengan alasan ketakutan akan kerusakan alam? Harus diakui, tugas pemkab memang sulit: melaksanakan pemerintahan di daerah yang lebih dari 60 persen wilayahnya dikuasai oleh UML dan mendapat dukungan kuat serta donasi dari mancanegara. Apalagi dengan kondisi Aceh saat ini. Segala sesuatu yang menyangkut perencanaan pembangunan harus dibicarakan dengan Penguasa Darurat Militer Daerah terlebih dahulu, juga harus didiskusikan dengan UML yang perwakilannya justru ada di Medan, Sumut-bukan di dekat taman nasional.

Ratna Sri Widyastuti Litbang Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Gayo Lues

·

Mencari Celah di Balik Hutan Lindung



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS