Kota Padangsidimpuan
KOTA Salak. Julukan itu disematkan untuk Kota Padangsidimpuan. Meski terkenal sebagai kota salak, wilayah ini bukan daerah penghasil buah bersisik dan berbiji tiga itu. Salak yang diperjualbelikan di kota ini berasal dari Kecamatan Padangsidimpuan Barat, Padangsidimpuan Timur, Sias, dan Batang Toru. Keempat kecamatan itu masuk dalam wilayah Kabupaten Padangsidimpuan.
M>small 2small 0< kota ini pemasaran salak yang dihasilkan dari kebun-kebun di kabupaten tetangga itu sampai ke Pekanbaru dan Medan. Memang sejak awal sejarahnya, kota yang berada di bagian barat Provinsi Sumatera Utara itu adalah pusat perdagangan di wilayah Tapanuli. Ia juga menjadi ibu kota Kabupaten Padangsidimpuan. Namun, pada Oktober 2001 wilayah itu menjadi daerah otonom.
Aktivitas perdagangan di kota ini ditunjang oleh letaknya yang strategis. Selain berada pada jalur lintas tengah Sumatera Utara, ia terletak di pertigaan jalur jalan raya. Jalur pertama menghubungkannya dengan Kota Medan di bagian utara. Jalur kedua menghubungkan kota ini dengan Pekanbaru, Provinsi Riau, di bagian tenggara. Jalur terakhir menghubungkannya dengan Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat, di selatan. Karena posisinya itu, kota ini juga sering disebut sebagai kota transit.
Posisi yang menguntungkan itu membuat transportasi darat dari dan ke kota ini mudah. Ada tiga alternatif dari kota ini menuju Medan. Alternatif pertama Medan-Tarutung-Sibolga-Padangsidimpuan. Pilihan lainnya adalah Medan-Rantau Parapat-Gunung Tua-Padangsidimpuan. Alternatif terakhir Medan-Tarutung-Sipirok-Padangsidimpuan. Lama perjalanan darat rata-rata 10 jam.
Jika ingin lebih singkat, transportasi udara menjadi pilihan. Meski tidak memiliki bandar udara, keberadaan dua bandara perintis di daerah tetangga, yakni Pinangsori di Kota Sibolga dan Aek Godang di Kabupaten Tapanuli Selatan, mendukung akses ke dan dari daerah ini.
Dalam seminggu ada tiga kali penerbangan dengan menggunakan CN 235 berkapasitas sekitar 30 orang. Penerbangan yang memakan waktu 55 menit itu berbiaya Rp 325.000. Dari kedua bandara itu masih harus dilanjutkan dengan perjalanan darat: dari Sibolga sekitar 2 jam dan dari Tapanuli Selatan sekitar 1 jam.
Dari sembilan lapangan usaha, sektor pengangkutan dan komunikasi menjadi kontributor terbesar dalam nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Padangsidimpuan. Kegiatan ekonomi di sektor itu menghasilkan tidak kurang dari Rp 173,6 miliar. Nilai ini setara dengan 31,6 persen dari total PDRB yang berjumlah Rp 549,4 miliar. Dalam sektor itu, subsektor pengangkutan sendiri menghasilkan Rp 109,4 miliar. Kontributor kedua adalah sektor industri pengolahan yang menghasilkan sekitar Rp 158,9 miliar. Adapun kegiatan ekonomi di bidang perdagangan memberikan tidak kurang dari Rp 64,6 miliar.
Sebagai daerah yang berada pada jaringan jalan yang menghubungkan Kota Medan, Bukittinggi, Pekanbaru, Sibolga, dan Tarutung, kota ini mendapat keuntungan lain. Ia mendapat manfaat kegiatan ekonomi dari dua provinsi tetangga, yakni Sumatera Barat dan Riau. Dengan kemudahan sarana angkutan umum, mobilitas barang dan distribusi hasil bumi di kota ini menjadi lancar.
Pasar-pasar di kota ini menjadi tempat memasarkan hasil hutan dan kebun dari daerah di sekitar Kota Padangsidimpuan, seperti Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal. Komoditas dari daerah tetangga yang masuk ke kota ini, antara lain, kemiri, kulit manis, kopi, cokelat, karet, dan damar.
Dari lahan pertanian di Kota Padangsidimpuan sendiri dihasilkan tomat dan cabe. Kedua tanaman sayuran yang menjadi unggulan itu dihasilkan dari lahan di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan dan Padangsidimpuan Utara. Cabe dan tomat dari kota ini menjadi konsumsi masyarakat di Kabupaten Labuhan Batu.
Salah satu pusat kegiatan perdagangan kota ini adalah Pasar Baru. Namun, setelah lokasi itu musnah ditelan api pada tahun 2001, kegiatan perdagangan tersebar di beberapa pasar kecamatan. Misalnya, Pasar Sadabuang di Kecamatan Padangsidimpuan Utara dan Pasar Padang Matinggi di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan. Di lokasi bekas kebakaran itu pemerintah kota membangun pusat perdagangan baru yang direncanakan selesai pada Juni 2004.
Berbagai hasil bumi yang masuk dan dipasarkan di kota ini membuka peluang untuk mengembangkan industri kecil dan menengah. Yang potensial dikembangkan adalah pembuatan manisan salak dan pengolahan kulit manis menjadi serbuk kulit manis.
Kulit manis yang berasal dari Kecamatan Padangsidimpuan Timur di Kabupaten Tapanuli Selatan umumnya dipasarkan di kota ini dalam bentuk apa adanya. Kulit manis itu akan bernilai tambah bila diolah. Jika diubah menjadi serbuk atau dipotong kecil-kecil, bisa digunakan sebagai penyedap makanan dan minuman.
Untuk pengembangan industri kecil dan menengah, kota ini memiliki lahan kosong dan potensial. Lahan itu berada di Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, Padangsidimpuan Hutaimbaru, dan Padangsidimpuan Tenggara.
Selain sebagai pusat perdagangan, tempat pengembangan industri kecil dan menengah, kota ini juga bertekad menjadi kota pendidikan. Guna merealisasi fungsi kota yang beraneka ragam itu, infrastruktur kota ini harus dibenahi. Kini sedang dibuat jalur lingkar sepanjang 10,25 km dari Kecamatan Sipirok di Kabupaten Tapanuli Selatan ke Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara.
Jalan lingkar itu akan difungsikan untuk kendaraan berat, seperti bus dan truk, sehingga tidak lagi menggunakan jalan di dalam kota. Keuntungan lain yang diperoleh adalah menumbuhkan kegiatan ekonomi di daerah yang dilalui jalan lingkar itu.
BE Julianery Litbang Kompas