Rubrik
Berita Utama
Finansial
International
Metropolitan
Naper
Nusantara
Bisnis & Investasi
Opini
Olahraga
Politik & Hukum
Humaniora
Jawa Barat
Berita Yang lalu
Pustakaloka
Otonomi
Audio Visual
Rumah
Teknologi Informasi
Fokus
Jendela
Otomotif
Furnitur
Agroindustri
Musik
Muda
Dana Kemanusiaan
Esai Foto
Swara
Sorotan
Pergelaran
Ekonomi Internasional
Wisata
Properti
Telekomunikasi
Interior
Teropong
Perbankan
Pengiriman & Transportasi
Investasi & Perbankan
Pendidikan Dalam Negeri
Pendidikan Luar Negeri
Ekonomi Rakyat
Pendidikan
Didaktika
Ilmu Pengetahuan
Pixel
Bingkai
Bentara
Kesehatan
Makanan dan Minuman
Bahari
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Kamis, 08 April 2004

Kota Pariaman

AKHIRNYA penduduk di wilayah ini resmi menjadi orang kota. Meski sempat terjadi penolakan oleh sebagian kalangan, mulai 2 Juli 2002 daerah tempat tinggal mereka dikukuhkan sebagai daerah kota yang otonom.

PARIAMAN, yang berarti daerah yang aman, berlokasi di pesisir Lautan Hindia, di atas areal seluas 73,36 kilometer persegi. Besarnya tak sampai satu persen, atau hanya 0,17 persen dari luas Provinsi Sumatera Barat. Wilayah yang semula berstatus kota administratif tersebut sebelumnya berada di lingkup Kabupaten Padang Pariaman, yang kini mengelilinginya.

Wilayah ini memisahkan diri dengan membawa sebagian "nyawa" induknya. Produktivitas padi di tiga kecamatannya, yaitu Pariaman Utara, Tengah, dan Selatan, umpamanya, menunjukkan angka 5,46 ton per hektar. Jumlah tersebut di atas rata-rata produktivitas padi kabupaten induk sebesar 5,38 ton per hektar di tahun 2001.

Penyelenggaraan hoyak tabuik yang digelar tiap 1-10 Muharam-semula digelar Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman-pun harus rela diserahkan kepada Pemerintah Kota Pariaman. Pesta rakyat setahun sekali untuk memperingati keturunan Nabi Muhammad SAW ini potensial menyedot wisatawan.

Tak hanya dari dalam negeri, pelancong dari luar negeri pun datang untuk menyaksikan ritual yang telah berubah bentuknya menjadi pesta budaya. Uang pun akan mengalir dari kantung para pengunjung setiap kali ada perhelatan acara tersebut.

Meski predikatnya bukan lagi sebagai bagian kabupaten, secara fisik daerah ini belum begitu sempurna sebagai kota. Selain terbangun dari banyak desa, yaitu 55 desa dan 16 kelurahan, sebagian besar tanahnya pun masih berupa sawah, ladang, dan pekarangan. Pemanfaatan lahan sebesar 79,8 persen di bidang pertanian menjelaskan hal tersebut.

Di sebelah utara kota, tepatnya di Kecamatan Pariaman Utara, aneka tanaman bahan pangan, seperti padi dan palawija, begitu mudah dijumpai. Meski produksinya sempat turun 2,5 persen di tahun 2002 menjadi 26.588,26 ton, padi tetap menjadi komoditas unggulan yang mampu memenuhi kebutuhan setempat.

Berbagai sayuran, buah-buahan, dan tanaman perkebunan juga banyak dibudidayakan di tempat ini. Sekurang-kurangnya 24,56 kilometer persegi, atau 86 persen dari luas Kecamatan Pariaman Utara, digunakan untuk lahan pertanian. Areal tersebut merupakan yang terluas di antara dua kecamatan lainnya.

Melinjo dan pisang jantan adalah produk yang diunggulkan selama ini. Hasil olahan melinjo menjadi kerupuk baguak, sebutan bagi emping melinjo, banyak dijual para pedagang kaki lima di kota ini. Sedangkan pisang jantan pasarannya telah sampai ke Pulau Jawa.

Hasil perikanan, baik darat maupun laut, punya peran juga terhadap perputaran ekonomi kota. Tongkol, tuna, tembang, kembung, cakalang, selar, dan teri merupakan jenis biota laut yang nilainya tinggi. Berbagai jenis komoditas tersebut menghasilkan sekurang-kurangnya Rp 35,8 miliar setahun.

Jumlah tersebut tentu belum maksimal mengingat potensi daerah bergaris pantai sepanjang 12 kilometer ini masih bisa digali lebih banyak lagi. Kelengkapan sarana dan prasarana perikanan akan mengantisipasi turunnya produksi sebesar 45 persen. Apalagi jika mata pencaharian ini tidak hanya dijadikan sebagai sambilan saja, seperti yang dilakukan oleh 60 persen nelayan di wilayah ini.

Hasil pertanian, termasuk di dalamnya peternakan, kehutanan, dan perikanan, menguasai seperempat kegiatan ekonomi kota yang total nilainya mencapai Rp 554,4 miliar. Rata-rata produksi padi, palawija, serta tanaman keras menunjukkan penurunan pada periode 2001-2002, namun tidak menggeser kedudukannya sebagai pemasok terbesar ekonomi Pariaman.

Kentalnya nuansa pedesaan rupanya tidak secara langsung berhubungan dengan mata pencaharian penduduk setempat. Buktinya, mayoritas penghuni kota ini bergerak di sektor jasa dan perdagangan. Dari 22.280 penduduk usia kerja, 55 persennya mencari nafkah di dua bidang terebut.

Pusmol, sebutan populer bagi satu-satunya mol (mal) yang berdiri di pusat kota, menjadi salah satu pusat keramaian kota. Bangunan tersebut mendampingi Pasar Nagari, pusat perbelanjaan lainnya yang sudah ada lebih dulu. Sayangnya, di tengah kesibukan pembangunan fasilitas kota, pasar semi tradisional terbesar itu justru terbakar. Setidaknya 70 persen dari bangunan hangus dimakan api dan belum diketahui langkah selanjutnya untuk mengantisipasi hal tersebut.

Perkembangan industri kecil dan industri rumah tangga berperan pula menggiatkan perekonomian Pariaman. Usaha pembuatan perabot dan perlengkapan rumah tangga, industri makanan, tekstil, dan pakaian jadi juga menyerap banyak tenaga kerja. Dari sektor ini, kegiatan ekonomi kota disumbang sebanyak Rp 65,2 miliar atau setara dengan 11,8 persen dari keseluruhan. Jumlah tersebut mengimbangi peran sektor perdagangan kota.

Sulaman indah dan bordir adalah hasil keluaran industri kerajinan yang banyak digeluti masyarakat setempat. Keduanya berpotensi mempercepat pergerakan ekonomi kota dan menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Industri sulaman indah di tahun 2002, misalnya, telah bertambah 25 unit dibandingkan dengan tahun sebelumnya, menjadi 190 unit. Pekerja yang terlibat di dalamnya pun meningkat 147 orang dari semula 983 orang.

Demikian juga halnya dengan bordir. Pada periode yang sama terjadi penambahan jumlah perajin sebesar 27 persen dari 643 pekerja. Tenaga sebanyak itu mengiringi peningkatan 15 persen unit usaha dari semula 112 unit usaha.

Nareh, sebutan populer untuk Desa Naras, adalah tempat yang tepat untuk mencari kedua kerajinan khas Pariaman tersebut. Lokasinya mudah dijangkau karena berada di pusat kota, di Kecamatan Pariaman Tengah. Para perajin dengan segala kreativitas dan ketekunannya sangat mudah dijumpai di rumah-rumah penduduk.

Komoditas yang sekaligus berfungsi sebagai cendera mata itu telah merambah hingga ke mancanegara, khususnya ke Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Australia. Beberapa jenis kerajinan yang dihasilkan berupa pelaminan, pakaian anak daro untuk pengantin perempuan, dan mara pulai untuk pengantin laki-laki.

Permukiman penduduk secara keseluruhan hanya menempati lahan seluas 17,5 persen dari wilayah kota. Sebagian besar dari mereka terpusat di Kecamatan Pariaman Tengah. Alasannya jelas karena di sini banyak terdapat gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, hingga terminal bus, baik antarkota maupun dalam kota, yang memudahkan aktivitas masyarakat. Terminal Kampung Pondok dan Terminal Jati melayani penumpang yang akan ke luar masuk kota. Sementara itu, untuk keperluan di dalam kota bisa melalui Terminal Pasar Pariaman.

Hingga saat ini tak ada masalah dengan fasilitas jalan. Tahun 2002, Kota Pariaman telah memiliki jalan raya sepanjang 222,57 kilometer, dengan rincian 90 persen merupakan jalan kota dan sisanya milik provinsi. Sayangnya, dari jumlah tersebut, yang sudah diaspal tak lebih dari 29,5 persen.

Meskipun demikian, umumnya jalan dalam kondisi baik. Akan tetapi, perlu tetap mendapat perhatian mengingat pertambahan kendaraan yang kian tinggi dari tahun ke tahun. Kendaraan bermotor, misalnya, telah menembus angka 21.434 unit, bertambah 12,4 persen pada periode 2001-2002. (Nila Kirana/Litbang Kompas)

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kota Pariaman

·

Kota yang Kaya Potensi, tetapi Pemerintahnya Lamban



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS