Rubrik
Berita Utama
International
Metropolitan
Naper
Nusantara
Bisnis & Investasi
Finansial
Opini
Olahraga
Jawa Barat
Humaniora
Politik & Hukum
Berita Yang lalu
Jendela
Otonomi
Audio Visual
Rumah
Teknologi Informasi
Dana Kemanusiaan
Makanan dan Minuman
Pustakaloka
Otomotif
Furnitur
Agroindustri
Musik
Muda
Fokus
Esai Foto
Wisata
Swara
Didaktika
Properti
Telekomunikasi
Interior
Ekonomi Rakyat
Teropong
Ekonomi Internasional
Perbankan
Pengiriman & Transportasi
Investasi & Perbankan
Pendidikan Dalam Negeri
Pendidikan Luar Negeri
Bahari
Ilmu Pengetahuan
Pixel
Bingkai
Bentara
Kesehatan
Pergelaran
Sorotan
Pendidikan
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Selasa, 27 April 2004

Kabupaten Banyuasin

BAGAI mobil angkutan yang sarat penumpang, tetapi tidak bisa berjalan karena bahan bakarnya habis. Itulah gambaran Banyuasin. Wilayah yang bertopografi dataran rendah pesisir ini sarat potensi. Sayang, fasilitas pendukung minim dan terbatas sehingga Banyuasin tertatih-tatih mengelola potensi yang dimiliki.

SEBENARNYA, dataran rendah pesisir ini kaya potensi perkebunan, pertanian tanaman pangan, perikanan, dan industri. Akan tetapi, banyak kendala untuk mengembangkan potensi tersebut. Kendala yang umum dialami oleh daerah baru adalah terbatasnya kualitas dan kuantitas transportasi. Padahal, transportasi penting untuk pemasaran hasil pertanian dan lalu lintas antarkecamatan. Sampai saat ini, dari 11 kecamatan, hanya Kecamatan Betung, Rantau Bayur, Banyuasin III, dan Rambutan yang dilalui transportasi darat. Sisanya masih harus menggunakan transportasi air. Bahkan, dari 711 kilometer panjang jalan, hanya 11 persen yang kondisinya baik.

Sebagian wilayah Banyuasin merupakan lahan pasang surut. Jika tidak dikelola dengan baik, sektor-sektor potensial yang bergantung pada lahan tersebut kelak kurang bermanfaat. Kunci utama pengelolaan lahan pasang surut adalah saluran irigasi yang harus dirawat.

Lahan pasang surut dimanfaatkan untuk areal transmigrasi yang programnya dimulai tahun 1980-an. Transmigran ditempatkan di Makarti Jaya, Muara Telang, Muara Padang, dan Pulau Rimau. Sampai saat ini transmigran yang masih dalam proses pembinaan 3.687 keluarga atau 16.679 jiwa. Selain empat kecamatan tersebut, tiga kecamatan lain-Banyuasin I, II, dan III-juga dimanfaatkan untuk keperluan sejenis. Sampai tahun 2003, sekitar 14.700 hektar cadangan lahan untuk transmigrasi. Cadangan lahan yang bisa menampung lebih kurang 4.000 keluarga itu tersebar di Kecamatan Banyuasin I dan II, Muara Padang, Pulau Rimau, serta Makarti Jaya.

Setiap keluarga transmigran diberi jatah 2-2,5 hektar lahan pasang surut untuk dikelola. Awal tahun penempatan, mereka diberi jatah beras dan lauk pauk. Mereka juga diberi bibit padi, palawija, dan tanaman buah untuk tanaman pekarangan. Tahun kedua, mereka diberi jatah mengolah lahan pertanian yang ditanami kelapa sawit.

Lahan kelapa sawit di areal transmigrasi dikelola dengan pola inti plasma yang melibatkan perusahaan swasta. Luas areal kebun plasma 12.947 hektar, tersebar di lokasi-lokasi transmigrasi. Selain itu, sekitar 500 hektar dikelola rakyat secara turun-temurun. Meski luas lahan tersebut kecil, pada tahun 2002 rakyat sanggup memproduksi 799 ton tandan buah kering kelapa sawit.

Pengelolaan kebun kelapa sawit juga melibatkan perusahaan negara PT Perkebunan Nusantara VII di Kecamatan Betung. Luas arealnya 17.226 hektar. Pengelolaan perkebunan kebanyakan dilakukan swasta yang menguasai 60 persen areal. Produksinya 557.993 ton pada tahun 2002.

Kelapa yang menghasilkan minyak sawit ini bisa ditanam di lahan kering dan pasang surut. Di lahan pasang surut hasil panen 30 persen lebih banyak daripada lahan kering. Sawit di lahan kering saat musim kemarau produksinya sedikit melorot. Berbeda dengan sawit lahan pasang surut yang produksinya tidak bergantung cuaca. Namun, pengelolaan lahan pasang surut masih mahal karena harus membangun sistem drainase di tempat tersebut.

Kelapa sawit, kelapa dalam, dan karet adalah unggulan sektor perkebunan. Luas tanam karet dan kelapa dalam tak bisa dikembangkan karena hanya bisa hidup di lahan kering. Luas total perkebunan 166.122 hektar. Meski 16 persen dari luas wilayah Banyuasin, pada tahun 2002 perkebunan itu memberi kontribusi Rp 381 miliar pada kegiatan ekonomi Banyuasin.

Pertanian juga memanfaatkan lahan pasang surut. Sejak masih bergabung dengan Musi Banyuasin, Kecamatan Banyuasin I, II, dan III, Makarti Jaya, serta Rantau Bayur adalah sentra penghasil padi. Pada 2003 luas areal sawah yang sekitar 18 persen dari luas Banyuasin ini memproduksi 427.891 ton padi. Potensi tanaman padi masih bisa dikembangkan mengingat 60 persen penduduk bekerja di lapangan usaha tanaman pangan, yang pada tahun 2002 memberi kontribusi kegiatan ekonomi Rp 451 miliar.

Perikanan juga menguntungkan. Wilayah yang berbatasan dengan Selat Bangka ini mempunyai panjang pantai 275 kilometer dan luas perairan laut 1.765 kilometer persegi. Produksi ikan laut 49.339 ton dihasilkan penduduk Kecamatan Banyuasin II, Muara Padang, dan Makarti Jaya. Tidak hanya perikanan laut yang berkembang. Perikanan darat pun demikian, terutama di perairan payau dan air tawar. Kedua perairan ini banyak terdapat di Kecamatan Muara Padang, Banyuasin I, II, dan III, Pulau Rimau, Makarti Jaya, Talang Kelapa, serta Rambutan. Unggulan perikanan darat adalah gabus, sepat, dan belida yang digunakan untuk bahan baku utama industri kerupuk kemplang. Potensi perikanan darat 163.000 ton dan baru termanfaatkan sekitar 7 persen.

Banyuasin tidak hanya berpotensi pada sektor primer, sektor sekunder seperti industri juga sangat berkembang. Hasilhasil pertanian Banyuasin, seperti perkebunan, kehutanan, perikanan, dan tanaman pangan, mampu diolah di dalam wilayah sendiri. Industri menjadi urat nadi pertumbuhan ekonomi kabupaten yang berbatasan dengan Provinsi Jambi ini. Didominasi oleh industri kecil pada tahun 2002, Banyuasin mencatat kegiatan ekonomi Rp 2,9 triliun.

Sampai tahun 2002, sekitar 20 agroindustri perkebunan, seperti industri minyak goreng, minyak sawit mentah (CPO), serta crumb rubber. Agroindustri ini sebagian besar ada di Kecamatan Banyuasin I, II, dan III, serta Betung. Pada tahun yang sama, agroindustri kehutanan 242 buah, seperti industri sawmill moulding, plywood, komponen mebel, dan anyaman rotan. Ada juga industri pendinginan dan pengawetan hasil perikanan (cold storage) yang mendukung kemajuan perikanan laut. Selain kerupuk kemplang, agroindustri perikanan juga menghasilkan terasi, ikan asin, dan ikan selai di Kecamatan Banyuasin II dan III. Hasil pertanian tanaman pangan, seperti padi dan ubi kayu, diolah dalam industri pengolahan padi dan tepung tapioka di Kecamatan Muara Telang.

Hasil industri menembus pasar internasional, di antaranya ikan segar, ikan beku, udang, kayu lapis, minyak kelapa sawit, dan arang kayu gelam. Sayang, semua komoditas tersebut belum bisa diekspor langsung dari Pelabuhan Banyuasin. Selama ini ekspor dilakukan melalui pelabuhan laut Palembang.

M Puteri Rosalina Litbang Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Banyuasin

·

Retas Kendala, Optimalkan Potensi



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS