Rubrik
Berita Utama
International
Metropolitan
Naper
Nusantara
Bisnis & Investasi
Finansial
Opini
Olahraga
Jawa Barat
Humaniora
Politik & Hukum
Berita Yang lalu
Jendela
Otonomi
Audio Visual
Rumah
Teknologi Informasi
Dana Kemanusiaan
Makanan dan Minuman
Pustakaloka
Otomotif
Furnitur
Agroindustri
Musik
Muda
Fokus
Esai Foto
Wisata
Swara
Didaktika
Properti
Telekomunikasi
Interior
Ekonomi Rakyat
Teropong
Ekonomi Internasional
Perbankan
Pengiriman & Transportasi
Investasi & Perbankan
Pendidikan Dalam Negeri
Pendidikan Luar Negeri
Bahari
Ilmu Pengetahuan
Pixel
Bingkai
Bentara
Kesehatan
Pergelaran
Sorotan
Pendidikan
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Rabu, 28 April 2004

Kabupaten Gunung Mas

HUJAN yang masih mengguyur Kalimantan Tengah membuat permukaan air Sungai Kahayan tetap tinggi. Itulah berkah bagi para pengemudi perahu motor cepat (speedboat), bisa melaju dengan kecepatan penuh menuju Kuala Kurun, Tewah, dan Tumbang Miri, Kabupaten Gunung Mas. Di musim kemarau para pengemudi harus berhati-hati menghindari riam-riam di aliran sungai yang mendangkal.

DARI Dermaga Flamboyan, Palangkaraya (ibu kota Kalimantan Tengah) ke Kuala Kurun, ibu kota Kabupaten Gunung Mas, yang berjarak kira-kira 230 kilometer bisa ditempuh dalam waktu 5,5 jam. Dari arah sebaliknya lima jam karena mengikuti arus.

Tiket yang harus dibayar Rp 71.000, termasuk asuransi. Adapun bagi yang ingin menghemat, di dekat Dermaga Flamboyan kadang ada perahu motor yang ngompreng dengan tarif Rp 60.000. Tanpa tiket, tanpa asuransi, dan hanya tersedia dari pukul 05.00-07.00. Di atas jam tersebut sulit mendapatkan kapal. Kalau mencarter sekali jalan Rp 750.000.

Perjalanan lewat sungai ke Kabupaten Gunung Mas ini menarik. Di kiri kanan sungai terlihat hijaunya daun karet, rotan, dan pohon-pohon lainnya. Sesekali tampak segerombolan sapi merumput di pinggir sungai dan perkampungan penduduk dengan rumah-rumah panggung beratap seng. Tidak terkecuali rumah makan dan bengkel las terapung.

Pemandangan yang paling mencolok adalah keberadaan ratusan lanting (rakit) penambang emas yang mengadu nasib di tengah Sungai Kahayan. Suara deru mesin penyedot pasir dasar sungai tidak kalah kerasnya dengan deru mesin perahu motor cepat. Jumlah penambang akan semakin banyak di musim kemarau.

Menurut Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Tengah, logam mulia banyak terdapat di Kecamatan Kahayan Hulu Utara, Rungan, Kurun, dan Tewah. Seberapa banyak deposit logam mulia di Gunung Mas hingga kini belum ada data pasti. Yang jelas, nama kabupaten dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita tahun 2002 Rp 4,5 juta sepertinya menunjukkan di perut bumi Kabupaten Gunung Mas emas ada di mana-mana.

Di beberapa desa di Kecamatan Kurun dan Tewah ditengarai terdapat deposit batu bara. Timah hitam terdapat di Kecamatan Kahayan Hulu Utara dan pasir kuarsa di Kecamatan Rungan. Belum ada tanda-tanda bahan tambang tersebut akan dieksploitasi.

Meskipun dikenal akan emasnya, peran pertambangan dan penggalian belum memberi sumbangan berarti bagi perekonomian kabupaten. Pilar utama perekonomian Gunung Mas masih pada sektor pertanian. Tahun 2002 kontribusi sektor ini 46,9 persen, dan tahun 2003 sumbangannya 46,6 persen dari total PDRB Rp 439,4 miliar.

Ke depan, pertanian masih menjadi tumpuan harapan perekonomian. Sebab, di sektor inilah sebagian besar penduduk Gunung Mas menggantungkan hidupnya. Sensus penduduk tahun 2000 mencatat dari 34.912 penduduk bekerja, 65,7 persen menggeluti sektor pertanian, termasuk kehutanan, perikanan, dan peternakan. Adapun yang berkecimpung dalam perdagangan, jasa, dan angkutan tercatat 9,2 persen.

Kelapa dan karet merupakan tanaman perkebunan rakyat yang gampang dijumpai di setiap kecamatan di Gunung Mas. Tahun 2004 harga karet lumayan tinggi. Pedagang dari Palangkaraya dan Banjarmasin berani membeli karet dalam bentuk slab Rp 350.000 per kuintal. Padahal, tahun 2002 dari 44.386 hektar luas areal perkebunan karet yang menghasilkan 179.716 ton getah karet, komoditas tersebut dihargai Rp 120.000 per kuintal. Setahun kemudian luas perkebunan karet menjadi 48.952 hektar.

Melihat gairah bertani karet, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Gunung Mas menanggapi dengan menyediakan tiga juta bibit pohon karet tahun 2004-2005. Harapannya, penduduk mau menanami ladang-ladang kosong yang mereka tinggalkan akibat pola bercocok tanam berpindah.

Memperkenalkan kerja keras mengolah tanah yang baru memberikan hasil di tahun-tahun mendatang harus terus-menerus disosialisasikan, mengingat budaya masyarakat di kabupaten ini masih didominasi oleh budaya petik dan belum begitu terbiasa dengan budaya tanam. Sebagian besar penduduk lebih memilih masuk hutan dan mengambil yang dibutuhkan, belum membudidayakan dengan menanam apa yang mereka butuhkan.

Di kabupaten ini terdapat 656.350 hektar hutan produksi dan hutan lindung. Dari hutan ini terdapat berbagai jenis rotan yang dibudidayakan penduduk maupun yang tumbuh sendiri. Rotan-rotan ini bisa untuk bahan baku kerajinan, mebel, maupun sayuran. Sentra rotan terutama di Kecamatan Kahayan Hulu Utara.

Wilayah Gunung Mas terletak di dataran tinggi yang cocok untuk perkebunan kelapa sawit, karet, maupun cokelat. Sayang, belum banyak investor yang meliriknya. Investor lebih tertarik menanam modal di bidang perkayuan, seperti PT Anugrah Alam Barito dan PT Hasil Kalimantan Jaya.

Salah satu kambing hitam lemahnya minat investor ditudingkan ke infrastruktur. Jalan darat dari Palangkaraya ke Kuala Kurun sebagian besar masih berupa tanah berpasir yang dikeraskan. Bila musim hujan, jalan ini menjadi medan lumpur. Jalur transportasi sungai juga terbatas di pagi hari dan bergantung pada pasang surutnya air sungai.

Bagi yang berkantong tebal bisa naik pesawat DAS berkapasitas delapan orang dari Bandara Cilik Riwut, Palangkaraya, dan mendarat di Bandara Kuala Kurun. Pesawat ini hanya terbang ke sana dua kali seminggu, Minggu dan Kamis. Biaya Rp 300.000 per orang jelas bukan merupakan pilihan masyarakat.

Kondisi sarana transportasi seperti itulah yang mempengaruhi harga-harga kebutuhan sehari-hari. Sebagai gambaran, harga beras jenis unus di Kuala Kurun Rp 4.500 per kilogram. Padahal, di Palangkaraya jenis beras yang paling tinggi nilainya Rp 3.000. Untuk sekali makan di warung dengan sepotong ikan atau ayam, ditambah lalapan dan segelas es teh manis, di Kuala Kurun hanya ada satu harga, Rp 10.000.

Wilayah yang menurut sensus penduduk tahun 2000 dihuni 74.823 jiwa dan 84,5 persen berasal dari Suku Dayak Ngaju ini masih terasa terisolasi dan sulit dijangkau. Tidak ada harapan yang lebih besar selain dibukanya hubungan darat yang lebih lancar sehingga mempermudah ke luar masuknya barang kebutuhan sehari-hari. Menunggu investor masuk baru jalan dibuat atau membuat jalan dulu biar investor masuk?

FX SRIYADI ADHISUMARTA/ LITBANG Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Gunung Mas

·

Daerah Eksotis yang Terancam Bencana



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS