Rubrik
Berita Utama
International
Metropolitan
Naper
Nusantara
Bisnis & Investasi
Finansial
Opini
Olahraga
Jawa Barat
Pemilihan Presiden 2004
Euro 2004
Politik & Hukum
Humaniora
Berita Yang lalu
Otomotif
Otonomi
Audio Visual
Rumah
Teknologi Informasi
Dana Kemanusiaan
Pustakaloka
Furnitur
Agroindustri
Musik
Muda
Swara
Makanan dan Minuman
Fokus
Pengiriman & Transportasi
Kesehatan
Esai Foto
Ekonomi Internasional
Wisata
Properti
Ekonomi Rakyat
Bentara
Telekomunikasi
Teropong
Jendela
Interior
Ilmu Pengetahuan
Sorotan
Investasi & Perbankan
Pendidikan Dalam Negeri
Pendidikan Luar Negeri
Bahari
Pendidikan
Perbankan
Pixel
Bingkai
Pergelaran
Didaktika
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Rabu, 16 Juni 2004

Kabupaten Seram Bagian Timur

ADA yang agak janggal dari kegiatan lapangan minyak di Indonesia. Mungkin tak banyak ditemukan di dunia ini, yaitu sumur minyak yang bertambah secara alami. Lapangan minyak Bula, yang ditemukan sekitar 1896, tercatat pernah menghasilkan lebih dari 16 juta barrel minyak sejak 1919. Yang menakjubkan adalah volume cadangannya cuma sekitar 5 juta barrel. Minyak keluar dari lapisan pasir yang dangkal sekitar masa pleistosin yang terus ’diperbarui’ dari (lapisan) bebatuan yang lebih dalam, yang diperkirakan berusia jutaan tahun. Itulah kutipan dari artikel Richard B Wells dalam National Drillers Buyers Guide (Maret 1997).

WALAUPUN tak lengkap dan panjang lebar, nama Bula kerap muncul dalam berbagai informasi mengenai sejarah dan perkembangan Seram di Maluku, serta situs-situs tentang perminyakan di internet. Minimnya informasi juga terlihat pada data tentang kabupaten yang menaungi kecamatan itu, Seram Bagian Timur (SBT). Bula tak berkecil hati, karena untuk sementara, ia adalah "segala-galanya" di kabupaten ini.

Melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2003, daerah ini resmi dideklarasikan sebagai kabupaten pemekaran Maluku Tengah. Ibu kota pun ditetapkan di Dataran Hunimoa. Dengan penjabat bupati yang dilantik Januari lalu, pusat kegiatan-termasuk pemerintahan sementara-justru berlangsung di Bula. Hunimoa di ujung timur Pulau Seram rupanya masih kosong! Fasilitas komunikasi yang vital seperti telepon terpusat di kecamatan ini, dengan satuan sambungan telepon (SST) 300 nomor.

Daerah ini terpilah atas dua gugusan pulau, yaitu Pulau Seram Bagian Timur dan Pulau Kesui. Dengan kondisi kepulauan plus jalan darat yang masih minim jumlah dan kualitasnya, berbagai kegiatan masih amat bergantung pada angkutan laut yang berpusat di Ambon (ibu kota Provinsi Maluku). Pilihan transportasi laut hanya speed boat dan kapal perintis. Yang pertama tidak rutin, sedangkan kapal perintis makan waktu cukup lama. Untuk rute Masohi-Geser (ibu kota Kecamatan Seram Timur) misalnya, diperlukan waktu sekitar 12 jam. Sementara itu, jalan-jalan antardesa dan kecamatan pun belum semuanya beraspal. Jalan aspal memang ada, umpamanya dari Tehoru (Maluku Tengah), Werinama, dan berakhir di Bula.

Bukan berarti SBT tak beruntung dengan keadaan seperti itu. Minyak, perkebunan, transmigrasi, dan kekayaan alam flora-fauna untuk sementara bisa menjadi andalan. Sampai sekarang apa yang dikemukakan Wells masih berlangsung walaupun produksinya tidak sebesar yang disebutkan tadi. Emas hitam ini kira-kira ditemukan awal abad ke-19. Dua perusahaan yang kini mengolahnya adalah Kalrez Petroleum (KP) dan Kufpec (Kuwait Foreign Petroleum Exploration Company). KP mengakuisisi lapangan minyak Blok Bula PSC dari Santos Ltd pada April 1999. Lokasi ini merupakan lapangan minyak tua, dan diperkirakan kandungan yang tersisa masih cukup besar. Bersebelahan dengan blok itu adalah Seram Non Bula PSC yang dioperasikan Kufpec sejak 2003.

Luas blok itu sekitar 35 kilometer persegi, sebagian ada di sepanjang pantai dan sisanya di daerah pasang surut. Produksi kotor sebetulnya 4.400 barrel, tetapi karena kadar air tinggi, 80-90 persen, hasilnya 514 barrel per hari. Hal yang sama terjadi pada produksi di Non Bula, dari sekitar 8.000 barrel menjadi 4.200 barrel per hari.

Bagaimana dengan perkebunan? Kopi, kakao, pala, cengkeh, dan kelapa merupakan komoditas penting. Dua tahun terakhir produksi cengkeh 2.669 ton per hektar (2002) dan 2.746 ton per hektar (2003). Daerah utama penghasil tanaman harum ini adalah Kecamatan Seram Timur dan Pulau Gorom. Selama dua periode itu kedua daerah tersebut menjadi penghasil tertinggi se-Maluku Tengah. Walaupun belum memasuki masa panen, harga cengkeh pada Mei 2004 sekitar Rp 15.000 per kilogram, dan pasar terbesarnya adalah Ambon dan Surabaya. Di Masohi harganya bisa Rp 22.500 per kilogram.

Selain cengkeh, pala banyak dihasilkan di Pulau Gorom. Pala diupayakan turun-temurun oleh masyarakat. Dengan produksi 440 ton per hektar (2002) dan 351 ton per hektar (2003), harga biji pala Rp 32.500-Rp 40.000 per kilogram, sedangkan bunga (fuli) Rp 40.000 per kilogram. Jenis yang ditanam kebanyakan (pala) papua. Jenis ini bersaing dengan pala banda yang banyak terdapat di Leihitu dan Saparua (Maluku Tengah). Seperti juga cengkeh, bahan bumbu dapur ini banyak diperdagangkan ke Ambon dan Surabaya. Pala untuk kebutuhan lokal sekitar lima persen, dengan harga (biji) Rp 25.0000 hingga Rp 30.000 per kilogram.

Kondisi harga pala amat bergantung pada kelasnya, yaitu biji mulus, tidak keriput kelas 1, sedikit pecah kelas 2, serta keriput dan banyak bolong kelas 3. Hal ini terkait dengan pengeringan. Jika pala terlalu cepat disimpan di gudang, ada risiko terkena hama kumbang. Begitu juga kalau pengeringan kurang sempurna, bisa menyebabkan munculnya jamur. Pengeringan bisa dilakukan dengan pengasapan maupun dijemur kira-kira lima hari. Sementara kopi cukup banyak terdapat di Seram Timur, kakao di Pulau Gorom, kelapa di Bula, Pulau Gorom, dan Werinama.

Walaupun lingkupnya sebatas di Bula, tanaman pangan pun diupayakan. Dengan luas lahan produktif 71.795 hektar, tahun 2003 Bula ditargetkan menanam padi (100 hektar), jagung (20 hektar), dan kedelai (100 hektar). Dalam tiga tahun terakhir produksi padi ladang per hektar 34 ton (2001), 54 ton (2002), dan 162 ton (2003). Padi sawah, dengan luas panen 70 hektar, tahun 2003 diperoleh 161 ton padi jenis IR-64.

Sentra penanaman padi ladang sebagian besar di Desa Waimatakabu dengan harga Rp 2.700 per kilogram. Dinas Pertanian Maluku Tengah berencana memperluas wilayah penanaman padi di SBT antara lain di Werinama dan Geser. Tapi ini bukan hal mudah mengingat benih yang diperlukan kebanyakan berasal dari program introduksi bantuan langsung masyarakat (BLM). Di sisi lain, cocok tanam padi tak lepas dari lokasi transmigrasi yang sebagian besar terpusat di Bula, seperti Benggoi, Airmatakasu, dan Tanjung Silat.

Apakah SBT akan berkembang sebagai daerah perkebunan yang andal bagi Maluku Tengah, masih tanda tanya besar. Bicara soal prospek, kecenderungannya memang ke palawija. Di satu sisi, lahan tersedia cukup, tapi di sisi lain tenaga kerja yang mampu mengusahakan terbatas. Di samping itu, peluang pasar sempit mengingat kondisi transportasi yang sangat bergantung pada angkutan laut. Belum lagi jika hal ini dikaitkan dengan masalah kerusuhan yang pernah merundung daerah ini. Begitu terjadi konflik, akses transportasi semakin sulit karena sejumlah kelompok masyarakat harus memilih jalur-jalur aman untuk kegiatan sehari-hari.

Krishna P Panolih/Litbang Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Seram Bagian Timur

·

Geser, Singapura di Timur



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS