Rubrik
Finansial
Berita Utama
International
Metropolitan
Naper
Nusantara
Bisnis & Investasi
Opini
Olahraga
Jawa Barat
Pemilihan Presiden 2004
Euro 2004
Sosok
Politik & Hukum
Humaniora
Berita Yang lalu
Otomotif
Perbankan
Otonomi
Audio Visual
Rumah
Teknologi Informasi
Dana Kemanusiaan
Pustakaloka
Furnitur
Agroindustri
Musik
Muda
Swara
Makanan dan Minuman
Fokus
Pengiriman & Transportasi
Ekonomi Rakyat
Esai Foto
Wisata
Properti
Interior
Bentara
Telekomunikasi
Teropong
Jendela
Didaktika
Kesehatan
Pixel
Investasi & Perbankan
Pendidikan Dalam Negeri
Pendidikan Luar Negeri
Bahari
Pendidikan
Ekonomi Internasional
Ilmu Pengetahuan
Sorotan
Bingkai
Pergelaran
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Selasa, 22 Juni 2004

Kabupaten Kepulauan Aru

PADA zaman es, saat permukaan laut lebih rendah, daerah ini bersambungan dengan Papua dan Australia menjadi daratan yang sangat luas. Ratusan juta tahun setelah zaman es, saat ini Australia telah menjadi benua di selatan planet, Papua menjadi pulau besar tersendiri, dan Aru berserakan menjadi pulau-pulau kecil.

TOTAL ada 187 pulau yang masuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Kepulauan Aru. Dari angka itu hanya ada beberapa pulau besar, yakni Pulau Wokam, Kobror, Maikor, dan Trangan. Pulau- pulau besar yang berbaris memanjang dari utara ke selatan itu hanya terpisah selat sempit satu sama lain sehingga sekilas sering terlihat sebagai satu buah pulau besar di sebelah barat daya Papua.

Selain keempat pulau besar, 183 pulau lainnya berwujud daratan-daratan kecil yang mengapung di laut biru. Pulau-pulau kecil yang seakan mengelilingi pulau-pulau besar itu tak semuanya dihuni. Jika dihitung bersama dengan pulau-pulau besar, tak sampai separuh dari 187 pulau yang didiami penduduk. Sekitar 40 persen saja yang berpenduduk.

Pusat pemerintahan di daerah yang baru saja melepaskan diri dari Kabupaten Maluku Tenggara, juga berada di pulau kecil. Dobo, sang ibu kota, berada di Pulau Wamar, sebuah pulau mungil di sisi barat Pulau Wokam.

Dobo, yang dulunya sempat menjadi ibu kota kecamatan, boleh dikatakan memiliki peran ganda. Selain sebagai lokasi kantor-kantor pemerintahan, daerah di utara Aru ini menjadi pusat perdagangan. Pengunjung yang berbelanja tak terbatas penduduk lokal saja. Warga kabupaten tetangga, seperti Kabupaten Maluku Tenggara dan Papua bagian selatan, juga ikut berbelanja di sini.

Ramainya perniagaan di Dobo adalah efek tak langsung dari kejayaan mutiara yang banyak diekspor ke luar negeri. Mutiara-mutiara yang dikenal sebagai dobo pearl atau mutiara dobo produksi daerah ini telah meningkatkan pendapatan penduduk dan mengubah Dobo menjadi target pasar yang potensial bagi pedagang.

Para pedagang yang umumnya etnis Tionghoa dan juga pendatang dari Makassar dan Pulau Jawa membawa barang dagangan dengan kapal langsung dari Surabaya ke Dobo. Berbagai muatan, mulai dari sembako hingga barang elektronik, dibongkar dari kapal lalu dijual dengan harga yang lebih miring ketimbang kota-kota lain di sekitar Dobo.

Mutiara dobo yang umumnya diproduksi dengan campur tangan manusia dibudidayakan di Kecamatan Pulau-pulau Aru dan Aru Tengah. Setiap siput mutiara (Pinctada maxima) akan disuntik dengan benda asing atau nukleus lalu ditempatkan kembali di dasar laut. Satu hingga satu setengah tahun kemudian siput akan diangkat lalu dibuka untuk diambil benda asing yang anggun di dalamnya, sang mutiara.

Pada tahun 1990 jumlah usaha budidaya mutiara dobo yang berwarna keemasan, putih, krem, ataupun keperakan jauh lebih banyak dibandingkan sekarang. Namun, serangan virus menyebabkan tingginya tingkat kematian siput dan menghancurkan banyak usaha sejenis.

Sekarang hanya tinggal empat perusahaan yang masih berkutat dengan budidaya mutiara. Kapasitas produksi perusahaan ini berbeda-beda. Perusahaan yang berskala besar, hanya ada satu di Kepulauan Aru, mampu menghasilkan 2.000 butir mutiara per tahun. Perusahaan yang lebih kecil hanya memproduksi 100 hingga 200 butir setahun. Perusahaan-perusahaan ini biasa menjual butiran mutiara ke Jakarta, Surabaya, dan Makassar. Mereka juga mengekspor mutiara budidaya ke Jepang.

Mutiara budidaya berbeda dengan mutiara yang dihasilkan secara alami, tanpa campur tangan manusia. Bentuk mutiara hasil budidaya lebih sempurna. Lebih bulat. Harga satu butir mutiara yang berkualitas unggul bisa mencapai Rp 1 juta. Jika kualitasnya rendah, cukup Rp 300.000 per butir.

Wilayah paling selatan, Kecamatan Aru Selatan, tidak memiliki mutiara sebagai andalan. Namun, kecamatan ini punya keunikan tersendiri. Dua pulau di kecamatan ini, Pulau Eno dan Pulau Karang, tercatat dilindungi sebagai tempat penyu hijau bertelur.

Selain penyu hijau, di daerah ini juga masih memiliki burung cendrawasih. Burung yang dulu disangka berasal dari surga ini hidup di dalam hutan di kecamatan ini, juga di beberapa bagian hutan di daerah tetangga, Kecamatan Aru Tengah. Pada musim kawin burung berekor keemasan dan menjuntai di belakang tubuhnya yang hitam pekat ini bisa dijumpai. Menurut penduduk Aru, cendrawasih di pulau-pulau mereka lebih indah dibandingkan cendrawasih dari Papua bagian selatan.

Sayangnya, kecamatan ini lebih tertinggal dibandingkan dengan dua lainnya. Tak ada jalan raya di ibu kota kecamatan seperti jalanan di Dobo dan Benjina, ibu kota Kecamatan Aru Tengah. Transportasi di daerah ini hanya bisa dilakukan dengan perahu.

Dalam masalah kesehatan pun, nasib Aru Selatan cukup memprihatinkan. Tak ada satu pun dokter di bagian selatan ini. Padahal, di Kecamatan Aru Tengah dan Pulau-pulau Aru terdapat dua dokter umum dan seorang dokter gigi. Di kecamatan ini juga tak ada sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA). Sekolah jenis ini hanya berdiri di Dobo dan Benjina.

Masalah yang ada di daerah selatan merupakan gambaran persoalan yang dihadapi pemerintah kabupaten yang umurnya masih hitungan bulan. Transportasi dan infrastruktur menjadi kendala pembangunan di pecahan Kabupaten Maluku Tenggara. Ditambah lagi dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Menurut sensus penduduk 2000, lebih dari 75 persen sumber daya manusia hanya berpendidikan sampai bangku sekolah dasar.

Dengan terbebani kondisi yang penuh keterbatasan, pembangunan diprioritaskan ke dua sektor. Perikanan yang ditekuni paling tidak oleh 2.000 nelayan di pesisir Aru menjadi sektor nomor satu yang mendapat perhatian di masa mendatang. Lautan yang menghampar di sisi utara, timur, selatan, dan barat, juga beberapa selat sempit di antara pulau-pulau besar menjadi modal besar sektor ini.

Ketika belum berdiri sendiri, tangkapan ikan dari Kepulauan Aru cukup banyak membantu produksi ikan sang induk. Dalam data tahun 2002 tercatat sekitar 30 persen produk ikan dari Maluku Tenggara berasal dari Kepulauan Aru. Perekonomian Maluku Tenggara sangat bergantung pada sektor perikanan. Sekitar 32,13 persen kegiatan ekonomi dibuahkan dari sektor ini. (RATNA SRIWIDYASTUTI / Litbang Kompas )

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Kepulauan Aru

·

Aru, Nun Jauh di Mata...



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS