Rubrik
Finansial
Berita Utama
International
Metropolitan
Naper
Nusantara
Bisnis & Investasi
Opini
Olahraga
Nasional
Jawa Barat
Pemilihan Presiden 2004
Euro 2004
Politik & Hukum
Humaniora
Berita Yang lalu
Otomotif
Perbankan
Otonomi
Audio Visual
Rumah
Teknologi Informasi
Dana Kemanusiaan
Pustakaloka
Furnitur
Agroindustri
Musik
Muda
Swara
Makanan dan Minuman
Fokus
Pengiriman & Transportasi
Ekonomi Rakyat
Esai Foto
Wisata
Properti
Interior
Bentara
Telekomunikasi
Teropong
Jendela
Didaktika
Kesehatan
Pixel
Investasi & Perbankan
Pendidikan Dalam Negeri
Pendidikan Luar Negeri
Bahari
Pendidikan
Ekonomi Internasional
Ilmu Pengetahuan
Sorotan
Bingkai
Pergelaran
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Selasa, 29 Juni 2004

Kabupaten Samosir

DANAU di atas danau. Itulah salah satu keunikan Pulau Samosir. Terdapat dua danau di pulau yang ada di tengah Danau Toba. Danau Sidihoni dan Aek Natonang. Keduanya ada di dua kecamatan yang berbeda. Sidihoni di Pangururan dan Aek Natonang di Simanindo.

DANAU Sidihoni yang berjarak 8 kilometer dari Panguruan ini cukup indah. Pemandangan di sekitar danau bisa dipantulkan oleh air danau. Dikelilingi oleh bukit landai berwarna hijau muda dan deretan pohon pinus, semakin menambah keindahan. Sayang, danau berair jernih ini belum dikelola dengan baik. Sebagian besar penduduk di sekitar danau masih memanfaatkan airnya untuk fasilitas mandi cuci kakus (MCK). Selain itu, terbatasnya sarana prasarana transportasi juga membuat obyek wisata ini jarang mendapat kunjungan wisatawan.

Begitu juga dengan Aek Natonang di Desa Tunjungan. Aksesibilitas ke danau seluas 105 hektar ini juga kurang baik. Ditambah minimnya sarana prasarana pendukung, membuat Aek Natonang tidak mendapat kunjungan wisatawan.

Masih banyak keunikan budaya dan sejarah yang dijadikan obyek wisata di Samosir. Pusuk Buhit dipercaya sebagai tempat asal suku Batak, pemandian air panas, museum budaya, Tuktuk Siadong sebagai tempat penginapan dan pemandian, serta Tano Ponggol, daratan penghubung antara Pulau Samosir dan dataran Sumatera. Sebelum berpisah dari Toba Samosir, kabupaten yang sebagian besar berlokasi di Pulau Samosir ini ditetapkan menjadi daerah pariwisata andalan Sumatera Utara (Sumut).

Meski ditetapkan sebagai daerah pariwisata, penduduk yang bekerja di sektor jasa hanya sekitar 7 persen. Hampir 80 persen penduduk mengandalkan pertanian tanaman pangan sebagai mata pencaharian. Kondisi ini bertolak belakang dengan kondisi topografis Pulau Samosir yang sebagian besar pada tingkat kemiringan 15-25 persen sampai 40 persen. Otomatis lahan pertanian hanya dikembangkan pada lahan dengan kemiringan 2 persen di pinggir-pinggir pulau.

Lahan yang terjal tersebut tidak bisa dikembangkan menjadi lahan pertanian terasiring karena tanahnya sangat tandus dan rawan longsor. Sungai-sungai pun selalu tampak kering meskipun musim penghujan. Sumber air tanah hampir tidak ada karena vegetasi penahan di daerah hulu telah ditebang. Akibatnya, sawah beririgasi hampir tidak ada. Pengairan sawah hanya mengandalkan air hujan dan air danau yang disedot dengan pompa. Meski begitu, dengan luas areal 3.895 hektar, panen padi ladang bisa setahun dua kali dengan rata-rata produksi 23,3 kuintal per hektar. Tanaman palawija lain, seperti jagung, bawang, kacang tanah, kacang merah, ubi kayu, dan ubi jalar juga mulai dikembangkan dengan produksi yang masih rendah.

Lahan pertanian di Pulau Samosir cukup sulit dikembangkan. Tetapi, potensi pertanian berlahan subur ada di Kecamatan Harian, Sianjur Mula-Mula, dan Sitio-Tio di dataran Sumatera. Rata-rata produksi padi sawah 58,16 kuintal per hektar, melebihi rata-rata produksi padi ladang. Hortikultura kentang jenis granola dan kubis menjadi andalan pertanian hortikultura Kabupaten Samosir.

Samosir sedang berupaya mengubah kegiatan ekonomi secara bertahap. Kegiatan ekonomi pertanian harus beralih ke pariwisata dan sektor-sektor pendukung lainnya (jasa, industri, dan perdagangan). Pemanfaatan lahan pertanian sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hidup harus diubah fungsinya sebagai lahan konservasi. Ini terkait dengan penurunan luas areal hutan yang berdampak pada degradasi lingkungan.

Sedikit demi sedikit, petani produksi beralih profesi menjadi pedagang hasil pertanian atau komoditas lainnya. Tahun 2003 penduduk yang bekerja di perdagangan 2.968 atau sekitar 5 persen dari total penduduk yang bekerja. Ditunjang pula oleh keberadaan pasar di 9 kecamatan yang ada.

Selain itu, masyarakat yang tinggal di kawasan wisata berdagang suvenir khas Batak dan membuka warung serta rumah makan sebagai penunjang pariwisata.

Upaya menjadikan masyarakat Samosir sebagai masyarakat pariwisata tidak berhenti sampai di situ. Melalui anggaran tahun 2004, pemerintah kabupaten (pemkab) mengadakan diklat pariwisata bagi masyarakat di kawasan wisata. Mereka dididik menjadi tuan rumah yang baik dan ramah sehingga memberikan image yang baik bagi pariwisata Samosir.

Penunjang pariwisata lain adalah industri. Saat ini berkembang beberapa industri kerajinan rumah tangga yang sebagian produknya dijadikan suvenir. Misalnya, industri kerajinan bambu di Pangururan, ukiran kayu di Simanindo, tenun adat di Sianjur Mula-Mula dan Pangururan, kacang di Pangururan, batu bata di Palipi dan Pangururan, penggorengan rotan di Pangururan, serta musik tradisional di Ronggur Nihota dan Harian Boho.

Belum ada industri besar yang menanam investasi di Kabupaten Samosir, kecuali Aqua Farm yang mengembangbiakkan ikan nila. Proses produksi industri pengalengan ikan kualitas ekspor ini berada di Kabupaten Serdang Bedagai. Ini merupakan peluang menarik investor mendirikan agroindustri perikanan, mengingat potensi Danau Toba yang belum sepenuhnya termanfaatkan.

Memajukan pariwisata, bukan dari segi sumber daya manusia saja. Pembenahan fisik kawasan wisata juga patut dilakukan, seperti pemerataan pertumbuhan kawasan pariwisata. Saat ini hanya kawasan wisata Tomok yang berkembang. Di kawasan wisata yang ada di Kecamatan Simanindo ini terdapat pelabuhan penyeberangan dari Ajibata, Toba Samosir, ke Pulau Samosir. Perjalanan menuju Pangururan sekitar 1 jam. Begitu pula dengan dua kawasan wisata lainnya yang lokasinya lebih jauh. Selain itu, sarana transportasi jalan cukup buruk, terutama di ruas jalan Onan Runggu-Tomok.

Untuk membuka isolasi kawasan wisata lainnya, seperti Pangururan dan Onan Runggu, Pemkab Samosir bekerja sama dengan Pemkab Karo dan Dairi berupaya membangun jalan lingkar luar. Dimulai dari Tongging (Kabupaten Karo)-Silalahi (Kabupaten Dairi)-Binangara- Hasinggaan-Bonan Dolok-Tulas (Kecamatan Sianjur Mula-Mula) sampai ke Pangururan. Diharapkan, dengan dibangunnya ruas jalan ini perjalanan Medan-Samosir hanya 2,5 jam dan arus kunjungan wisatawan dapat meningkat.

Tahun 1999 arus kunjungan wisatawan sempat turun 50 persen dari tahun sebelumnya 35.000 orang. Tetapi, tahun 2003 arus wisatawan mulai meningkat menjadi sekitar 25.000 orang. Namun, tetap saja belum bisa kembali seperti sediakala. Penginapan-penginapan di Kecamatan Simanindo tampak sepi. Padahal, dulu di kecamatan dengan 77 penginapan ini ramai dikunjungi wisatawan, terutama wisatawan mancanegara.

Sebagai magnet penarik kunjungan wisatawan mancanegara, Pemkab Samosir bekerja sama dengan Ikatan Masyarakat Tionghoa Indonesia mengadakan acara Oriental Samosir Fantastic Fiesta pada 14-17 Agustus 2004. Pesta ini bertujuan mendatangkan wisatawan dari China dan Malaysia.

Samosir memang masih "bayi". Umurnya belum genap setahun. Untuk sementara sumber dana pembangunan dibantu oleh kabupaten induk, Toba Samosir, Rp 1,5 miliar, Provinsi Sumatera Utara Rp 1 miliar, dan dana bagi hasil pajak dari provinsi Rp 547 juta. Perubahan fisik belum tampak. Target pembangunan masa depan Samosir cukup fantastis, pembangunan jembatan penghubung antara dataran Sumatera dan Pulau Samosir serta pembangunan bandara air. Semoga bukan sekadar konsep.

M Puteri Rosalina/Litbang Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Samosir

·

Tanah Asal yang Ingin Termasyhur



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS