Rubrik
Berita Utama
Finansial
International
Metropolitan
Naper
Nusantara
Bisnis & Investasi
Opini
Olahraga
Jawa Barat
Politik & Hukum
Humaniora
Berita Yang lalu
Furnitur
Otonomi
Audio Visual
Rumah
Dana Kemanusiaan
Fokus
Otomotif
Agroindustri
Musik
Muda
Swara
Makanan dan Minuman
Esai Foto
Perbankan
Pustakaloka
Pendidikan Dalam Negeri
Teropong
Wisata
Properti
Interior
Kesehatan
Pengiriman & Transportasi
Bentara
Jendela
Didaktika
Sorotan
Pendidikan Informal
Telekomunikasi
Ekonomi Rakyat
Pergelaran
Teknologi Informasi
Pendidikan Luar Negeri
Bahari
Pendidikan
Ilmu Pengetahuan
Bingkai
Ekonomi Internasional
Investasi & Perbankan
Pixel
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Kamis, 15 Juli 2004

Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur

RAJA kehilangan gelar karena tua atau kalah perang dengan kerajaan lain, itu lumrah. Bagaimana kalau predikat lepas karena wilayah kekuasaannya sudah tidak ada lagi? Itulah yang terjadi pada Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU).

Eks Wilayah Pembantu Bupati Wilayah II yang mekar melalui Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2003 ini memang belum lama umurnya. Gerak pemerintahannya saja baru sah berjalan pada 17 Januari 2004. Kalaupun tak lepas dari induknya, ia sudah punya nilai lebih, yaitu letak daerahnya yang strategis.

Wilayah dengan 194 desa ini berada di jalur trans Sumatera yang ramai dilalui bus dan truk antarkota maupun provinsi. Juga, persimpangan antara Kabupaten OKU Selatan, OKU, serta Lampung, dengan Martapura sebagai pusat ekonomi barang dan jasa. Keramaian ini masih ditambah lagi dengan jalur lalu lintas kereta api angkutan batu bara dari Tambang Bukit Asam (Kabupaten Muara Enim) ke Lampung (Tarahan), plus kereta api penumpang rute Palembang-Lampung.

Kabupaten ini memang pantas bergelar raja beras. Dengan empat jenis lahan sawah, irigasi, tadah hujan, pasang surut, dan rawa lebak, musim tanam dan panen bisa berlangsung sepanjang tahun. Dalam waktu dua tahun saja musim tanam padi sawah bisa lima kali. Pada tahun 2001 produksinya mencapai 326.507 ton dan sampai tahun lalu melonjak 55 persen (588 ton). Untuk tahun 2004, sasarannya diperkirakan 727 ton.

Semua kecamatan merupakan penghasil padi, dengan sentra terbesar di Kecamatan Buay Madang, Semendawai Suku III, dan Belitang. Itu sebabnya kabupaten ini sering disebut sebagai lumbung beras utama Sumatera Selatan (Sumsel) bersama Kabupaten Banyuasin. Provinsi ini tercatat sebagai salah satu pemasok beras untuk cadangan pangan nasional.

Ketika masih bergabung dengan OKU, dengan penduduk sekitar satu juta jiwa, kabupaten ini memang sudah unggul dalam hal tanaman padi. Sejak pemekaran-termasuk dengan OKU Selatan-surplus pun makin tinggi. Dengan penduduk sekitar 500.000 jiwa, surplus mencapai 250.000 ton.

Pasar untuk beras daerah ini cukup banyak. Selain di tingkat kecamatan, kabupaten tetangga, dan Kota Palembang, bahan pangan ini banyak diminati pedagang dari Bengkulu, Lampung, dan Jawa Barat. Pilihan varietas juga banyak, mulai dari IR 64, 42, ciliwung, cisadane, hibrida, hingga pandan wangi. Soal harga, untuk kondisi masa panen gadu (April-September) bervariasi mulai dari Rp 1.200 sampai Rp 2.300 per kilogram.

Selain tanah subur dan topografi yang ideal untuk persawahan, keunggulan itu juga disokong oleh 731 penggilingan serta pengairan yang bersumber dari Bendung Gerak Perjaya di Kecamatan Martapura. Bendung ini merupakan bagian dari Proyek Irigasi Komering yang memanfaatkan sumber air dari Danau Ranau (Kabupaten OKU Selatan) yang mencakup Provinsi Sumsel seluas 75.000 hektar dan Lampung 50.000 hektar.

Meski proyek ini baru mencapai tahap kedua-dari tiga tahap hingga tahun 2016-OKU Timur mendapat "jatah" 80 persen dari total Sumsel. Selebihnya untuk Ogan Komering Ilir (OKI) 15.600 hektar.

Terhadap beras yang melimpah deras, masyarakat pun terbiasa menyimpan di lumbung, baik sebagai rumah tangga, desa, maupun kelompok warga. Pola ini membuat masyarakat tak pernah kekurangan beras kendati di masa paceklik. Kalaupun kemarau panjang, petani masih bisa menanam padi sonor yang bisa mencapai panen 1 ton-1,5 ton. Jenis ini cukup disebar pada lahan, dengan pengairan satu kali dan tanpa pupuk.

Jagung, kacang tanah, ubi kayu, dan kedelai juga tumbuh subur. Keempat bahan pangan ini banyak dihasilkan di Buay Madang, Madang Suku I dan II, Martapura. Juga, sumber daya ikan yang bisa dikembangkan pada kolam air tenang, mina padi dan kolam air deras, serta perairan umum.

Tak kalah pentingnya adalah jeruk, durian, dan duku. Yang terakhir merupakan komoditas spesial, yaitu duku rasuan yang banyak dihasilkan Kecamatan Cempaka, Belitang, dan Madang Suku I. Kabupaten ini memang menjadi sentra rasuan yang sudah ditetapkan sebagai varietas unggul nasional.

Tahun 2003, dari luas panen 1.212 hektar, produksi buah berkulit kuning ini mencapai 9.001 ton, dengan pasar terbesar Jakarta dan Bandung. Soal harga, bervariasi. Ketika panen raya sekitar Rp 2.500 per kg, tapi menjelang ujung panen Rp 5.000 atau Rp 6.000 per kg. Biasanya para petani menjual ukuran kotak (15-20 kg) dengan harga Rp 35.000 sampai Rp 60.000 per kotak. Saking terkenalnya duku rasuan, orang sering mengklaim itu sebagai duku palembang, padahal sama sekali berbeda. Tidak jarang para pedagang mencampur keduanya dan dijual sebagai duku palembang.

SELAIN pertanian, tanah OKU Timur mengandung batu bara dan beberapa bahan lain yang dikategorikan berprospek seperti minyak, marmer, emas, obsidian, sungkai, andesit, pasir bangunan, sirtu, batu kali, dan tanah liat. Batu bara cukup menjanjikan. Dengan cadangan sekitar 195 juta ton, bahan tambang ini berada di Buay Madang (Desa Muncak Kabau, Kurungan Nyawa, Teko Rejo, dan Pakuan Jaya), Madang Suku II (Desa Batu Marta), dan Martapura (Desa Mendah dan Bunga Mayang).

Kemampuan kabupaten ini sebagai lumbung beras dan hasil lainnya memang bukan sesuatu yang baru. Saat masih menyatu dengan OKU, pembangunan wilayah ini sudah dirancang berlandaskan pertanian. Sekarang, dengan status otonom, konsep itu diteruskan sebagai pengembangan usaha agrobisnis tanaman pangan, perikanan, dan peternakan dari berbagai tingkatan sekaligus mengusahakan kerja sama kemitraan. Konsep ini boleh dibilang sudah didukung sejumlah fasilitas umum, seperti pasar, jalan-jalan antardesa dan kecamatan yang relatif mulus, serta terminal.

Seperti yang banyak dialami daerah pemekaran lain, semua itu berjalan bersama sejumlah kendala. Di tingkat pemerintahan misalnya. Dalam hal anggaran, dana alokasi umum (DAU) dan APBD masih bergantung pada Baturaja alias kabupaten induk. Sumber dana bagi pemda dan dinas, baik untuk kegiatan harian, tunjangan jabatan, maupun penambahan staf, masih amat sangat terbatas. Masalah ini berjalan dalam keadaan sarana bangunan pemerintah daerah dan dinas yang masih sementara dan terpencar-pencar.

Kondisi yang masih memprihatinkan juga terlihat pada telepon yang masih terbatas jumlahnya, listrik yang masih byar pet-terutama jika hujan-dan fasilitas kesehatan (kabupaten) yang masih sebatas puskesmas. Semua kendala ini setidaknya mencerminkan bahwa OKU Timur belum bisa menjadi "raja" sepenuhnya.

(Krishna P Panolih/Litbang Kompas)

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur

·

Sentra Padi Sumatera Selatan



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS