Rubrik
Berita Utama
Finansial
International
Metropolitan
Naper
Nusantara
Bisnis & Investasi
Opini
Olahraga
Politik & Hukum
Jawa Barat
Humaniora
Berita Yang lalu
Furnitur
Otonomi
Audio Visual
Rumah
Dana Kemanusiaan
Fokus
Otomotif
Agroindustri
Musik
Muda
Swara
Makanan dan Minuman
Esai Foto
Perbankan
Pustakaloka
Pendidikan Dalam Negeri
Properti
Interior
Kesehatan
Ekonomi Rakyat
Pengiriman & Transportasi
Teropong
Ekonomi Internasional
Jendela
Sorotan
Pendidikan Informal
Telekomunikasi
Teknologi Informasi
Didaktika
Bentara
Bahari
Pendidikan Luar Negeri
Pendidikan
Ilmu Pengetahuan
Pixel
Wisata
Pergelaran
Investasi & Perbankan
Bingkai
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Kamis, 22 Juli 2004

Kabupaten Melawi

RIAM dan batu-batuan menghadang arus sungai. Suara air menghantam membuat riuh dan menenggelamkan bebunyian lain. Beberapa suku memiliki cara cerdik untuk mengalahkan suara gemuruh air. Amplitudo suara mereka tambahkan, lebih besar dibandingkan dengan suara normal. Dengan taktik ini, suara mereka lebih kuat dan komunikasi pun lancar.

TERHITUNG tiga suku bersuara kuat yang bermukim di pinggir sungai yang berbeda, yaitu suku Dayak Keninjal di pinggir Sungai Pinoh serta suku Dayak Limbai dan Dayak Kubing di tepian Sungai Melawi yang bermuara di Sungai Kapuas.

Sungai yang terakhir disebut ini boleh dikatakan induk dari sebagian besar sungai di Melawi. Tercatat Sungai Pinoh, Sungai Ella, dan Sungai Mentatai menjadi anak dari Sungai Melawi.

Sungai Melawi memiliki hulu di Pegunungan Muller yang kemudian mengalir menuju bagian paling timur di Melawi, Kecamatan Menukung dan Ella Hilir. Dibandingkan dengan bagian yang lain, Menukung paling sulit dijangkau. Belum ada jalan darat yang menembusnya. Pilihannya hanya melewati sungai Melawi bila hendak menuju ke kecamatan di ujung timur ini. Padahal, Menukung punya keunikan tersendiri.

Sebagian wilayah Menukung masuk dalam Taman Nasional Bukit Baka seluas 180.000 hektar yang ditumbuhi 817 jenis pohon serta beragam fauna. Taman nasional yang mencerminkan kehidupan alami hutan tropis ini juga membentang di atas tanah kabupaten tetangga, bahkan provinsi tetangga karena posisinya ada di perbatasan Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Kecamatan Menukung dan Ella Hilir juga memiliki potensi lain. Permukaan tanah yang relatif lebih landai dibanding perbukitan di bagian barat berpeluang untuk pembudidayaan kelapa sawit. Bagi pengusaha yang ingin menanamkan modal di Kecamatan Menukung dan Ella Hilir, tersedia sekitar 80.000 hektar lahan yang menunggu diubah menjadi perkebunan kelapa sawit

Kelapa sawit saat ini belum dikembangkan di kedua kecamatan di bagian timur Melawi, justru dikembangkan di Kecamatan Belimbing yang 48 persen penduduknya menyandarkan sumber rezeki pada sektor perkebunan. Di kecamatan ini hadir sebuah perkebunan besar dengan bendera PT Sinar Dinamika Kapuas (SDK) yang mengadopsi pola plasma inti.

SDK tak hanya mengusahakan perkebunan, tetapi sekaligus menyediakan pengolah sawit menjadi minyak sawit mentah atau crude palm oil. Tak hanya sawit dari Melawi saja yang diolah, sawit dari Kabupaten Sintang juga dikirim ke Belimbing untuk diproses lebih lanjut.

Kehadiran perkebunan besar kelapa sawit cukup besar maknanya bagi Melawi, terutama dari sisi ekonomi maupun demografi. Dari sisi ekonomi, sumbangan perkebunan bagi Melawi cukup besar. Bersama- sama dengan pertanian tanaman pangan, kehutanan, peternakan dan perikanan, perkebunan telah menghasilkan 42,93 persen kegiatan ekonomi Melawi pada tahun 2001.

Perubahan status Kecamatan Belimbing, dari kewenangan Kabupaten Sintang kemudian pindah menjadi bagian dari Kabupaten Melawi, telah mengakibatkan Sintang kehilangan 43,5 persen kegiatan ekonomi yang berasal dari industri. Pabrik pengolahan minyak sawit mentah satu-satunya di Kabupaten Sintang harus diserahkan ke Melawi saat pemekaran terjadi. Kehilangan sumbangan kegiatan ekonomi di sektor pertanian, termasuk perkebunan, juga terjadi. Hanya saja, persentasenya tak terlalu besar, cuma 28,4 persen.

Di sisi demografi, program transmigrasi yang dikenal sebagai "trans PIR", kepanjangan dari Perkebunan Inti Rakyat, diadakan dengan tujuan memasok tenaga kerja perkebunan sawit yang terdiri dari 2.800 hektar kebun inti dan 11.200 hektar kebun plasma. Transmigrasi ini jauh berbeda dengan program yang diadakan tahun 80-an. Pada waktu itu, keluarga-keluarga dari pulau lain didatangkan ke Kecamatan Nanga Pinoh atas biaya pemerintah dan bukan untuk tujuan mengisi kebutuhan akan pekerja kebun sawit.

Pada dekade selanjutnya, tepatnya awal tahun 1990-an, puluhan keluarga dari Pulau Jawa dan pulau-pulau kecil di Nusa Tenggara didatangkan ke Kecamatan Belimbing. Sampai tahun 2002, total terdapat sekitar 350 keluarga yang tersebar di tiga lokasi di Belimbing.

Di samping kebun sawit, pertanian tanaman pangan menjadi sektor penting dalam ekonomi Melawi. Mayoritas penduduk atau tepatnya 44,3 persen mencari nafkah dengan bertani palawija dan padi. Para petani umumnya bercocok tanam di lahan kering yang dibagi dua. Sebagian untuk padi ladang atau palawija, sisanya ditanami karet.

Getah-getah karet dari kebun-kebun rakyat serta satu perkebunan swasta yang telah diolah menjadi bentuk kotak putih dikirim ke Kabupaten Pontianak untuk diproses menjadi barang setengah jadi yang siap ekspor.

SETELAH berpisah dengan Sintang, Melawi mau tak mau harus mandiri dan mencari cara agar kehidupan penduduk dapat lebih tertata. Potensi-potensi yang bisa digali agar daerah ini mampu maju selangkah demi selangkah sedang dipertimbangkan. Transportasi diharapkan dapat dibenahi agar akses menuju Melawi lebih mudah serta semua kecamatan bisa dijangkau lebih mudah. Jalan sepanjang 500 kilometer antara Pontianak ke Melawi, sekarang ini sebagian rusak berat.

Ratna Sri Widyastuti/Litbang Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Melawi

·

Bercita-cita Menjadi Kabupaten Termaju



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS