Rubrik
Berita Utama
Finansial
International
Metropolitan
Naper
Nusantara
Bisnis & Investasi
Opini
Olahraga
Politik & Hukum
Jawa Barat
Humaniora
Berita Yang lalu
Furnitur
Otonomi
Audio Visual
Rumah
Dana Kemanusiaan
Fokus
Otomotif
Agroindustri
Musik
Muda
Swara
Makanan dan Minuman
Esai Foto
Perbankan
Pustakaloka
Pendidikan Dalam Negeri
Jendela
Interior
Kesehatan
Ekonomi Rakyat
Bentara
Pengiriman & Transportasi
Ekonomi Internasional
Sorotan
Pendidikan Informal
Telekomunikasi
Teknologi Informasi
Didaktika
Bahari
Teropong
Wisata
Pendidikan Luar Negeri
Pendidikan
Ilmu Pengetahuan
Pixel
Properti
Pergelaran
Investasi & Perbankan
Bingkai
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Kamis, 29 Juli 2004

Kabupaten Tojo Una-Una

THE untouched paradise. Alam yang masih perawan. Penggalan kalimat tersebut meluncur dari mulut seorang wisatawan mancanegara ketika berperahu motor dari Pelabuhan Wakai di Pulau Togean ke Pulau Kadidiri. Sebuah pulau kecil berpasir putih, terletak di tengah-tengah Teluk Tomini.

TELUK Tomini yang kaya akan potensi laut dan indah panoramanya itu merupakan bagian wilayah dari 13 kabupaten meliputi Provinsi Gorontalo, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah. Di tengah-tengahnya terdapat sekitar 56 rangkaian kepulauan, dikenal dengan Kepulauan Togean. Untaian kepulauan ini membentang hingga 90 kilometer panjangnya.

Enam pulau di antaranya termasuk berukuran besar, yaitu Una-Una, Batulada, Togean, dan Talatakoh, yang terletak di sebelah barat. Sedangkan Waleakodi dan Waleabahi berada di gugus timur kepulauan ini. Sisanya merupakan pulau-pulau kecil yang merupakan pulau-pulau satelit yang tersebar mengelilingi keenam pulau besar yang ada.

Kepulauan tersebut terbagi menjadi tiga kecamatan, yaitu Una-Una, Togean, dan Walea Kepulauan, yang masuk wilayah administratif Kabupaten Tojo Una-Una, pemekaran dari Kabupaten Poso berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003.

Bagi Tojo Una-Una, Kepulauan Togean merupakan modal dan gantungan harapan untuk menjadi tulang punggung perekonomian di bidang pariwisata. Pulau-pulau kecil menawan yang tidak berpenghuni, dikelilingi air laut jernih yang menampilkan keindahan terumbu karang dan biota laut, sejak lama sudah dikenal wisatawan asing. Pada tahun 1999 sekitar 8.000 wisatawan mancanegara (wisman) mengunjungi wilayah di tengah Teluk Tomini ini. Setiap bulannya sekitar 665 turis asing menginjakkan kaki di sana.

Lamanya para pelancong asing menginap berkisar lima hingga 10 hari. Setiap harinya mereka diving, snorkeling, trekking, atau menjelajahi pulau. Namun, ketika terjadi kerusuhan berbau siku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) di Poso pertengahan tahun 2000, wisatawan asing yang datang berkurang. Sejak kerusuhan yang menelan banyak korban itu hingga tahun 2002, hanya sekitar 20 turis asing setiap bulannya yang melancong ke wilayah ini.

Ketika suasana damai mulai terasa di Poso, wisman mulai berdatangan lagi di tahun 2003. Setiap bulannya tidak kurang 75 hingga 120 wisatawan dari Eropa ataupun Amerika menginap di cottage yang berada di pulau tujuan wisata di Kepulauan Togean, seperti di Kadidiri, Bomba, dan Tanjung Kramat. Arus kunjungan semakin deras memasuki Togean di tahun berikutnya. Apalagi di bulan Juni hingga Agustus, semua tempat penginapan di pulau tujuan wisata di Kepulauan Togean ini selalu habis terjual.

Tempat penginapan di setiap cottage biasanya berbentuk rumah panggung dengan bahan kayu. Tarif sewanya per malam berkisar Rp 140.000 hingga Rp 400.000, dengan catatan setiap cottage diisi dua orang. Kalau hanya sendirian, cukup membayar separuhnya. Nilai yang sangat kecil bila dihitung dari kocek wisatawan asing yang datang ke sana.

Perjalanan dengan kapal dari pelabuhan di Ampana, ibu kota Kabupaten Tojo Una-Una, ke Kepulauan Togean memakan waktu empat jam. Sedangkan Ampana sendiri jaraknya sekitar 360 kilometer dari Palu, dan dengan kendaraan darat dapat dicapai selama delapan jam. Sementara perjalanan darat dari Luwuk ke Ampana memakan waktu enam jam. Togean juga bisa didatangi dengan kapal dari Gorontalo.

Kapal yang mengangkut penumpang dari Ampana ke Wakai, pelabuhan di Pulau Togean, hanya sehari sekali setiap pukul 10.00. Demikian pula dari Wakai ke Ampana. Tiket per kepala Rp 25.000, sedangkan tarif kapal cepat per penumpang Rp 30.000. Sayangnya, kapal ini tidak selalu tersedia tiap harinya, kecuali kalau mau mencarter.

Potensi pariwisata yang sedemikian menjanjikan di Kepulauan Togean belum berbicara banyak bagi perekonomian Tojo Una-Una. Pertanian masih menjadi sokoguru kehidupan masyarakat di sini. Tahun 2002 kontribusi pertanian Rp 211,9 miliar atau 47,5 persen dari total perekonomian yang tercatat sebesar Rp 446,6 miliar. Kontribusi terbesar kedua dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 12,5 persen.

Pertanian hingga kini masih merupakan gantungan hidup sebagian besar penduduk Tojo Una-Una. Menurut Sensus Penduduk Tahun 2000, wilayah kabupaten tersebut jumlah penghuninya 99.866 jiwa. Dari 48.469 penduduk yang bekerja, 72 persennya menekuni sektor pertanian, baik sebagai petani yang mengolah lahan maupun sebagai nelayan.

Hasil lahan mereka yang menjadi komoditas unggulan adalah kelapa, kopi, cengkeh, cokelat, dan jagung. Hampir seluruh wilayah Tojo Una-Una dipenuhi pohon kelapa. Setelah dikeringkan menjadi kopra, komoditas ini dipasarkan ke Makassar dan Surabaya. Perdagangan kelapa di tahun 2003 nilainya Rp 20,9 miliar, sedangkan cokelat yang banyak ditanam penduduk di Kecamatan Tojo, Ampana Tete, dan Ampana Kota menghasilkan Rp 12,9 miliar. Budidaya jagung yang berpusat di Kecamatan Ulubongka nilai produksinya mencapai Rp 10,5 miliar.

Pertengahan tahun 2004 petani jagung sedang naik daun. Jagung pipilan kering per kilogram dibeli pedagang seharga Rp 1.200. Bahkan, petani tidak perlu mengeluarkan ongkos karena pedagang dari Makassar langsung datang ke ladang-ladang petani. Namun, bila terjadi panen raya, harga jagung menukik tajam hingga Rp 500 setiap kilogram, sedangkan cokelat berada pada nilai Rp 10.500 setiap kilogram.

Potensi perikanan kabupaten ini melimpah. Dari usaha budidaya dan hasil tangkapan di wilayah perairan Teluk Tomini, dihasilkan ikan tuna, cakalang, layang, kerapu, kakap, napoleon, cumi-cumi, udang windu, dan juga ikan hias.

Sedangkan mutiara dari Togean hasil budidaya investor lokal diserap pasar Jepang. Juga ada investor Jepang yang membudidayakan mutiara di Togean. Tahun 2001 investor tersebut hengkang dari sana. Kabarnya, kapling budidaya mutiara membuat nelayan tradisional terbatas ruang geraknya.

Sebagian wilayah kabupaten ini juga masih ditumbuhi jenis kayu hitam, kayu agatis, jati, damar, pinus, dan juga rotan. Bahkan, hampir semua permukaan Kepulauan Togean tertutup oleh hutan. Di rangkaian pulau di tengah Teluk Tomini ini, hutan mangrove tumbuh hampir di semua pantai.

Selain itu, di dalam perut bumi kabupaten ini juga diperkirakan terdapat kandungan barang tambang, seperti nikel di Ulubongka, emas di Pulau Togean dan Tolatoko, granit hijau dan abu-abu di Tojo dan Ulubongka, batu giok di Tojo, dan belerang di Una-Una. Sedangkan minyak bumi dan gas berada di Teluk Tomini.

Kekayaan yang ada di wilayah ini melimpah. Kalau Tojo Una-Una ingin menarik turis mengunjungi wilayah ini, kuncinya menjaga lingkungan hidup dan ekosistem yang ada.

FX Sriyadi Adhisumarta/ Litbang Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Tojo Una-Una

·

Bergantung pada Ikan dan Pariwisata



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS