Rubrik
Berita Utama
Finansial
International
Metropolitan
Naper
Nusantara
Bisnis & Investasi
Opini
Olahraga
Politik & Hukum
Jawa Barat
Humaniora
Berita Yang lalu
Furnitur
Otonomi
Audio Visual
Rumah
Dana Kemanusiaan
Fokus
Otomotif
Agroindustri
Musik
Muda
Swara
Makanan dan Minuman
Esai Foto
Perbankan
Pustakaloka
Pendidikan Dalam Negeri
Interior
Kesehatan
Ekonomi Rakyat
Bentara
Pengiriman & Transportasi
Ekonomi Internasional
Sorotan
Pendidikan Informal
Telekomunikasi
Teknologi Informasi
Didaktika
Bahari
Wisata
Teropong
Jendela
Pendidikan Luar Negeri
Pendidikan
Ilmu Pengetahuan
Pixel
Properti
Pergelaran
Investasi & Perbankan
Bingkai
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Kamis, 05 Agustus 2004

Kabupaten Kolaka Utara

JARAK Kolaka-Lasusua cukup dekat, hanya ditempuh sekitar dua sampai 2,5 jam. Seorang pegawai kantor Bupati Kolaka Utara menyatakan itu ketika dihubungi lewat telepon. Namun, kenyataannya lain. Waktu tempuh perjalanan Kolaka-Lasusua hampir mencapai empat jam. Perjalanan yang melelahkan dan membutuhkan stamina tinggi untuk melaluinya.

JARAK Kolaka-Lasusua ternyata cukup jauh, sekitar 150 kilometer. Meski jauh, perjalanan antara dua kota itu sebenarnya menyenangkan karena pemandangan alam yang indah di sepanjang perjalanan.

Sebelah kiri tampak perairan Teluk Bone, dan di sisi kanan dibatasi oleh perbukitan yang dipenuhi tanaman kakao. Namun, panorama yang indah itu tak bisa mengusir rasa lelah. Ini karena jalan yang dilalui berkelok-kelok, sempit, dengan kondisi aspal tidak mulus.

Transportasi menuju Lasusua sulit. Padahal, jalur Kolaka-Lasusua merupakan jalur Trans- Sulawesi. Mobil angkutan umum yang khusus melayani jalur Kolaka-Lasusua mulai beroperasi sekitar pukul sembilan pagi. Transportasi darat lainnya hanya melewati Lasusua, seperti bus jurusan Kendari-Tana Toraja. Aksesibilitas antardesa juga rendah, bahkan beberapa desa yang berlokasi di puncak bukit sukar dijangkau oleh transportasi darat.

Wilayah Kolaka Utara juga bisa dijangkau dengan transportasi laut melalui Pelabuhan Lasusua. Tetapi, Lasusua merupakan pelabuhan kecil yang hanya dapat disinggahi oleh kapal-kapal kayu. Pelabuhan ini menjadi penghubung antara Kolaka Utara dengan Siwa, Kabupaten Wajo di Sulawesi Selatan, dan hanya melayani kapal barang yang mengangkut hasil-hasil perkebunan. Jika pelabuhan ini dikembangkan dan bisa berfungsi sebagai pelabuhan penyeberangan, masalah keterisolasian wilayah akan terjawab.

Memasuki Kabupaten Kolaka Utara yang dimulai dari Kecamatan Ranteangin, sejauh mata memandang akan tampak kumpulan pohon kakao, kelapa, dan cengkeh. Kawasan perairan yang berada di sisi kiri jalan tertutup oleh pemandangan kawasan perkebunan. Berdasarkan pemandangan sekilas ini dapat disimpulkan bahwa Kolaka Utara mengandalkan sektor perkebunan sebagai kegiatan ekonomi utama.

Kesimpulan tersebut memang benar. Sejak masih bergabung dengan Kabupaten Kolaka, wilayah Kolaka Utara menjadi penyumbang sekitar 50 persen produksi perkebunan. Tanaman perkebunan yang menjadi andalan adalah kakao, kelapa, dan cengkeh, dengan dukungan kondisi kesuburan tanah, iklim, serta sumber daya manusia yang mengolahnya. Sekitar 80 persen penduduk juga bergantung pada perkebunan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Kakao ditanam merata di seluruh wilayah kecamatan. Luas areal tahun 2003 mencapai 34.456 hektar yang seluruhnya merupakan perkebunan rakyat. Masyarakat seperti membabi buta menanam kakao.

Tanaman perkebunan ini tidak hanya dijadikan tanaman produksi yang ditanam pada lahan khusus perkebunan, tapi juga digunakan sebagai tanaman pekarangan. Setiap jengkal tanah yang tersisa dimanfaatkan untuk ditanami kakao. Bahkan, perbukitan yang termasuk daerah aliran sungai, yang seharusnya merupakan lahan konservasi, ikut dijadikan media penanaman kakao.

Hal inilah yang menimbulkan masalah serius bagi Kolaka Utara. Lahan-lahan perbukitan seharusnya dihijaukan oleh tanaman yang bisa meningkatkan daya dukung dan konservasi lahan, bukan oleh tanaman produksi seperti kakao. Beberapa desa di Kecamatan Ranteangin terkena bencana banjir pada April 2001. Ini merupakan salah satu akibat dari rusaknya lahan konservasi Kolaka Utara.

Tanaman dengan nama latin Theobroma cacao ini memang menjadi tanaman primadona penduduk Kolaka Utara. Dari 19.904 keluarga, 87 persen di antaranya merupakan petani kakao. Hampir semua halaman rumah menjemur biji kakao. Bahkan, di beberapa tempat, jemuran kakao kering sampai menyita bahu jalan. Aroma khas dari kakao fermentasi akan langsung tercium saat memasuki wilayah Kolaka Utara.

Penduduk Sulawesi Selatan juga mengidolakan tanaman tropis yang berasal dari hutan tropis Amerika Selatan ini. Wilayah Sulawesi Selatan dikenal sebagai penghasil kakao terbesar di Indonesia. Letak Kolaka Utara yang berbatasan langsung dengan Provinsi Sulawesi Selatan membuat beberapa penduduk Sulawesi Selatan melirik lahan di Kolaka Utara sebagai lahan penanaman kakao. Sekitar tahun 1980-an, orang Sulawesi Selatan berbondong-bondong datang ke wilayah ini hanya untuk menanam kakao.

Mengapa lahan Kolaka Utara menjadi tempat favorit bagi penanaman kakao? Kabupaten yang mayoritas penduduk bersuku Bugis dan Toraja ini terletak pada topografi pegunungan yang merupakan bagian dari Pegunungan Langkeleboke dan Mengkola dengan puncak tertinggi Gunung Mengkola. Curah hujannya cukup tinggi, sekitar 3.000 milimeter per tahun. Dengan kelebihan-kelebihan ini tanaman kakao dapat lebih mudah hidup.

Keistimewaan lain, proses budidayanya mudah. Hampir sepanjang tahun berbuah, dengan waktu panen raya dua kali setahun, Mei dan November. Tahun 2003 produksinya mencapai 38.698 ton. Angka produksi ini lebih kecil dari kabupaten induk. Namun, produktivitasnya yang mencapai 11,23 kuintal per hektar melebihi produktivitas kakao Kolaka.

Harga jualnya pun cukup menjanjikan. Tetapi, sekarang harganya tidak stabil. Saat ini, harga biji kakao kering mencapai Rp 9.000 sampai Rp 10.000 per kilogram. Tahun 1998, harganya pernah mencapai Rp 28.000 per kilogram.

Proses pemasaran kakao cukup mudah, namun tetap saja komoditas ini dipasarkan dalam bentuk mentah. Belum ada industri pengolahan kakao di Kolaka Utara. Petani produksi yang merangkap sebagai petani pedagang langsung menjual hasil panenan kepada pedagang pengumpul, yang langsung datang ke lokasi panen.

Selanjutnya, melalui pedagang perantara, komoditas perkebunan tersebut dibawa ke Makassar lewat Pelabuhan Lasusua. Sesampai di Makassar, sebagian kakao dipasarkan ke wilayah Indonesia lainnya, dan sisanya diekspor. Proses pemasaran ini lebih banyak merugikan petani Kolaka Utara karena pedagang perantara dapat memainkan harga jual. Pemasaran melalui Pelabuhan Makassar juga menyebabkan kakao Kolaka Utara kurang dikenal.

Tanaman perkebunan lainnya yang juga berkembang adalah kelapa dan cengkeh. Luas areal kedua tanaman ini tidak mencapai puluhan ribu hektar seperti kakao. Tahun 2002, luas areal kelapa hanya 3.310 hektar dan luas areal cengkeh 3.987 hektar. (M Puteri Rosalina/Litbang Kompas)

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Kolaka Utara

·

Cokelat, antara Berkah dan Bencana



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS