|
C © updated
28122007 -08102003 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
►e-ti/atur |
|
|
Nama:
Yusril Ihza Mahendra
Lahir:
Belitung, Sumsel, 5 Februari 1956
Agama:
Islam
Ibu:
Nursiha Sandon
Jabatan:
= Menteri Sekretaris Negara Kabinet Indonesia Bersatu, 2004-2007
= Menteri Kehakiman dan Hak Azasi Manusia Kabinet Gotong-Royong
= Menteri Kehakiman dan Hak Azasi Manusia Kabinet Persatuan
Pendidikan:
- S1: Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI 1983 Jurusan Filsafat
Fakultas Sastra UI 1982
- S2: Graduate School of Humanities and Social Science, University of The
Punjab, India (1984)
- S3: Institute of Post Graduate Studies, Universiti Sains Malaysia 1993
Pengalaman Akademis:
- Staf pengajar di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ)
- Staf pengajar di Akademi Ilmu Pemasyarakatan, Depkeh (1983)
- Staf pengajar di Program Pascasarjana UI dan UMJ serta pengajar Fakultas
Hukum UI
Pengalaman Berorganisasi:
- Wakil Ketua Badan Komunikasi Pemuda Masjid Indonesia (1981-1982)
- Anggota DPP Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (1996-2000)
- Ketua pengkajian hukum merangkap wakil ketua Dewan Pakar ICMI wilayah
DKI Jakarta (1996-2000)
Pekerjaan:
- Ketua Umum Partai Bulan Bintang
- Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (26 Agustus 2000-7 Februari
2001)
- Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Agustus 2001 - 2004)
- Menteri Sekretaris Negara Kabinet Indonesia Bersatu (20 Oktober
2004-2009)
Alamat Kantor:
Jalan Veteran No.17, Jakarta 10110
Tlp. (021) 3458592 - 3845627 Pesw 4201 - 4202
|
|
|
|
|
|
|
==
1
2
3 ==
Yusril Izha Mahendra (1)
Perjuangkan Piagam Jakarta
Mantan Menteri Sekretaris
Negara Kabinet Indonesia Bersatu yang dipecat Mei 2007, belakangan aktif
dalam dunia perfilman. Lalu politisi Partai Bulan Bintang yang gigih
memperjuangkan Piagam Jakarta itu, diberitakan akan diusulkan Presiden
SBY menjadi hakim Mahkamah Konstitusi.
Mantan
Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang dan mantan Menteri Kehakiman
dan Hak Azasi Manusia Kabinet Gotong-Royong dan Kabinet Persatuan, ini
dipercaya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjabat Menteri Sekretaris
Negara Kabinet Indonesia Bersatu, 2004.
Pengangkatannya menjabat Menteri Sekretaris
Negara Kabinet Indonesia Bersatu, berhubung PBB yang dipimpinnya sejak awal
sudah berkoalisi dengan Partai Demokrat mendukung pencalonan SBY-JK dalam
Pemilu Presiden. Jauh sebelum Pemilu 2004, namanya sempat disebut-sebut sebagai salah satu kandidat calon
presiden. Namun, kepada wartawan Tokoh Indonesia, ia menyatakan tidak berambisi jadi
presiden, kecuali PBB bisa masuk tiga besar sebagai pemenang Pemilu. Di
samping itu, ia
menegaskan bahwa PBB akan terus memperjuangkan Piagam Jakarta secara
demokratis dan konstitusional.
Penulis pidato Presiden Soeharto pada era pemerintahan Orde Baru, ini
mengaku sama sekali tidak berambisi untuk mencalonkan diri menjadi
presiden periode 2004-2009. Namun, ia menyatakan akan siap sebagai calon presiden, dengan
syarat PBB bisa masuk tiga besar sebagai pemenang pemilu.
"Secara pribadi, saya tidak punya ambisi apa pun kecuali menjadi diri saya
sendiri. Pencalonan presiden saya serahkan kepada rakyat dan partai,"
ujarnya.
Menurutnya, DPP PBB akan menunggu hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2004
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
yang akan dilaksanakan secara langsung. Setelah mengetahui dukungan riil
rakyat, PBB baru berpikir mencalonkan seseorang sebagai presiden.
Ia juga menyatakan, koalisi dengan partai tertentu belum dibicarakan.
Menurut Yusril, sampai Pemilu DPR dan DPRD tidak ada koalisi antarpartai.
Lalu seusai Pemilu legislatif 5 April 2004, PBB tidak memperoleh suara
signifikan bahkan tidak memperoleh suara minimum 3 persen, akhirnya partai
ini berkoalisi dengan Partai Demokrat dan Partai Keadilan dan Persatuan
Indonesia mendukung dan mencalonkan Susilo Bambang Yudhoyono dan M. Jusuf
Kalla sebagai pasangan Capres-Cawapres Pemilu Presiden 2004.
Bahagia Menjadi Diri Sendiri
Staf pengajar di Program Pascasarjana UI dan UMJ,
ini tampaknya bukan orang yang terlalu serius mengejar jabatan. Justru, ia
cenderung pasif dan bersikap menunggu. Jika ia memang dipercaya untuk
menduduki jabatan tertentu, ia akan bersungguh-sungguh menjalankan
tugasnya. Namun, kalau sekadar ditawari untuk menduduki jabatan, Yusril
yang kini menduduki kursi Menteri Kehakiman dan HAM tidak akan
menanggapinya.
Apalagi kalau disuruh berkampanye untuk jabatan tertentu, ia malah akan
menganjurkan pihak yang menawarinyalah yang harus berkampanye. Sebab, ia
mengaku tidak memiliki ambisi untuk menjadi ini atau itu. Yusril akan
lebih berbahagia jika menjadi diri sendiri yang tidak disetir orang lain.
Sikap itu pula yang ditunjukkannya ketika ditanyakan apakah ia telah
menyiapkan diri untuk berebut kursi presiden pada Pemilu 2004? Dengan
tegas Yusril mengatakan bahwa dirinya tidak pernah mencalonkan diri. Maka,
dengan begitu tidak ada persiapan. Ia juga meluruskan, yang terjadi
sebenarnya adalah Muktamar Partai Bulan Bintang yang mencalonkannya, bukan
ia yang mencalonkan diri.
Akibat dari tidak mencalonkan diri itulah, sampai sekarang ia juga tidak
mempunyai usaha apa-apa, tidak punya misi untuk menjadi ini-itu. Alih-alih
dicalonkan jadi presiden, didepak dari menteri pun ia bersedia dan tak
akan menghalangi upaya itu. Indikasinya adalah pernah ada demo di
Departemen Kehakiman dan HAM. Yusril pun bertanya “Ini demo apa?” Mereka
jawab “Demo membubarkan Golkar.” “Silahkan sajalah,” katanya. Ia malah
berpikir itu demo untuk memecatnya oleh Megawati, “Kalau demo supaya saya
dipecat, saya terima kasih, karena itu yang saya mau” begitu katanya.
Persoalan pilihan, ambisi, dan peluang tampaknya cukup akrab dalam
kehidupan lelaki kelahiran Belitung 5 Februari 1956 ini. Ketika kuliah
sudah ditawari masuk Departemen Luar Negeri. Ia tidak menampik tawaran itu.
Ditawari masuk tentara, ia pun masuk tentara. Ditawari bekerja di Sekneg,
akhirnya masuk Sekneg. Selanjutnya tawaran pun datang dari Universitas
Indonesia dan ia pun akhirnya memilih jadi dosen.
Begitu juga ketika menjadi Menteri Kehakiman, ia mengaku dipanggil oleh
Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan diberi tahu susunan kabinetnya
sudah ada. Jadi, baginya, kalau sekarang ditanya kesiapan menjadi calon
presiden, ia pikir dirinya tidak pernah menginginkan untuk menjadi
presiden. Jadi tidak ada persiapan, atau langkah-langkah ke arah itu,
tetapi jika ada orang yang mendukung atau mencalonkannya, maka merekalah
yang mempersiapkan itu, bukan ia sendiri yang mempersiapkan segala-galanya.
Ketika Megawati menjadi presiden, Yusril kembali dipercaya menjabat
Menteri Kehakiman dan HAM. Padahal saat itu ia mengatakan kepada Mega,
agar jangan dirinya yang ditunjuk dengan mengajukan nama calon menteri
dari PBB yaitu (MS) Kaban dan Sahar. Penolakannya itu justru membuat Mega
bertanya, “Ketika masa Gus Dur mau jadi menteri, kalau saya ngga mau,
kenapa sih?” Akhirnya ia pun bersedia menjadi menteri kembali.
Kursi sebagai menteri tampaknya memang sudah digariskan bakal diduduki
Yusril. Ketika Presiden Soeharto berhenti jadi presiden dan digandi BJ
Habibie, nama Yusril cukup berkibar untuk menjadi salah satu barisan
anggota kabinet. Konon, ia diminta datang ke rumah Habibie oleh Achmad
Tirtosudiro, namun, Yusril tidak mau datang. Barangkali, jika Yusril
datang ke rumah Habibie sesuai pesan Achmad Tirtosudiro, mungkin ia sudah
merasakan empuknya kursi menteri. Namun, karena tidak memiliki misi
apa-apa, ia tidak datang dan tidak menjadi menteri.
Jika kita mengenal stereotip orang dari kawasan Sumatera dan sekitarnya
sebagai orang-orang yang ngotot dan tidak mau kalah, apalagi mengalah,
maka Yusril menunjukkan hal itu tidak sepenuhnya benar. Bukti pertama
adalah Bung Hatta yang mengundurkan diri sebagai wakil Presiden tahun 1956
setelah Pemilu 1955 terselenggara. Kedua adalah kesediaannya mundur
sebagai calon presiden pada saat Sidang Umum MPR hasil Pemilu 1999.
Padahal, menurutnya, satu langkah lagi saja ia bisa menjadi presiden.
Menurut Yusril, kalau dirinya tidak mundur belum tentu Gus Dur bisa menang.
Kalau bukan Mega, pasti dirinya. Gus Dur pasti out atau kalah. Dihitung di
atas kertas, jumlah suaranya 232, Gus Dur 185, sedangkan Mega 305 suara.
Pada waktu sidang parlemen itu peta kekuatan politik sudah terlihat jelas.
Suara-suara yang tadinya mendukung Habibie sebagian besar kemudian menjadi
mendukung dirinya. Tetapi di detik-detik terakhir ia mundur, dan itu
menunjukkan bahwa ia tidak mengejar apa-apa.
Akhir Dua Presiden
Pada hari-hari terakhir bersama Presiden Soeharto, Yusril telah menyiapkan
draft pidato untuk berhenti. Pada kalimat pidato yang dipegang Pak Harto
disebutkan “Dengan ini saya menyatakan kabinet deminisioner.” Yusril yang
bertugas sebagai penulis naskah pidato mengatakan tidak mau, sebab Pak
Harto berhenti dengan sukarela dan kemudian Pak Habibie menjadi presiden
jadi tidak ada kabinet deminisoner. Beberapa kali mereka sempat berdebat,
dan akhirnya Yusril dimarahi “Sudah, Yusril kalau kamu tidak mau, sini
saya saja yang tulis.” Akhirnya sekarang tulisan tangan Pak Harto itu ada
di Arsip Nasional. “Sebab jika saya tuliskan kalimat itu saya telah salah.
Karena yang memutuskan hal tersebut seharusnya adalah Habibie, bukan
Soeharto,” tegas Yusril.
Lain halnya ketika masa Gus Dur hendak mengeluarkan dekrit. Yusril
mengatakan pada Gus Dur untuk mundur pada masa jabatannya, sebab presiden
sama sekali tidak mempunyai wewenang dalam membubarkan parlemen. Berbeda
dengan dekrit 1959 yang sebenarnya adalah revolusi hukum.
Ia memberikan masukan kepada Gus Dur agar dengan rela dan hormat untuk
mengundurkan diri. Akhirnya ketika sidang kabinet, ia berbicara itu kepada
Gus Dur bukan hanya sebagai menteri tetapi sebagai sesama calon presiden
di hadapan anggota kabinet. Kemudian Erna Witular marah kepadanya, “Kamu
tidak berhak berbicara seperti itu di sidang kabinet ini.” Yusril
menimpalinya, “Anda tidak ikut terlibat dalam proses pemilihan presiden,
kalau waktu pemilihan presiden saya tidak mundur belum tentu yang namanya
Abdurrahman Wahid duduk di ruangan ini” dan setelah mengatakan itu saya
keluar ruangan. Dua hari kemudian Yusril tidak lagi menjadi menteri.
Menurutnya, kalau dirinya menjadi presiden, jika ada yang mau mengkritik,
maka ia harus mendengarkan, selama memiliki motivasi yang baik. Seperti
sering juga ia kedatangan para mantan Menteri Kehakiman dan mereka saling
memberi masukan.
Memperkuat Posisi Partai
Dibandingkan partai-partai lainnya, PBB terasa sedikit kurang publikasi
mengenai kiprahnya di masyarakat. Sebagai ketua umum partai Yusril mengaku
partai yang dipimpinnya sudah bekerja secara maksimal. Menurutnya, ada
satu strategi partai yang selama ini belum pernah diungkapkan ke publik.
Secara garis besarnya partai memperkuat posisi-posisinya di daerah-daerah,
tidak di ibu kota. Tetapi nantinya akan ke ibu kota. Adapun target yang
ingin dicapai adalah berada pada posisi 3 besar. Pada Pemilu 1999
targetnya masuk lima besar, namun kenyataannya urutan keenam.
Target tiga besar dianggapnya cukup optimis dengan melihat potensi daerah,
sebab jika dibandingkan dengan tahun 1999 kekuatan PBB di daerah-daerah
telah mencapai enam kali lipat. Saat ini ia mengklaim, orang yang telah
memiliki kartu anggota PBB sudah mencapai 6,4 juta orang. Jumlah itu masih
akan terus dikejar sampai 10 juta orang di pemilu 2004. Saat ini
kepengurusan partai sudah tersebar di 17 Provinsi yang berakar hingga ke
tingkat desa. Di luar provinsi yang 17 itu ada juga kepengurusan, namun
tidak sampai ke tingkat desa.
Mengenai status dan ideologi partai, Yusril menuturkan bahwa semua partai
sesungguhnya terbuka untuk siapapun yang berminat menjadi anggota. PBB
adalah partai Islam. Kalau ada orang yang bukan Islam ingin menjadi
anggota PBB silakan saja. Siapapun boleh masuk menjadi anggota. Dasarnya
tetap sebagai partai terbuka. Kenyataannya saat ini ada pengurus yang
bukan Islam, tetapi PBB-nya partai Islam. Banyak juga pengurus partai yang
berada di Jaya Wijaya, di NTT, di Bangka Belitung, di Pontianak, adalah
bukan orang Islam. Mereka adalah orang-orang Cina, orang Kristen, Katholik
dan Buddha, dan itu tidak menjadi masalah. Sebab PBB adalah partai Islam
yang terbuka bagi siapa saja untuk menjadi anggota.
Syariat Islam
Langkah PBB dalam memperjuangkan syariat Islam akan jalan terus. Alasannya,
pembentukan hukum nasional itu berdasarkan tiga hukum, yaitu: Hukum Islam,
Hukum Adat dan Hukum eks-Kolonial serta hukum yang berkembang di dalam
konfensi-konfensi sekarang.
Ketika membuat UU pengadilan HAM, siapa bilang tidak memakai Syariat
Islam. Sayangnya, banyak orang tidak mengerti Syariat Islam itu apa.
Syariat Islam itu adalah General principle of law yang dituangkan ke dalam
hukum nasional, jadi bukan fiqih.
Namanya saja Syariat berarti ayat-ayat Alquran dan Hadist Nabi yang secara
eksplisit mengandung prinsip hukum. Dari lebih 6600 ayat yang ada dalam
Al-Quran hanya terdapat 3 persen yang mengadung unsur hukum, bahkan ada
satu surat dalam Alquran yang tidak ada ayat hukumnya. Dan siapa bilang
syariat Islam tidak jalan di Indonesia? Setiap orang Islam yang hendak
menikah harus menggunakan Hukum Islam. Ada Hukum Nikah, Hukum Hibah, infaq,
Zakat, Haji. Sehingga dalam kami menyusun KUHP sekarang, syariat Islam
menjadi sumber menyusun KUHP itu.
Walaupun tidak tertulis dengan jelas dari mana ayatnya, tetapi KUHP
disusun berdasarkan Hukum Islam. Seperti hukuman mati, itu dalam Islam ada,
sehingga di gunakan. Kemudian hukuman penjara dalam hukum Islam tidak ada,
tetapi kita adoptasi dari hukum Belanda. Lalu santet tidak ada dalam hukum
Islam, maka diadopsilah dari Hukum Adat.
Begitu juga dengan masalah perang, hukum Islam banyak memberikan
sumbangsihnya, dan jika dilihat dari hukum Islam, Amerika salah dalam
menyerang Irak, sebab dalam perang Islam disebutkan kekuatan kita dengan
musuh harus sama, jika tidak perang dibatalkan. Irak tidak punya apa-apa,
Amerika menyerang dengan pesawat tempur.
Perjuangkan Piagam Jakarta
Dalam pidato politiknya pada perayaan milad (ulang tahun) kelima Partai
Bulan Bintang (PBB) yang dihadiri belasan ribu kadernya dari seluruh
Indonesia di Gelanggang Olahraga (Gelora) Bung Karno, Jakarta, Minggu
(24/8), Yusril mengatakan PBB mencanangkan posisi tiga besar dalam
perolehan suara pada Pemilu 2004.
Ia sangat yakin posisi tiga besar bagi partai yang dipimpinnya itu akan
tercapai, mengingat banyaknya suara pemilih yang bakal beralih ke PBB.
Pemilih yang melirik ke PBB itu adalah mereka yang dikecewakan partai
lain, setelah bersusah payah memberi dukungan pada Pemilu 1999 lalu.
''Banyak yang akan mengalihkan pilihan pada partai kita kalau kita tetap
konsisten, teguh pada pendirian, dan menjauhi praktik-praktik kotor,''
tutur Yusril.
Menurut dia, target tersebut tidak berlebihan apabila melihat konsolidasi
partai yang telah berjalan hingga ke tingkat desa/kelurahan. Lagi pula,
tambahnya, PBB merupakan partai yang memiliki akar sejarah sangat panjang
sejak awal kemerdekaan.
Ia juga menegaskan Partai Bulan Bintang bertekad untuk tidak surut sedikit
pun dari pendiriannya memperjuangkan Piagam Jakarta secara demokratis dan
konstitusional untuk dimasukkan dalam Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang
Dasar 1945 sehingga bunyinya menjadi, "negara berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa dengan kewajiban melaksanakan Syariat Islam bagi pemeluknya".
"Kita akan terus memperjuangkan agar Piagam Jakarta-yang merupakan hasil
dialog golongan nasionalis dan Islam-masuk dalam UUD 1945 baik sekarang
maupun masa yang akan datang. Namun, kita akan memperjuangkan hal itu
melalui cara-cara demokratis, sah, dan konstitusional," tegasnya.
Menurutnya, apa yang dilakukan PBB untuk memperjuangkan Piagam Jakarta
sama sekali bukan merupakan gerakan bawah tanah. "Kita bergerak secara
terbuka dengan cara-cara demokratis dan konstitusional tanpa kenal lelah.
Sebagai sebuah cita-cita, niat ini tidak boleh padam untuk selama-lamanya,"
papar Yusril.
Namun dengan tegas Yusril mengutuk dan menolak setiap gerakan yang
mengatasnamakan dan katanya membela kepentingan Islam dengan cara-cara
kekerasan berupa aksi terorisme. "Kita menolak aksi terorisme dengan dalih
apa pun. Tetapi, jangan sampai hal itu membuat kita berhenti mewujudkan
cita-cita. Kekerasan dan terorisme ada di mana-mana, tidak hanya terkait
dengan satu agama tertentu," ujarnya.
PBB yakin, musibah dan kesulitan yang dialami Indonesia lantaran terdera
krisis multidimensi akan dapat diatasi dengan menegakkan ajaran Islam yang
ditransformasikan dalam peraturan perundang-undangan. Guna mengatasi
krisis multidimensi tersebut, untuk tahun anggaran 2004, PBB mendesak
pemerintah menggalang kebersamaan dengan mewujudkan rekonsiliasi nasional
terhadap seluruh komponen bangsa guna menghindari ancaman disintegrasi
bangsa. (Bersambung)
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia) |
|