RUDY WANANDI HOME |
|
|
Rudy Wanandi
Bahagia dengan Asuransi
Banyak suka duka yang dialaminya selama 30 tahun lebih mengelola bisnis
asuransi yang unik dengan persaingan sangat keras. Bahkan lebih keras dari
bank. Kepercayaan nasabah dinilainya sebagai suatu hal yang sangat
membahagiakan. Banyak teman yang mengajaknya berbisnis di sektor lain.
Namun selalu dia tolak. Karena dia sudah cinta dengan asuransi.
Di jajaran industri asuransi nasional, nama Rudi Wanandi tidak asing lagi.
Pembawaannya low profile, bicaranya ceplas-ceplos dengan logat Padang yang
masih kental, senyumnya tak lekang dari bibir, mempunyai catatan panjang
dalam bisnis yang unik ini.
Perkenalannya dengan dunia asuransi dimulai ketika dia bekerja di Maskapai
Asuransi Madijo tahun 1974, yang setahun kemudian berganti nama menjadi
Asuransi Wahana Tata. Di perusahaan ini sejak 1983 hingga kini dia
dipercaya menjadi direktur utama. Jalan menuju ke puncak itu dilaluinya
setelah terbukti dia mampu.
Di tengah persaingan bisnis asuransi yang semakin tajam, dia sanggup
mengangkat citra Wahana Tata di jajaran papan atas industri asuransi
nasional. Lihat saja, di tengah terjadi pro-kontra mengenai risk based
capital/RBC) sebagai ukuran kesehatan keuangan asuransi, tahun 2001 Wahana
Tata membukukan angka RBC 200 persen. Angka ini begitu signifikan, karena
jauh di atas ketentuan pemerintah yang mematok 40 persen.
Selain itu, perkembangan penting yang dicapai adalah kemampuan perusahaan
meningkatkan modal setor. Tahun 2000 lalu modal disetor sebesar Rp 100
miliar. “Keberhasilan ini kami capai melalui kerja keras seluruh jajaran
Wahana Tata, karena perusahaan ini kami kelola melalui team work,” katanya.
Bukan cuma itu. Dari data keuangan yang belum diaudit, per Nopember 2001,
Wahana Tata membukukan total asset lebih dari IDR sebesar Rp 300 miliar.
Investasi Rp 200 miliar, modal sendiri Rp 150 miliar. Premi bruto lebih
dari Rp 275 miliar. Perusahaan mencatat hasil underwriting lebih dari Rp
70 miliar dengan laba bersih Rp 35 miliar.
Banyak suka duka yang dialaminya selama 30 tahun lebih mengelola bisnis
yang unik, persaingan yang sangat keras. Bahkan lebih keras dari bank.
Kepercayaan nasabah dinilainya sebagai suatu hal yang sangat membahagiakan.
Jadi, kalau disuruh memilih pekerjaan, dia lebih memilih kerja diasuransi.
Karena dengan fax saja dia bisa mendapatkan satu juta dolar AS, tanpa
mengunakan akte notaris atau tanpa apa-apa.
Banyak teman yang melirik atas keberhasilkannya itu, kemudian mengajaknya
berbisnis. Semua dia tolak. "Karena saya sudah cinta sekali dengan
asuransi. Saya sudah bahagia dengan asuransi ini. Walaupun pimpinan
pemerintahan ganti-ganti, kami tetap bahagia,” katanya memebri alasan.
Kiat yang membuatnya sukses adalah keterbukaan dan saling percaya, yakni
kepercayaan manajemen terhadap anak buah, maupun kepercayaan pemegang
saham terhadap manajemen. Kemudian bekerja secara team work. Jangan
mengatakan rasa pesimis kepada karyawan, karena hal itu dapat menurunkan
semangat bekerja mereka.
Kalau kemudian muncul masalah di cabang, pusat siap membantu. “Dengan
segala latar belakang yang berbeda, kami bisa memberikan keputusan yang
sama,” katanya.
Rudy bukan tukang ramal. Tapi, jika ditanya soal asuransi, keyakinannya
bisa mengalahkan paranormal. Menurut analisanya, dalam perdagangan bebas
dunia (World Trade Organitation/WTO) dan ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA)
2003, persaingan bisnis asuransi di Indonesia semakin tajam.
Masuknya
industri asuransi kelas dunia dengan modal dan teknologi yang kuat, dan
saat inipun keberadaannya mulai menggigit, adalah suatu konsekuensi yang
harus dihadapi.
Yang akan keluar sebagai pemenang adalah perusahaan yang dapat membangun
keunggulan kompetitif. Kalau tidak, industri asuransi nasional akan
tertinggal di belakang, dan harus puas hanya sebagai 'tukang jahit'.
Namun demikian, katanya, perdagangan bebas bukan hal yang perlu ditakuti,
tapi harus disikapi. Caranya, dengan membangun keunggulan kompetitif tadi.
Karena ada kecenderungan pasar asuransi akan terus berubah. Nasabah
mengharapkan para penanggung asuransi dan regulator untuk lebih transparan.
Mereka perlu mengetahui kekuatan keuangan, kesanggupan untuk membayar
klaim, pelayanan yang lebih baik, pemanfaatan dan keamanan yang lebih baik.
Kelewat banyak
Perusahaan asuransi di Indonesia boleh dibilang seperti industri perbankan.
Selain jumlahnya yang kelewat banyak, sebagian besar di antaranya dianggap
kurang kokoh untuk menghadapi pesaing dari mancanegara yang kini terus 'bergerilya'
di negeri ini. Kelemahan yang dialami rata-rata menyangkut permodalan,
teknologi, tenaga ahli, manajemen dan keterampilan. Sampai tahun 2000, di
Indonesia kini beroperasi 107 perusahaan asuransi umum, 24 di antaranya
berstatus joint venture, 61 asuransi jiwa, 4 perusahaan reasuransi
professional, dan 2 asuransi sosial.
Jumlah perusahaan ini termasuk banyak. Tapi dari segi perolehan premi,
Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara sekitar. Di Jepang misalnya,
hanya ada sekitar 20 perusahaan, tetapi perolehan preminya sangat jauh
lebih besar dari Indonesia. Dibanding dengan Singapura yang jumlah
penduduknya jauh lebih sedikit, perolehan premi kitapun masih kalah.
Masyarakat masih kurang merasakan pentingnya asuransi,” katanya.
Dalam kondisi perekonomian nasional yang belum kondusif, Rudy
menggarisbawahi dua hal yang bisa membuat industri asuransi hidup dan
bertahan. Pertama, pemerintah harus konsekuen dalam menjalankan
undang-undang maupun peraturan menyangkut bisnis ini. Dalam aturan mainnya
pemerintah tidak merubah-rubah peraturan seenaknya saja. Karena hal ini
membuat pusing pihak asuransi. Kedua, pemerintah harus konsisten dalam
penegakan supremasi hukum.
Bisnis asuransi adalah bisnis janji. Jadi, dasar hukumnya harus kuat.
Tidak jauh berbeda dengan bank. Kalau bank dengan jaminan, sedangkan
asuransi jaminannya perjanjian. Dalam konteks ini pemerintah harus tetap
konsisten dengan rules of the game. “Kalau salah harus disalahkan, kalau
mesti bayar harus bayar, jangan dimain-mainkan. Kalau masalah hukum kita
baik, maka asuransi menjadi bisnis yang menjanjikan,” ujarnya.
Konsisten dengan rules of the game yang dimaksudkan Rudy adalah, karena
banyak institusi pemerintah yang terkait dalam bisnis ini. Salah satunya
adalah pihak kepolisian sebagai institusi penegak hukum yang sangat
terkait dengan proses klaim. Rudy mengharapkan agar pihak kepolisian
bekerja secara professional. Konsisten dengan aturan main yang telah
dibuat. Karena bisnis asuransi ini bisa berjalan dengan baik apabila
didukung institusi yang terkait. “Saya ingin polisi itu sebagai pengayom
dan pelindung masyarakat dan jujur,” katanya.
Menurut penilaiannya, pihak kepolisian perlu meningkatkan
profesionalismenya. “Dalam hal ini kami mohon agar pemerintah tegas. Kalau
dibiarkan terus akan merusak image asuransi,” katanya.
“Bisnis asuransi sangat memerlukan kondisi kepastian hukum. Unsur
kepercayaan yang menjadi salah satu dasar penting bisnis asuransi
bersentuhan sekali dengan aspek moralitas, yang dalam berbagai kasus atau
kesempatan dapat mengarah pada tindakan criminal, atau kejahatan asuransi
baik dari sisi perusahaan asuransi maupun nasabah dan dapat berdampak
sangat destruktif. Oleh sebab itu, sangat urgen bagi industri asuransi
untuk tumbuh dalam kondisi kepastian hukum. Perlu ada ketegasan sikap dari
pemerintah dan aparat. Kalau tidak, akan merusak image dunia usaha
asuransi,” ujarnya.
Apalagi bisnis asuransi sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana
masyarakat, hingga kini tidak mengenal program rekapitalisasi seperti
dinikmati perbankan.
Rudy berbagi keberhasilannya di dunia asuransi, dengan cabang olahraga.
Sudah 15 tahun dia duduk sebagai Pengurus Ikatan Anggar Seluruh Indonesia
(IKASI). Tahun ini dia diangkat lagi sebagai wakil ketua, yang dalam waktu
dekat akan dilantik oleh Ketua KONI.
“Sebenarnya bekerja di organisasi sosial lebih letih dibanding kerja di
asuransi yang aturan mainnya tegas, salah dimarahi atau bahkan dipecat.
Diorganisasi sosial jauh lebih longgar. Jadi lebih enak di asuransi,” ujar
penggemar olahraga renang, tennis dan golf ini.
Dulu suka nonton bola. Saya pernah bilang, dalam kondisi ekonomi Indonesia
seperti sekarang ini, mengurus asuransi seperti mengurus bola. Artinya,
bisa bertahan saja sudah berarti menang. ►e-ti/tsl
===========
Entrepreneur Of The Year 2004 Finalists
For almost 30 years, PT Asuransi Wahana Tata has been the main business
focus for Rudy Wanandi. His story began in 1974 when he acquired
Maskapai Asuransi Madijo. A year later he changed the name to Asuransi
Wahana Tata to reflect a sense of innovation and growth.
To strengthen the company, Rudy quickly implemented a business model
that focused on centralization to strengthen internal organization. At
first, the company focused on the banking industry. During the 1980s
when the economy was booming, it diversified into the corporate segment.
In the mid-1990s, following its prudent business philosophy, Rudy
further diversified the company into the retail/consumer business
segment this enabling the company to maintain its position and continue
to grow even during the banking and monetary crisis.
As competition became fiercer, Rudy focused the business on integrating
all processes to provide a seamless service to customers. Currently, the
company is listed as one of the top 10 general insurance companies and
is ranked No. 7 in terms of gross premium income in Indonesia. Rudy has
been able to convince other stockholders to reinvest the profits,
something he attributes to the trust among the shareholders,
commissioners, and employees. What started as one operational office and
25 employees has now become a company with a presence in 15 provinces
supported by 30 branch offices and 700 employees. ►e-ti/ey.com
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia) |