|
C © updated 11032004 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
►e-ti/ |
|
|
Nama:
Gunawan Pranoto
Lahir:
Di Yogyakarta, tahun 1951
Anak:
Dua orang
Pendidikan:
1. Sekolah Dasar (SD), di Bantul, Yogyakarta lulus tahun 1962
2. Sekolah Menengah Pertama (SMP), di Yogyakarta, lulus tahun 1965
3. Sekolah Menengah Atas (SMA), di Yogyakarta, lulus tahun 1968
4. Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta, jurusan Farmasi, lulus tahun
1977
5. Merai predikat Apoteker tahun 1978
Manajemen:
Berbagai pengetahuan dan keterampilan manajemen yang diperoleh dari
berbagai pelatihan, lokakarya, maupun berbagai seminar kepemimpinan.
Misalnya:
1. Pendidikan dan Latihan, Departemen Keuangan, tahun 1982
2. Lokakarya Perencanaan Strategis dan Pengambilan Keputusan, LPPM
Jakarta, tahun 1983
3. Decision Making and Problem Solving (Minaut), LPPM Jakarta, tahun 1984
4. Lokakarya Pengelolaan Industri Farmasi, LPPM Jakarta, tahun 1986
5. Dan berbagai seminar di dalam dan luar negeri.
Pengalaman Kerja:
1. General Manager, di PT Rajawali Nusindo, tahun 1978
2. Bersamaan dengan jabatan General Manager di PT Rajawali Nusindo itu
ditugaskan pula mengkoordinasikan kegiatan pemasaran produk PT Phapros,,
hingga tahun 1983.
3. General Manager, PT Phapros, Semarang, tahun 1984-1988
4. General Manager, PT Rajawali Nusindo, Jakarta, tahun 1989-1991
5. Presiden Direktur, PT Indofarma, Tbk, Jakarta, tahun 1991-2001
6. Presiden Direktur, PT Phapros, Semarang, April-Juni 2002
7. Presiden Direktur, PT Kimia Farma, Tbk, Juni 2002 hingga sekarang
Pengalaman Organisasi Farmasi:
1. Ketua I Pengda GP Farmasi Indonesia, Wilayah Jawa Tengah, tahun
1987-1988
2. Ketua Bidang Industri PP GP Farmasi Indonesia, tahun 1989-1995
3. Wakil Ketua Umum PP GP Farmasi Indonesia, tahun 1996-1999
4. Ketua Majelis Kode Etik di GP Farmasi, tahun 2000 hingga sekarang
5. Ketua III PP GP Jamu Indonesia, tahun 2000 hingga sekarang |
|
|
|
|
|
|
Gunawan Pranoto
Tampilkan Citra Baru Kimia Farma
Pria kelahiran Yogyakarta tahun 1951 ini bersama segenap jajaran direksi
dan staf karyawan mengubah persepsi dan citra lama tentang Kimia Farma.
Caranya, secara fisik memperbaharui penampilan eksterior dan interior
sebanyak 270 apotek yang dikelola yang tersebar di seluruh Indonesia.
Bersamaan itu diciptakan pula budaya baru di lingkungan setiap apotek
untuk lebih berorientasi kepada pelayanan konsumen.
Tidaklah mengheranbkan jika Sarjana Farmasi lulusan Universitas Gajah Mada
(UGM) tahun 1977, ini mengambarkan, 25 persen kesembuhan pasien diharapkan
dihasilkan oleh kenyamanan dan kebaikan pelayanan apotek. Sedangkan
sisanya 75 persen lagi berasal dari obat yang digunakan pasien.
Peraih predikat apoteker sejak tahun 1978 ini menyiapkan anggaran tidak
sedikit untuk melakukan perubahan persepsi itu, sekitar Rp 13,5 miliar
hingga Rp 27 miliar. Untuk satu apotek dia menghabiskan biaya antara Rp
50-100 juta. Angka itu masih di luar kebutuhan untuk biaya program
training seluruh karyawan.
Dia, yang sempat menjabat Presiden Direktur PT Phapros April 2002 hingga
sebelum terpilih sebagai Presiden Direktur PT Kimia Farma, Tbk pada Juni
2002, sangat ingin BUMN bidang farmasi yang dipimpinnya membawa wajah dan
penampilan baru.
Dengan konsep baru dia menjadikan setiap apotek Kimia Farma sebagai pusat
pelayanan kesehatan atau health center. Kimia Farma bukan lagi terbatas
sebagai gerai untuk jual obat, melainkan didukung berbagai aktivitas
penunjang seperti laboratorium klinik, praktek dokter, dan gerai untuk
obat-obatan tradisional Indonesia seperti herbal medicine. Bila perlu
obat-obatan Indonesia itu dipersandingkan dengan obat-obatan Cina yang
bagus dan resmi untuk menumbuhkan persaingan yang sehat.
Setiap apotek Kimia Farma dengan konsep baru haruslah mampu memberikan
servis yang baik, penyediaan obat yang baik dan lengkap, berikut pelayanan
yang cepat dan terasa nyaman.
Secara bertahap mantan presiden direktur PT Indo Farma selama 10 tahun
antara 1991 hingga 2001 ini memulai langkah dengan mengubah image, logo,
dan berbagai pernik lain menjadi sesuatu yang baru. Hasilnya adalah sebuah
konsep dengan eksterior serta interior baru. Namun yang tak kalah penting
adalah perubahan itu telah disertai dengan budaya pelayanan yang baru
pula.
Belajar dari penglihatan dia akan kesuksesan manajemen Bank Mandiri
melahirkan persepsi baru tentang bank pemerintah yang baik, dia pun
optimis cerita sukses serupa bisa dia lakukan di PT Kimia Farma, Tbk
sebagai BUMN bidang farmasi yang baik.
Ayah dua orang anak ini selalu menjalankan bisnis sesuai dengan kemampuan
yang dibarengi dengan itikad baik. Dia berprinsip seseorang boleh pintar
dan hebat, namun kalau itikadnya tidak baik maka hasilnya adalah sebuah
perusahaan yang tidak baik pula. Demikian pula Kimia Farma akan bisa
menjadi perusahaan yang baik atau malah menjelma menjadi perusahaan yang
tidak baik.
Sebagai putra kelahiran Yogyakarta seluruh pendidikan formalnya dia
selesaikan di wilayah situ juga. Seperti, Sekolah Dasar (SD) di Bantul
lulus tahun 1962, Sekolah Menengah Pertama (SMP) tahun 1965, Sekolah
Menengah Atas (SMA) tahun 1968, hingga perguruan tinggi dia selesaikan di
Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta, jurusan farmasi selesai tahun
1977.
Dia berhasil meraih predikat apoteker persis setahun kemudian yaitu di
tahun 1978. Masih pada tahun yang sama, tahun 1978, dia mulai bekerja
sebagai General Manager di PT Rajawali Nusindo, Jakarta, sebuah anak
perusahaan BUMN RNI Group. Di situ sehari-hari dia bertanggungjawab
perihal distribusi obat-obatan dan alat kesehatan produksi PT Phapros,
Semarang, masih anak perusahaan RNI Group, maupun produksi dari prinsipal
asing dan domestik.
Bersamaan itu dia ditugaskan pula untuk mengkoordinasikan kegiatan
pemasaran produk PT Phapros, sebuah tugas yang dia jalani hingga tahun
1983. Semenjak tahun 1984 hingga 1988 penggemar olahraga tenis ini
memperoleh penugasan baru sebagai General Manager PT Phapros, di Semarang.
Usai dari Semarang dia kembali ke Jakarta sebagai General Manager di PT
Rajawali Nusindo, Jakarta tahun 1989-1991. Lepas dari itu posisinya
meningkat langsung menjadi Presiden Direktur PT Indofarma, selama 10 tahun
sejak 1991 hingga 2001. Dia masih sempat kembali sebentar ke PT Phapros,
Semarang, namun sudah sebagai direktur utama yaitu di bulan April 2002.
Pada bulan Juni 2002 oleh para pemegang saham dia dipercaya memimpin PT
Kimia Farma Tbk, sebagai presiden direktur dengan dukungan ribuan karyawan.
Dengan jumlah karyawan ribuan dia harus benar-benar mengutamakan aspek
sumberdaya manusia (SDM) dalam setiap menggerakkan roda perusahaan.
Karenanya peran SDM bagi dia menjadi sangat penting untuk menentukan maju
mundur perusahaan. “Dan tidak hanya perusahaan saya kira, negara juga
begitu,” ujarnya menggambarkan begitu strategisnya aspek SDM bagi kemajuan
perusahaan, termasuk Kimia Farma yang masih menguasai pangsa pasar obat
generik sekitar 22-23 persen, terbesar kedua di bawah PT Indofarma, Tbk.
Kepercayaan pemegang saham itu sesungguhnya tidaklah berlebihan untuk
seseorang yang telah sangat paham dengan lika-liku kepemimpinan perusahaan.
Sebab sebelumnya dia sudah kenyang dengan berbagai pengetahuan dan
keterampilan manajemen yang diperoleh dari berbagai pelatihan, lokakarya,
dan berbagai seminar kepemimpinan.
Misalnya, pendidikan dan latihan di Departemen Keuangan tahun 1982,
lokakarya perencanaan strategis dan pengambilan keputusan di LPPM tahun
1983, decision making and problem solving (Minaut) juga di LPPM tahun
1984, lokakarya pengelolaan industri farmasi masih di LPPM tahun 1986, dan
dari berbagai seminar dalam dan luar negeri.
Dengan beragam keahlian manajemen itu dia memimpin PT Kimia Farma, Tbk
yang memiliki beragam produk seperti produk ethical, over the counter
(OTC), hingga herbal medicine alias jamu-jamuan. Terdapat 250 jenis produk
dihasilkan dan dipasarkan oleh Kimia Farma sebagian terbesar untuk
konsumsi dalam negeri. Merek-merek yang sudah dikenal luas misalnya
Batugin, Enkasari, Antussin, Fitolac, dan lain-lain.
Obat antibiotik adalah unggulan Kimia Farma, sama seperti perusahaan
farmasi lainnya. Kondisi demikian terkait dengan pola penyakit di
Indonesia yang dominan penyakit infeksi. Baru Kemudian menyusul
obat-obatan degeneratif seperti obat jantung, kardiovaskuler, dan
lain-lain.
Selain memahami betul persoalan kepemimpinan dan manajemen perusahaan dia
juga sarat dengan beragam kegiatan organisasi profesi bidang farmasi. Dia
adalah Ketua I Pengurus Daerah (Pengda) Gabungan Perusahaan Farmasi
Indonesia (GP Farmasi) wilayah Jawa Tengah, tahun 1987-1988.
Kemudian di tingkat nasional dipercaya sebagai Ketua Bidang Industri PP (Pengurus
Pusat) GP Farmasi Indonesia (1989-1995), serta Wakil Ketua Umum PP GP
Farmasi Indonesia (1996-1999). Yang terbaru adalah menduduki posisi
sebagai Ketua Majelis Kode Etik di GP Farmasi serta Ketua III Pengurus
Pusat GP Jamu Indonesia sejak tahun 2000.
Dengan beragam kelebihan yang dimiliki dia bermaksud menaikkan grade
perusahaan pemegang sertifikat ISO 9001 dan ISO 9002 ini ke posisi tiga
besar industri farmasi terbesar Indonesia. Jalan ke arah itu adalah
mendongkrak kinerja perseroan dan cara adalah melakukan upaya
restrukturisasi.
Implementasi restrukturisasi diharapkan mampu meningkatkan value
perusahaan paling tidak 50 persen lebih tinggi dari kondisi normal. Naik
tidaknya kinerja perusahaan itu terlihat pada posisi harga saham PT Kimia
Farma, Tbk di lantai bursa. ►ht
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
|
|