|
C © updated 20012004 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti/tempo |
|
|
Nama:
Bondan Gunawan
Lahir:
Ngabehan, Yogyakarta, 24 April 1948
Isteri:
Heridiana
Anak:
Purwendah Sekarhapsari, Bondan Kanumuyoso
Pendidikan:
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM
Karier:
- Dosen Fakultas Teknik Geologi dan Mineral Univ. Trisakti
(1986-1989)
- Rektor Universitas 17 Agustus (1989-?).
- Anggota Kelompok Kerja Forum Demokrasi
- Ketua Kelompok Kerja Forum Demokrasi
- Sekretaris Pengendalian Pemerintahan RI (2000)
- Pjs. Menteri Sekretaris Negara (2000)
Sumber:
Dari berbagai sumber antara lain Tempointeraktif |
|
|
|
|
|
|
Bondan Gunawan
Garis Hidup Si Nasionalis
Dia relatif tidak lama berada di elit puncak pemerintahan Presiden
Abdurrahman Wahid (Kabinet Persatuan 1999-2001). Sebagai Sekretaris
Pengendali Pemerintahan, lalu Pjs Menteri Sekretaris Negara. Karirnya meredup setelah terkuak
isu bobolnya brankas Yayasan Karyawan Yanatera Bulog senilai Rp 35
milyar.
Namun dalam waktu sesingkat itu dia berhasil menorehkan satu langkah
kecil namun spektakuler, yaitu masuk ke sarang dan menemui panglima
tertinggi Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM) yang sangat disegani,
yakni Teungku Abdullah Syafei (kini almarhum) saat lebaran Idul Adha
2001.
Tidak ingin membebani bosnya menyelesaikan masalah, Bondan lebih dahulu
berinisiatif mengundurkan diri dari pemerintahan sebelum MPR akhirnya
melengserkan Gus Dur. Lelaki kelahiran Ngabehan, Yogyakarta 24 April
1948 ini memang dikenal sangat dekat betul dengan Gus Dur terlebih
setelah Forum Demokrasi (Fordem) berdiri. Fordem yang didirikan dan
dipimpin Gus Dur, adalah kelompok diskusi yang dianggap sebagai antitesa
atas pendirian Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang dipimpin
BJ Habibie ketika itu. Bondan terakhir kali Ketua Kelompok Kerja Fordem
menggantikan Gus Dur.
Bondan mengatakan merasa cocok dengan kyai Gus Dur meskipun antar
keduanya suka berbeda pendapat. Uniknya, menurut pengakuannya, justru
karena perbedaan pendapat itulah maka mereka menjadi satu. Menjadi satu
dalam Pokja Fordem lalu berkenalan secara intens dengan komunitas luas
politik. Gus Dur pun menjadi tidak ragu mengajak ayah dua orang anak
Purwendah Sekarhapsari dan Bondan Kanumuyoso ini ke Istana ketika
kesempatan itu ada.
Antara keduanya memang telah terjalin lama persahabatan. Persahabatan
itu semakin dikentalkan oleh politik aliran yang masing-masing mereka
anut. Gus Dur dengan paham keagamaan berbasis Nahdlatul Ulama (NU),
sementara Bondan adalah nasionalis tulen. Dan antar kedua aliran dalam
sejarah perpolitikan nasional adalah dua saudara tua yang sangat dekat.
Bondan, yang adalah adik Brigjen (TNI) Katamso Dharmosaputro, Komandan
Korem 072/Pamungkas yang diculik dan dibunuh oleh pelaku peristiwa
Gerakan 30 September 1965, menghabiskan masa kecil dan remajanya di
Yogyakarta.
Sejak masa kecil itu dia sudah aktif di berbagai organisasi. Ketika SMA,
misalnya, ia aktif di Gerakan Siswa Nasional Indonesia (GSNI), sebuah
organisasi beraliran nasionalis yang pro Bung Karno.
Walau singkat namun Bondan meninggalkan catatan yang takkan terlupakan
saat memasuki markas AGAM dan menemui langsung panglimanya Teungku
Abdullah Syafei. Dunia luar ikut pula mencatatnya sebab inilah kali
pertama seorang petinggi resmi pemerintahan pusat mau bertemu dan
berbicara dengan tokoh GAM. Banyak pihak ketika itu berharap pertemuan
itu akan menjadi awal “rekosiliasi” antara GAM dengan Pemerintah RI agar
keduanya tidak lagi mengambil posisi berhadap-hadapan. Bondan lalu
bersuara, GAM yang dipersepsi begitu angker dan beringas dianggapnya
sebagai saudara, bukan musuh.
"Saya menganggap mereka sebagai saudara, bukan musuh," ujarnya. Dalam
perjalanan selanjutnya Bondan menjadi salah seorang yang cukup intens
mengurus penyelesaian masalah Aceh. Ia kerap mengadakan
pertemuan-pertemuan dengan kalangan tokoh masyarakat Aceh.
Penyelesaian Aceh memang belum tuntas hingga kini, sekalipun Operasi
Kemanusiaan telah berjalan memasuki enam bulan kedua. Namun ketika
pernah ditangani Bondan sebuah hasil riil yang mengarah ke penyelesaian
rekonsiliasi pernah dicapai, yakni saat ditandatanganinya kesepahaman
bersama (MoU) mengenai jeda kemanusiaan, di Swis. Jeda kemanusiaan
sesungguhnya adalah modal awal menuju ke penyelesaian menyeluruh.
Masuk ke sarang AGAM dan mundur sebagai pejabat pemerintah menjadi
simplikasi kiprah singkat Bondan Gunawan. (Pernah tersiar kabar bahwa
Bondan berniat menjadi Sekjen PDI Perjuangan dalam kongres di Semarang,
namun terpilih yang akhirnya adalah Sutjipto. Rumors sepak terjangnya
merebut kursi orang kuat kedua partai PDIP setelah Megawati
Soekarnoputri hilang begitu saja).
Bondan akhirnya menentukan pilihan untuk menjadi "orang bebas". Senin
malam 29 Mei 2001 dia mengumumkan pengunduran dirinya dari Pjs
Sekretaris Negara serta Sekretaris Pengendalian Pemerintahan. Kepada
pers dia mengatakan mundur karena mendapat banyak serangan. "Dan, saya
tidak mau menjadi beban bagi Presiden yang notebene teman saya," kata
Bondan, masih menujukkan sikap romantisme dengan sohibnya Gus Dur.
Gus Dur pada akhirnya memang lengser. Namun saat mengumumkan mundur,
Bondan mengatakan masih berkeinginan kuat untuk tidak diam saja terhadap
berbagai tantangan yang dihadapi presiden. "Saya bisa melakukan berbagai
improvisasi tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat dan
saran-saran yang perlu untuk Presiden," ujarnya kala itu dengan tenang
tetapi lugas. ► haposan tampubolon
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia) |
|