|
C © updated
02032004 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
►e-ti/sctv |
|
|
Nama:
Lenny Marlina
Lahir:
Jalan Ciateul, Bandung, 19 Februari 1954
Suami:
Bambang W Soeharto
Anak:
Dua orang putri dari suami pertama Gatot Teguh Arifianto, dan dua orang
putra dari Bambang W Soeharto
Orangtua:
Ayah Tatang Hasan Suharna, dan ibu Yety Suryatin
Judul Buku Otobiografi:
“Si Lenny dari Ciateul, Otobiografi Lenny Marlina”, tebal 500 halaman,
ditulis oleh novelis Titi Said, pengamat film Salim Said, serta Lies Said,
Muthiah Alhasany, Titien Sukmono, dan Yuni.
Film Pertama:
“Ananda” sebagai pemeran utama wanita, disutradarai oleh Usmar Ismail,
produksi tahun 1970
Nominasi Piala Citra:
1. Film “Jangan Ambil Nyawaku”, FFI 1982
2. Film “Kembang Kertas”, FFI 1985
Penghargaan:
1. Juara dua Pemilihan Ratu Kebaya Kota Bandung, tahun 1970
2. ''The Best Actress PWI”, untuk film “Biarlah Aku Pergi”, tahun 1971
3. ''Aktris Terbaik PWI'', untuk dalam Di Mana Kau Ibu, tahun 1973
4. ''Aktris Harapan I PWI'', untuk film Ranjang Pengantin, tahun 1974
5. ''Pemeran Wanita dengan Penghargaan'', untuk Rio Anakku, FFI tahun
1974.
Film yang dibintangi:
Total hampir mencapai 100 judul film, terakhir adalah sinetron televisi,
“Kau Selalu di Hatiku”, disiarkan tahun 1997 |
|
|
|
|
|
|
Lenny Marlina
Si “Centil” dari Ciateul
Aktris film terkenal Lenny Marlina terlahir di Jalan Ciateul, Bandung,
pada 19 Februari 1954.
Nama Jalan Ciateul tempat kelahiran Lenny amat begitu disukainya
sehingga dia pakai sebagai judul buku otobiografinya, “Si Lenny dari
Ciateul” yang diluncurkan di Hotel Mulia, Senayan Jakarta persis pada
tanggal 19 Februari 2004 lalu menandai genap usia paruh baya dia 50
tahun.
Putri sulung dari pasangan ayah Tatang
Hasan Suharna dan ibu Yety Suryatin (68 tahun), ini menyebut dirinya
lahir bukanlah sebagai orang berada melainkan tak lebih seorang bocah
putri kecil biasa yang hidup di tengah-tengah keluarga dengan ekonomi
pas-pasan.
Di kemudian hari rumah sederhana yang mereka tempati masih harus
ditambah penghuni baru yaitu sejumlah adik buat Lenny. Jadilah mereka
semua tidur berhimpitan bak ikan pindang.
Dia bertutur daerah itu sangat terkenal di Bandung hingga seantero
Nusantara. Maklum, Ciateul adalah daerah asal Ibu Inggit Garnasih istri
pertama Bung Karno, tokoh proklamator bangsa. Demikian pula artis
penyanyi Merry Andani. Bahkan, maaf, ini kata Lenny, pelacur pun
terkenal dari situ.
Catatan terpenting kehidupan Lenny bermula ketika dia berusia 16 tahun
duduk di bangku SMA tampil sebagai juara dua kontes Pemilihan Ratu
Kebaya Kota Bandung, di tahun 1970. “Sampai SMA, saya sudah terkenal di
Ciateul,” kenangnya. Bapak Perfilman Nasional Usmar Ismail pertama kali
menemukan dia di awal tahun 1970 itu.
Sineas besar itu bukan hanya melibatkan Lenny untuk pertamakali dalam
film Ananda melainkan tak tanggung-tanggung, dia langsung diberi
kesempatan memerankan enam karakter sekaligus. Mulai penjual pisang
goreng, penari bar, hingga istri simpanan pejabat. Akting Lenny yang
bagus menjadikan dia sebagai aktris pendatang baru terbaik di Asia
ketika itu.
Amanda, itulah film pertama Lenny digarap oleh Usmar Ismail. Mendapat
tambahan bimbingan dari aktor senior Rachmat Hidayat Lenny semakin cepat
populer di dunia film. Semenjak itulah nama neng geulis yang dimasa
kecil dipanggil Nonon itu mulai melambung di perfilman nasional. "Saya
pernah main dalam 15 produksi film per tahun. Dalam tiga tahun film saya
berjumlah 45 film," ujar Nonon ehh… Lenny Marlina ibu dua orang anak
dari suami pertama, dan dua orang anak pula dari suami kedua Bambang W
Soeharto.
Sepanjang berkarir akting Lenny bagus namun tak satu kalipun dia pernah
meraih piala Citra, lambang bergengsi film layar lebar Indonesia. Lenny
hanya pernah masuk nominasi dua kali lewat film Jangan Ambil Nyawaku (FFI
1982) dan Kembang Kertas (FFI 1985). Walau demikian beberapa penghargaan
tertinggi dunia seni peran pernah dia peroleh, antara lain ''The Best
Actress PWI (1971) untuk film Biarlah Aku Pergi, ''Aktris Terbaik PWI''
(1973) dalam Di Mana Kau Ibu, ''Aktris Harapan I PWI'' (1974) untuk film
Ranjang Pengantin, dan ''Pemeran Wanita dengan Penghargaan'' untuk Rio
Anakku (FFI 1974).
Kalau mau dihitung Lenny telah bermain dalam hampir 100 judul film. Yang
membuat dia hebat perannya dalam semua film itu adalah sebagai pemeran
utama wanita. Film terakhir yang dia dukung adalah sinetron televisi,
“Kau Selalu di Hatiku”, disiarkan tahun 1997. Setelah itu dia berhenti
main film menikah dengan Bambang W Soeharto, yang lalu membuat dia
ikut-ikutan berpolitik mengikuti pakem suami baru.
Lenny bertutur sepanjang dekade 1970-an adalah masa kejayaan film
nasional yang mengangkat kehidupan dia berikut orangtua dan adik-adiknya
dari sisi yang kelam. Berkat produksi film nasional kehidupan Lenny dan
keluarga yang semula sederhana berubah total bagaikan disulap sebab
Lenny Marlina telah menjadi kaya raya karena film. Namun kehidupan dia
yang berubah 180 derajat sesungguhnya adalah karena dia bekerja keras
berusaha untuk bangkit dari kondisi kehidupan yang pas-pasan.
Semenjak tahun 1984 Lenny mulai jarang tampil di layar lebar. Kiprahnya
lebih banyak untuk membesut karier baru sebagai pengusaha. Sepenggal
kecil sisi lain kekelaman hidup si “manusia biasa” ini mulai muncul yang
mengharuskan dia mengarungi samudra kehidupan yang penuh riak dan
gelombang. Perkawinan dia dengan Gatot Teguh Arifianto harus kandas
setelah dibina dan dipertahankan tak kurang 23 tahun. Demikian pula
bisnis yang dia rintis sejak lama akhirnya tak berkembang.
Setelah bercerai dari suami pertama dia menikah dengan Bambang W
Soeharto, tokoh Kosgoro dan aktivis HAM. Sejak itu Lenny yang tak aktif
lagi di film berusaha menyelami kehidupan spiritual. Dia mendalami agama
yang dianutnya. Lenny berusaha menjadi pribadi yang saleh. Dia sudah
tiga kali menunaikan ibadah haji dan satu kali Umrah. Kisah sedih lain
masih banyak yang dia uraikan dalam otobiografi setebal 500 halaman yang
ditulis oleh novelis Titi Said, pengamat film Salim Said, serta Lies
Said, Muthiah Alhasany, Titien Sukmono, dan Yuni.
Dalam bukunya Lenny berusaha bicara jujur siapa diri dia yang
sesungguhnya. Baik sebelum dibentuk oleh Usmar Ismail maupun sebelum
dipetik ulang oleh Bambang. Tanpa rasa malu dia mau menyingkap sisi
kelam kehidupan yang seharusnya sudah pantas dikubur dalam-dalam. Lenny
berusaha jujur dan terbuka. "Tapi, ini memang kenyataan hidup saya
seperti itu," kata dia.
Perjalanan hidup tetaplah misteri sepanjang masa. Siapa sangka keelokan
remaja belia usia 16 tahun duduk di bangku SMA berkebaya biru juara dua
kontes pemilihan ratu kebaya di Kota Bandung, di tahun 1970 muncul di
kelopak mata sineas legendaris Usmar Ismail untuk lalu dibentuk menjadi
permata baru perfilman Indonesia selama lebih dari dua dekade. Lenny
masih belum lupa bahwa sanggul, kebaya, kain, sampai selop yang dia
pakai ketika memenangkan kontes itu adalah pinjaman semua.
Dan siapa pula yang menyangka wanita manis kelahiran Ciateul itu setelah
terpuruk dalam bisnis gagal dalam rumah tangga masih berkesempatan
“dipetik” ulang oleh pendekar hak-hak azasi manusia dan tokoh politik
nasional dari Kosgoro Bambang W. Soeharto.
Itulah Lenny Marlina artis film terkemuka si “centil” dari Jalan Ciateul
Bandung yang pada 19 Februari 2004 lalu meluncurkan otobiografinya
berjudul “Si Lenny dari Ciateul”. Kendati tak sekalipun pernah
memenangkan Piala Citra namun beberapa penghargaan tertinggi dunia seni
peran tingkat nasional hingga Asia Pasifik pernah dia terima selama
berkarir.
Semenjak disunting Bambang W Soeharto citra diri Lenny Marlina menjadi
identik dengan ketokohan suami. Figur keduanya tampak ideal dan romantis
setiap kali tampil di hadapan umum. Demikian pula keakraban diantara
anak-anak bawaan masing-masing, berikut mantu dan cucu-cucu. Sebuah
kombinasi yang unik dua selebritis terkenal dari bidang berbeda
bergabung jadi satu rumahtangga, satu artis film kesohor satu lagi
politisi ternama. Dalam keluarga barunya anak Ciateul ini lebih suka
memilih menjadi ibu rumah tangga. Posisi “orang rumahan” itulah yang dia
manfaatkan selama dua tahun menyusun otobiografi. ► ht
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia) |
|