|
|
|
Nama :
Angelique Widjaja
Lahir :
Bandung, 12 Desember 1984
Ayah :
Rico Widjaja
Ibu :
Hanita Erwin
Bermain :
Tangan kanan (backhand dua tangan)
Lapangan favorit :
Keras, Tanah liat
Pelatih :
Meiske H. Wiguna dan Deddy Tejamukti
Gelar :
- WTA Tour single: 1
- WTA Tour double: 1
- ITF single: 1
Hadiah :
- Hadiah pada 2001: US$ 31,713
- Hadiah karier hingga 2001: US$ 34,513
Peringkat :
- Peringkat WTA pada 2000: 709
- Peringkat WTA pada 2001: 149
- Peringkat tertinggi WTA Juni 2002: 92
|
|
Angelique Widjaja
Turnamen Pembuka 2003
Petenis putri utama Indonesia, Angelique "Angie" Widjaja tidak
mencanangkan target yang muluk dalam kiprahnya tahun depan, saat dia
sepenuhnya digolongkan sebagai petenis profesional. Pemain yang kini
menempati urutan 69 dunia (WTA/Women's Tennis Asocciation) itu hendak
mencoba menembus tangga 50 besar dunia.
Ia memilih turnamen berhadiah total 110.000 dollar AS, Women Classic di
Canberra (Australia), sebagai turnamen pembuka musim pertandingan tahun
depan (2003). Kejuaraan itu juga sebagai ajang pemanasan Angie sebelum
mengikuti grand slam Australia Terbuka di Melbourne, pertengahan Januari
2003.
Angie, yang 12 Desember mendatang genap berusia 18 tahun, semula memiliki
tiga alternatif kejuaraan sebagai ajang pertamanya di tahun 2003.
Ketiganya adalah Adidas International berhadiah 585.000 dollar AS di
Sydney (Australia), Canberra Classic, dan Tasmanian International di
Hobart (Australia). Ketiga turnamen itu dimulai pada waktu yang sama, 5
Januari 2003.
Ia memilih Canberra karena di turnamen itu langsung masuk main draw (babak
utama). Sementara, dari Sydney ia mundur karena harus masuk dari
kualifikasi. Sebelumnya, pelatihnya, Deddy Tedjamukti, menjelaskan,
pemilihan atas turnamen yang akan diikuti Angie haruslah bertujuan untuk
memperoleh poin sebesar mungkin. Angie berpotensi mengumpulkan poin lebih
besar bila langsung main di babak utama, dibandingkan harus melalui babak
kualifikasi lebih dahulu.
Angie kemungkinan akan bertemu dengan peringkat 16 dunia, Anna Smashnova
dari Israel, dan peringkat 28 dari Thailand, Tamarine Tanasugarn, di
Canberra. Keduanya bisa jadi kembali ikut di kejuaraan tersebut setelah
tahun lalu Smashnova menjadi juara dan Tanasugarn sebagai runners-up.
Persaingan di antara petenis putri dunia tahun depan memang tidak menjadi
lebih mudah bagi Angie. Selain masih banyak petenis elite, seperti
Williams bersaudara, Serena dan Venus, serta Daniela Hantuchova, masih
dalam usia emas mereka, pemain-pemain remaja segenerasi Angie juga mulai
menginjak dunia profesional dan mulai menancapkan kuku masing-masing.
Dalam daftar peringkat WTA akhir tahun ini, misalnya, Angie bersaing ketat
dengan petenis Rusia, Dinara Safina (16). Safina, yang merupakan adik
kandung petenis putra nomor ketiga dunia, Marat Safin, menempati urutan 68
WTA dan hanya unggul 2,25 poin dari Angie.
Seperti halnya Angie, Safina juga memperlihatkan prestasi mengagumkan di
awal kiprahnya dalam tenis profesional tahun ini. Di awal tahun, Safina
masih bertengger di peringkat 451 dunia dan memperoleh peringkatnya yang
sekarang hanya dengan menempuh 12 turnamen. Angie sendiri tidaklah terlalu
asing dengan petenis Rusia itu. Keduanya pernah bertemu di final Wimbledon
yunior tahun lalu yang dimenangi Angie. (kps)
Angelique Widjaja
Obsesi Menembus Peringkat Sepuluh Besar
Petenis putri penuh harapan, Angelique Widjaja sudah menyabet dua gelar
juara dunia junior di dua grand slam yang berbeda. Baru saja dia
menggondol sebuah gelar bergengsi yakni juara Prancis Terbuka yang biasa
disebut Holland Garros. Prestasi yang ditorehkannya di Negeri Napoleon
Bonaparte itu merupakan gelar tertinggi yang pernah diraih petenis wanita
Asia. Mahkota itu mengantar Angie menduduki peringkat kedua di nomor
tunggal junior. Adapun di nomor ganda, dia menempati posisi ketiga. Tahun
lalu (2001) dia merebut gelar juara di Wimbledon, Inggris.
Prestasi petenis dengan tinggi 1,73 meter dan berat 62 kilogram ini pun
mulai membuat orang berdecak kagum. Gelar juara tertinggi yang diraihnya
adalah ketika menjuarai seri WTA Tour di Bali, yang diikuti para petenis
papan atas dunia, September 2001. Angie pun menjadi petenis keenam dunia
yang mampu meraih gelar seri WTA, dalam penampilan perdananya di kelompok
senior.
Kini mojang Bandung itu mulai berkonsentrasi di ajang senior yang lebih
menantang. Modal peringkatnya memang sudah cukup. Dia meraihnya dari
turnamen WTA (Asosiasi Tenis Profesional Wanita) Wismilak International di
Bali, September tahun lalu. Meski rankingnya saat itu masih 579, dia bisa
ikut bermain karena sebagai tuan rumah. Sebagai pemain pupuk bawang, ia
berhasil membuat kejutan dengan meraih gelar juara. Gadis yang tak suka
berdandan ini langsung melonjak ke peringkat 151 dunia.
Bersamaan dengan prestasinya yang terus mengilap, rezeki pun mengalir ke
pundi-pundinya. Setelah dipotong pajak, duit yang telah dikumpulkan Angie
tahun 2001 sekitar Rp 280 juta. Tahun 2002 uang yang diperolehnya pasti
lebih besar. Tapi gadis yang kurang suka keluyuran ini belum mau
membeberkannya.
Ganjalan memang ada. Karena usianya yang belum genap 18 tahun, anak bungsu
dari enam bersaudara ini hanya boleh bermain di 13 turnamen senior. Tapi
tak mengapa. Akhir April 2002 lalu dia melakukan tur ke Eropa untuk
mengikuti sepuluh turnamen. Dari tur ini, ia berhasil mengerek
peringkatnya ke posisi 92 dunia.
Dengan prestasi secemerlang itu, wajar jika dia mematok target masuk dalam
20 besar dunia dalam dua-tiga tahun mendatang. Satu-satunya petenis
Indonesia yang pernah masuk wilayah elite ini hanyalah Yayuk Basuki, saat
usianya sudah 27 tahun, pada 1997.
Bukan sesuatu yang mustahil. Malah pengamat tenis Beni Mailili menilai
Angie berpeluang besar menembus sepuluh besar dunia. Selain usianya yang
masih muda, kemampuannya komplet. Ia mampu bermain di segala jenis
lapangan. " Setidaknya dia sudah membuktikan sebagai juara di Wimbledon
yang lapangan rumput, dan Rolland Garros dengan tanah liatnya," kata Beni.
Bekal teknis Angie memang sudah lumayan. Selama ini Angie dikenal memiliki
pukulan yang menyengat dan back hand dua tangan yang mematikan. Dengan dua
senjata inilah ia melumpuhkan lawan-lawannya di ajang junior.
Kendati Angie menyadari bahwa hanya dengan modal itu belum cukup untuk
unjuk gigi di ajang senior. Untuk bisa berjaya, ia harus mengasah
kemampuan servis dan kecepatannya beraksi di lapangan. "Saya harus
menambah latihan otot bagian atas untuk memperbaiki speed dan power,"
katanya. Kini setiap hari dia menggenjot latihan fisik selama dua jam.
Selain itu, menurut pelatihnya, Deddy Tedjakusuma, petenis berbakat ini
harus memperbanyak keikutsertaannya da1am tumamen. "Perlu waktu tiga tahun
dari sekarang, dia bisa menjadi juara grand slam," katanya.
Itu berarti, Angie harus menghabiskan masa remajanya hanya berlatih.
Ketika remaja sebayanya disibukkan menghadapi ujian sekolah, Angelique
berkonsentrasi menghadapi berbagai turnamen tenis. Ketika rekan-rekannya
pergi ke mal untuk sekadar nongkrong atau berkumpul-kumpul, Angie harus
pergi ke lapangan untuk berlatih.
Itulah hidup keseharian yang kini harus dilalui dara Bandung kelahiran 12
Desember 1984 itu. Masa remajanya mungkin tak seperti rekan-rekan pada
umumnya yang bebas berbuat sekehendak hati. Angie, sebagai petenis yang
mulai mencoba menekuni dunia profesional, memiliki jadwal yang ketat dan
padat. Latihan fisik dan teknik pukulan pun pastinya telah banyak menyita
waktunya.
"Pasti, adalah sedikit perasaan, wah teman-teman seusia saya bisa bebas
main atau gimana. Tapi saya pikir, mereka pun kalau melihat saya mungkin
punya perasaan yang sama, kok saya tidak bisa begitu," tutur Angie. "Namanya
juga manusia, kita tidak bisa meraih semuanya. Selalu ada yang harus
dikorbankan."
Meski ia menjadi "korban" atas kehilangan masa remajanya karena pilihannya
sendiri, Angie selalu mencoba melihatnya dari sisi positif. "Memang saya
melewatkan sebagian masa kecil dan masa remaja saya dengan bermain tennis.
Tapi itu tidak menjadi soal. Saya enjoy saja kok. Lagian saya orangnya
tidak terlalu suka main. Senangnya kumpul sama keluarga. Soalnya saya
dekat banget sama kakak-kakak saya. Saya punya lima kakak cowok."
Kendati harus tampil di berbagai turnamen tenis di mancanegara, Angie
tetap ingin bisa menyelesaikan sekolahnya, meski pendidikan formal bukan
satu-satunya pilihan untuk menimba ilmu. Sebagai salah satu alternatif,
sistem modul ia pakai untuk mengikuti pelajaran di sekolahnya, SMU Taruna
Bakti.
Dua tahun lalu dia mengaku masih bingung mau nerusin sekolah atau main
tennis. “Tapi, ya setelah mikir-mikir, apalagi tahun lalu prestasi saya
bagus, saya lalu putuskan untuk terjun ke tenis. Karena saya nggak mungkin
bisa ambil dua-duanya. Tapi, paling nggak, saya ingin lulus SMA lah,"
ungkap siswi yang kini duduk di bangku kelas dua.
Angie sudah mengenal dunia tenis sejak berusia 4,5 tahun. Dorongan orang
tuannya, Rico dan Hanita, telah mengantar dirinya menjadi salah satu
petenis yang diprediksikan bakal melejit tahun ini, seperti yang
digambarkan dalam hasil jajak pendapat situs resmi WTA Tour.
Meski mengaku kejenuhan kerap menghinggapinya, namun Angie merasa sudah
melangkah jauh. "Kadang-kadang saya memang merasa jenuh juga di tenis.
Tapi sudah sampai di sini saya tidak akan mundur lagi. Mungkin nanti kalau
sudah berkeluarga."
Komitmen dan usaha keras memang menjadi modal utama para petenis top dunia.
Bagi Angie komitmen itu mulai ditapakinya. Pengorbanan masa remajanya --
yang untuk sebagian orang adalah masa paling indah - menjadi bukti nyata.
Kini, target petenis yang ditangani pelatih Deddy Tedjamukti itu adalah
masuk 10 besar dunia.
Mengenai obsesi untuk menembus 10 besar, dia bertekad akan berusaha dan
yakin akan menggapainya. *** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia), dari Tempo dan berbagai
sumber)
|
|