|
C © updated 29102006-18082004 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti |
|
|
Nama:
Nortier Simanungkalit
Lahir:
Tarutung, 17 Desember 1929
Isteri:
Sri Sugiarti boru Simorangkir
Anak:
- Meirana Sinamungkalit
- Eldira Roselita Simanungkali
- Ilmiata Herriati Simanungkalit
Pendidikan:
- Fakultas Pedagogi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Profesi:
Komponis
Karya:
- Lebih 150 komposisi himne dan mars
|
|
|
|
|
|
|
NORTIER HOME |
|
|
Nortier Simanungkalit
Maestro Mars dan Himne
Nortier Simanungkalit seorang maestro Indonesia. Komponis lulusan Pedagogi
UGM itu telah mencipta lebih 150 komposisi musik yang semuanya berupa
mars dan himne. Maestro kelahiran Tarutung, 17 Desember 1929 yang juga
mantan Komandan Tentara Pelajar Sub-Teritorial VII Sumatera Utara, itu
menekuni musik sejak berusia 19 tahun. karya pertamanya sebuah lagu
seriosa Sekuntum Bunga.
Hidup Nortier Simanungkalit teratur seperti lagu-lagu mars dan himne
ciptaannya. Delapan jam istirahat, delapan jam santai. Sisanya, berkarya.
Hasilnya, meski Desember nanti akan memasuki usia 77 tahun, ia masih segar
bugar dan menghasilkan lagu. Bahkan dia sedang mempersiapkan proposal
akademis untuk mendapatkan gelar doktor honoris causa.
Mars dan himne menjadi identitas pria kelahiran Tarutung, Sumatera Utara,
17 Desember 1929, itu. Pembaca pasti masih ingat denting piano pada intro lagu Senam
Kesegaran Jasmani pada 1980-an. Kalau partiturnya masih ada, di bawah
judul mars tadi pasti tertulis nama N. Simanungkalit.
Di luar dua komposisi itu, masih ada ratusan, tepatnya 268, komposisi lain
yang sudah dihasilkannya. Seluruhnya diciptakan ompung empat cucu itu
sejak ia remaja, pada 1950-an. Sayang, pria yang tak punya latar belakang
pendidikan khusus musik ini lupa judul mars perdananya.
Tapi untuk debutnya di luar mars dan himne, ia ingat betul. "Sekuntum
Bunga di Taman," kata suami Sri Sugiarti boru Simorangkir itu. Lagu itu
berirama pop. Ditulis ketika Simanungkalit baru satu semester menuntut
ilmu di Fakultas Pedagogi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Semangat mencipta lagunya makin menggebu ketika Sekuntum diputar RRI
Yogyakarta. Lewat stasiun radio itu pula, guru seni suara sebuah SMA di
Yogyakarta (1957-1964) itu mendengar siaran musik klasik kesukaannya.
Kalau akhirnya ia lebih terpikat pada mars, tak lain karena menurut dia,
"Mars adalah induk seluruh lagu."
Karya cipta Simanungkalit tersebar sampai ke "negeri Paman Sam". Lewat
Duta Besar Amerika Serikat di Jakarta, Palang Merah Amerika memesan sebuah
himne dari dia pada 1999. Sebulan penuh dihabiskan Simanungkalit sebelum
mendapatkan komposisi yang pas. Untuk keberhasilannya, ia mendapat medali
jenis Special Recognition dari Palang Merah Amerika.
Itu bukan pengalaman pertamanya dengan negeri Paman Sam. Pada 1972,
Simanungkalit pernah bersantap siang dengan Presiden Richard Nixon. Ia
berada di Amerika Serikat dalam rangka menjadi juri Festival Paduan Suara
Mahasiswa Internasional. Kiprah dosen kor Akademi Musik Indonesia
Yogyakarta (1964-1966) itu di pentas internasional tak sebatas menjadi
juri. Selama periode 1968-1981, ia menjadi anggota International Music
Council UNESCO.
Ada yang tak biasa dari Simanungkalit. Bila biasanya seorang komposer
membangun sebuah komposisi lewat alat musik yang dikuasainya, tak demikian
dengan komposer yang satu ini. Ia lebih sering membayangkannya terlebih
dulu. Lalu nada-nada yang terlintas di kepala dituangkan ke atas secarik
kertas. Biasanya, sebagian besar dari komposisi tadi sudah tercipta di
luar kepala.
Untuk mendapatkan harmonisasi, atau agar tahu komposisi itu secara utuh,
Simanungkalit menggunakan jasa orang lain. Misalnya saat mencipta Mars
Pemilu 2004, ia menggunakan jasa seorang pianis di studio Monang Sianipar,
Jakarta. "Di situlah kekuatan imajinasi dan seni," kata bapak tiga anak
itu.
Simanungkalit memperhatikan betul keselarasan lirik, yang senantiasa
filosofis, dengan lagu ciptaannya. Empat unsur penting selalu diupayakan
ada dalam tiap ciptaannya. Yaitu melodi, harmoni, ritme, dan timbre.
Kehati-hatian itulah yang membuat penerima penghargaan Lifetime
Achievement dari Koalisi Media KPU dan SCTV itu enggan mengikuti lomba
bila jurinya bukan maestro musik atau seorang musikolog.
Sebelum mencipta lagu, mantan anggota MPR-RI (1987-1992) itu selalu
menjalani ritualnya: berdoa. "Tuntunlah saya supaya berhasil membahagiakan
orang yang menerima lagu ini," kata Simanungkalit, menirukan doanya.
Setelah itu, ia melakukan perenungan. Kadang lirik yang lebih dulu muncul,
baru lagu. Kadang sebaliknya. Inspirasi didapatnya dari sembarang tempat.
Ketika membuat mars dan himne SEA Games, yang dipesan Sri Sultan Hamengku
Buwono IX, Ketua KONI saat itu, ia mendapat idenya di atas bus kota. Tak
tanggung-tanggung, ia mendapat dua lagu sekaligus dalam 30 menit
perjalanan. "Lagunya khas Jawa. Laras pelog untuk mars, selendro buat
himne," kata penerima Satya Lencana Perang Kemerdekaan I dan II itu. Mulai
pukul dua siang sampai pukul 10 keesokan harinya, Simanungkalit
mengutak-atik lagu tadi. "Sampai pegal tangan saya," katanya. ►e-ti/Carry
Nadeak dan Rachmat Hidayat [Musik, GATRA, Edisi 23 Beredar Jumat 16 April
2004]
►e-ti
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
|
|