|
C © updated 20102004-09092004 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti/bpk |
|
|
N a m a:
Dr. Anwar Nasution
Lahir:
Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 5 Agustus 1942
Agama:
Islam
Jabatan:
Ketua BPK
Isteri:
Maya Ayuna, perancang interior (menikah 1974)
Pendidikan :
- SD Negeri I, Sipirok (1955)
- SMP Negeri, Sipirok (1958)
- SMA Negeri Teladan, Medan (1961)
- Fakultas Ekonomi UI, Jakarta (1968)
- Master in Public Administration, the Kennedy School of Government,
Harvard University, Cambridge, Massachusetts, USA (1973)
- Tax Administration, University of Southern California, Los Angeles
(1976)
- Ph.D in Economics, Tufts University, Medford, Massachusetts, USA (1982)
- Kursus Reguler XX Lemhanas – Institut Pertahanan Nasional Indonesia,
Jakarta, Indonesia.
Pekerjaan:
- Lektor Fakultas Ekonomi UI (1964-sekarang)
- Research Associate Lembaga Penyelidikan Ekonomi & Masyarakat
(1975-sekarang)
- Ketua Tim Konsultan Bank Umum Koperasi Indonesia (1984- sekarang)
- Staf Ahli majalah Infobank (1982-sekarang)
- Tenaga Perbantuan Departemen Keuangan Ditjen Moneter (1968- 1975)
- Konsultan Ekonomi BI (1982-1983)
- Dosen Fakultas Ekonomi UI
- Mulai tahun 1985 hingga saat ini pengajar tamu mata kuliah ekonomi di
LEMHANNAS, SESKOAL dan SESKOAD.
- Pada tahun 1995-1996 pengajar tamu mata kuliah ekonomi pembangunan di
University of Helsinki, Finlandia.
- Dekan Fakultas Ekonomi (1998-1999)
- Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (Sejak 1999)
- Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, 2004-2009
Jabatan Lainnya:
1. Kepala Divisi Riset dan Hubungan Internasional, Direktorat
Jenderal Bidang Moneter, Departemen Keuangan Indonesia, tahun 1968-1975.
2. Ketua Komite Pelaksana Konferensi Deregulasi Ekonomi di Indonesia,
tahun 1994-1995.
3. Ketua Komite Nasional Indonesia, Financial Market Development,
Pasific Economic Cooperation Council (FMD/PECC), tahun 1995-sekarang.
4. Co-Director of UNU/WIDER Research Project on Short-term Capital
Flows, Exchange Rate Policy and the Balance of payments Crises in the
1990s, tahun 1995-1996.
5. Penasihat Internasional The Finance Forum of the Pacific Economic
Cooperation Council (PECC), Januari 2002-sekarang.
Riwayat Organisasi:
a. Anggota American Economic Association (AEA), tahun
1973-sekarang.
b. International Associate Member, FAIR (Foundation for Advanced
Information and Research) dan IFMP (Institute of Fiscal and Monetary
Policy), Departemen Keuangan Jepang, Tokyo, tahun 1987-sekarang.
c. Associate Member, Center for Pacific Basin Monetary and Economic
Studies, Federal Reserve Bank of San Francisco, tahun 1987-sekarang.
d. Anggota dan Direktur East Asian Economic Association, tahun
1990-sekarang.
e. Anggota American Committee on Asian Economic Studies (ACAES), tahun
1991-sekarang.
f. Anggota dan Wakil Ketua ISEI-Indonesian Economists Association, tahun
1997-sekarang.
g. Anggota the Asian Economic Panel, diorganisir oleh the Center for
International Development at Harvard University, The Global Security
Research Center (GSEC) of Keio University and Korea Institute for
International Economic Policy (KIEP), tahun 2001-sekarang.
h. Anggota International Advisory Group, Finance Forum of the Pacific
Economic Cooperation Council (PECC), tahun 2002-sekarang.
Penghargaan/Tanda Jasa:
a. Satya Lancana Pembangunan, dari Pemerintah Republik Indonesia.
Karya Tulis:
Financial Institutions and Policies in Indonesia, ISEAS, 1983
Alamat Rumah:
Jalan Taman Lebak Bulus I No. 3, Cilandak, Jakarta Selatan
Alamat Kantor:
Badan Pemeriksa Keuangan
Jalan Jend Gatot Subroto Kav 31, Jakarta 10210
Telp 021-5704395
|
|
|
|
|
|
|
ANWAR NASUTION HOME |
|
|
Dr. Anwar Nasution
Mendorong Kemandirian BPK
Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) ini ditetapkan sebagai
ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), setelah sempat terjadi tarik ulur
antara DPR dan pemerintah. Presiden Megawati Soekarnoputri di hari
terakhir masa jabatannya akhirnya menandatangani Keputusan Presiden (Keppres)
Nomor 185 M Tahun 2004 tertanggal 19 Oktober 2004 mengangkat tujuh
pimpinan BPK.
Selain Anwar Nasution yang telah diusulkan DPR sebagai ketua BPK, juga
dikukuhkan Wakil Ketua BPK Abdullah Zaini dan lima anggota BPK.
Mereka adalah Imran (deputi Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan/BPKP),
Baharudin Aritonang (mantan anggota Komisi IX DPR), Hasan Bisri (auditor
BPK), Irjen Pol Udju Zuhairi (mantan anggota Komisi IX DPR), dan I Gusti
Agung Rai (auditor BPK).
Masa jabatan ketua BPK Satrio Budiardjo "Billy" Joedono yang
digantikan Anwar seharusnya berakhir pada 8 Oktober 2003. Tetapi, presiden
memperpanjangnya.
Anwar Nasution kepada wartawan mengatakan, ke depan BPK harus bisa lebih
mandiri. Kemandirian itu bisa dimulai dengan penguatan undang-undang BPK
yang saat ini dalam proses amandemen di DPR. Kemandirian BPK dimaksud
termasuk kemandirian secara politis maupun anggaran. "Selama ini
belum ada UU soal kemandirian BPK. Jadi, BPK belum mandiri. Kita harus
pikirkan itu," ujar Anwar.
Anwar juga berjanji akan tetap independen. Meski pernah menjadi pejabat di
BI, dia bertekad BPK akan objektif jika menemukan penyelewengan di tubuh
bank sentral tersebut.
Dihubungi terpisah, anggota DPR Rizal Djalil menilai penunjukan Anwar
tidak akan menimbulkan polemik. Selain sosok Anwar dinilai relatif bersih,
kemampuannya juga sudah teruji. Terutama, selama menjabat deputi gubernur
senior (DGS) BI.
Beberapa fraksi di DPR menilai Anwar sosok terbuka dan apa adanya. "Figur
seperti itu yang dibutuhkan BPK. Tapi, sebaiknya Pak Anwar tidak banyak
komentar seperti saat di BI setiap selesai salat Jumat," saran Rizal.
Untuk rencana kerja, DPR merekomendasikan agar BPK memperpendek tugas
audit yang kini dikerjakan setiap enam bulan. Ke depan, setiap institusi
yang memasukkan laporan keuangannya, BPK bisa langsung mengaudit dan
mengumumkannya ke publik. "Jadi, tidak perlu menunggu sampai enam bulan
untuk memproses audit," harapnya. (ssk/pri/yun)
Setelah Masuk ‘Sarang Penyamun'
Ia dikenal sebagai ekonom yang sangat vokal. Sebelum menjadi Deputi Senior
Gubernur Bank Indonesia, ia sering mengkritik tajam pemerintah dan Bank
Indonesia menyangkut kebijakan sektor ekonomi dan moneter. Salah satu
kritiknya yang paling monumental ketika ia menyatakan: "Bank Indonesia itu
sarang penyamun." Maka, saat diangkat masuk BI, banyak harapan dialamatkan
ke pundaknya untuk membersihkan penyamun dari bank sentral itu.
Tapi,
tampaknya mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu tidak
bisa berbuat banyak. Ia pun telah mengakhiri masa tugasnya di BI pada Selasa
27 Juli 2004, digantikan oleh Miranda Gultom. Sebelum melepas jabatan
Deputi Senior Gubernur BI itu, ia telah dinominasikan di urutan pertama
yang dipilih dan diajukan oleh DPR kepada presiden untuk menjabat Ketua
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menggantikan Satrio Billy Joedono yang
telah berakhir masa tugasnya.
Publik yakin, pria kelahiran Sipirok, Sumatera Utara 5 Agustus 1942, ini
tidak sembarang melemparkan kritik terhadap bank sentral itu. Sebab
sebagai seorang ekonom dan akademisi, ia diyakini punya alasan cukup kuat
tentang pernyataan-pernyataannya. Doktor bidang ekonomi dari Tufts
University, Massachusetts, USA 1982, itu mengatakan kritiknya tidak lepas
dari tindakan BI sendiri. Lembaga ini lebih banyak berperan sebagai bagian
dari birokrasi daripada sebagai bank sentral.
Menurutnya, hampir semua program kredit yang dikeluarkan BI lebih
bernuansa politik. Sehingga terjadilah praktek mark up, korupsi, kolusi,
dan nepotisme, serta adanya investasi keliru yang mengakibatkan kehancuran
sistem perbankan. Sebelum diberlakukannya UU No. 23/1999, BI memang masih
belum independen dan masih mengucurkan kredit.
Sebelum menjabat di BI, ia juga mengungkapkan bagaimana ulah bank sentral
ini yang diibaratkannya sebagai rumah gadai. Hal mana, BI kerap memberikan
kredit tanpa memperhatikan karakter dan tingkah laku si penerima kredit
itu sendiri. Tindakan itu berakibat fatal, dan harus dibayar mahal oleh
perbankan nasional. Antara lain, katanya, itu terlihat dari tindakan BPPN
yang harus membayar mahal ahli hukum, konsultan, dan tenaga ahli lainnya.
Karena itu, lanjutnya, BI tidak boleh lagi memberi kredit-kredit yang
bernuansa politik.
Lalu setelah masuk BI yang disebutnya ’sarang penyamun’ itu, tampaknya ia
tidak bisa berbuat banyak. Posisinya sebagai Deputi Senior Gubernur BI
tidak cukup kuat untuk melakukan reformasi di bank central yang penuh noda
itu. Mentalitas para pejabat dan karyawannya yang sudah terbiasa melayani
kepentingan diri, sehingga berakibat kebijakan moneter negeri ini sempat
amburadul, tak mudah diubah. Bahkan berbagai pihak sempat menduga bahwa ia
menjadi larut dalam ’sarang penyamun’ itu. Atau BI kini sudah tidak lagi
sebagai’sarang penyamun’?
Namun, kelihatannya ia bukan orang yang diinginkan dalam tubuh BI.
Presiden Megawati Sukarnoputri juga tampaknya tak melihat potensinya untuk
dapat memperbaiki kinerja BI. Terbukti, ia tidak ikut dicalonkan untuk
menjabat Gubernur BI menggantikan Syahril Sabirin yang akan berakhir masa
jabatannya 17 Mei 2003. Padahal, sebelumnya banyak pihak menduga ia akan
dicalonkan. Bahkan disebut, ia salah seorang yang paling layak dicalonkan
daripada tiga calon yang diajukan presiden.
Ketidakkuasaannya melakukan reformasi dalam tubuh BI, tercermin juga dalam
sikapnya sehari-hari. Ia malah sempat melontarkan betapa pihak asing tak
memandangnya, karena jabatannya hanya deputi senior, saat syahril Sabirin
dalam tahanan sekalipun. Lalu, ia pun sempat menyatakan mengundurkan diri
bersama empat deputi Gubernur BI, secara serempak, saat Gubernur BI
Syahril Sabirin ditahan karena dituduh terlibat kasus Bank Bali.
Pengunduran diri ini mengundang pro dan kontra. Ada yang mengiranya
sebagai persekongkolan atau mungkin tekanan untuk mengganti Syahril
Sabirin yang memang sudah lama diinginkan Presiden Abdurrahman Wahid
ketika itu. Apalagi, sehari setelah pengunduran diri itu, presiden
mengajukan namanya menjadi calon Gubernur BI bersama Dr Hartadi dan
Fajriah Fajriah yang saat itu menjabat Direktur Pengawasan BI.
Namun, keinginan penggantian Gubernur BI itu rupanya tidak mudah
dilakukan. Terjadi pro dan kontara tentang hal ini. Akhirnya pemerintah
dan DPR sepakat (Minggu 19/11/2000) proses pergantian gubernur bank
sentral itu diundur sambil menunggu revisi Undang-undang (UU) No. 23/1999
tentang BI.
Kendati Gus Dur sendiri tetap bersikeras mempertahankan Anwar Nasution
sebagai calon gubernur BI. Pasalnya, Anwar dinilai memenuhi kriteria untuk
menduduki posisi orang nomor satu di bank sentral itu. Kalangan DPR
menolak pencalonan Anwar, karena selain ada parpol yang mempunyai
kepentingan untuk mempertahankan Syahril, mekanisme yang ditempuh Gus Dur
juga dinilai melanggar UU No. 23/1999.
Beberapa pengamat berpendapat, pengajuan tiga bakal nama calon gubernur BI
dan deputi gubernur senior merupakan kesalahan, bahkan pemerintah bisa
dikategorikan melanggar UU No. 23/1999. Syahril yang berstatus tahanan
rumah dalam kasus Bank Bali (BB) tidak bisa diberhentikan begitu saja
selama belum ada kepastian hukum yang menyebutkan dia bersalah. Ini
disebut bukan sekadar intervensi, tapi juga pelanggaran UU.
Sementara, untuk mencegah kevakuman kepemimpinan BI, pemerintah tetap
meminta kepada mereka yang mengundurkan diri untuk bekerja sampai
terpilihnya deputi yang baru. Pemerintah memandang, pengunduran diri
mereka bukan dilihat sebagai bentuk kegagalan kerja, tetapi merupakan
permintaan pribadi masing-masing sebagai tanggung jawab moral terhadap apa
yang terjadi di masa lalu.
Kepala Biro Humas BI Halim Alamsyah
itu juga mengeluarkan pernyataan pers yang menyebutkan, penanggungjawab pelaksanaan tugas BI tetap
dilaksanakan anggota Dewan Gubernur BI. Selain itu, BI mengimbau kalangan perbankan
dan lembaga keuangan baik dalam maupun luar negeri serta masyarakat tetap
tenang dan bertindak wajar, sehingga tak mengganggu upaya pemulihan
ekonomi nasional yang saat ini sedang dilaksanakan.
Sementara itu, Anwar Nasution didampingi Deputi Gubernur BI Achyar Ilyas
dan tiga orang staf BI sebelumnya menjenguk Syahril Sabirin di Rumah
Tahanan (Rutan) Kejaksaan Agung. Wartawan yang mengira terjadi
penandatanganan serah terima wewenang Gubernur BI di tahanan itu, langsung
mengerumuni Anwar. Anwar membantah isu serah terima itu. Ia mengatakan,
belum ada rencana Syahril mundur dari jabatan sebelum pengadilan
memutuskan apakah salah atau tidak. Ia yang menjadi pelaksana tugas
kepemimpinan BI setelah Syahril Sabirin ditahan, juga berkali-kali berkata
tak tahu saat wartawan menanyakan pendapatnya tentang rekayasa di balik
penahanan Syahril.
Perjalanan karir penulis Financial Institutions and Policies in Indonesia,
ISEAS (1983), ini banyak berada di lingkungan akademis. Diawali sebagai
asisten pengajar, dosen dan guru besar ekonomi di FEUI mulai tahun 1964
sampai sekarang. Selain itu sejak tahun 1985 menjadi pengajar tamu mata
kuliah ekonomi di Lemhannas, Seskoal dan Seskoad. Pada tahun 1995-1996, ia
sempat menjadi pengajar tamu mata kuliah ekonomi pembangunan di University
of Helsinki, Finlandia. Selain itu ia juga aktip sebagai konsultan dan
menjabat Komisaris Semen Gresik, dan Pelindo II.
Maka ketika ia baru diangkat menjadi Deputi Senior Gubernur BI, Rasa
humor, saat sejumlah wartawan ingin mengucapkan selamat, secara berkelakar
ia mengatakan: "Jangan memberi ucapan selamat. Lebih tepat ucapan duka
cita. Soalnya, gaji saya sekarang hanya sepertiga dari yang saya terima
setiap bulannya. Padahal, tugas dan beban saya lebih berat," ucapnya
tertawa, seperti dikutip sebuah majalah.
Ucapan itu tidak berlebihan. Sebab dengan menjadi Deputi Senior Gubernur
BI, ia harus melepaskan sejumlah jabatannya. Soalnya, sebagai deputi
senior, ia tidak bisa lagi merangkap jabatan. Selain itu, sudah pasti,
waktunya akan banyak tersita di BI. Sehingga kesempatannya berceramah di
mana-mana seperti sediakala dan untuk berkumpul dengan keluarga pun jadi
berkurang. Termasuk shoping ke mal bersama anak dan isterinya. Bahkan,
suatu kali, ia harus absen menemani anak dan isterinya berlibur ke luar
negeri --sekaligus menjadi pembicara pada sebuah seminar di sana-- karena
harus tampil di DPR untuk melakukan presentasi sebagai calon Deputi Senior
Gubernur BI.
Kendati demikian, diangkatnya ia menjadi orang nomor dua di bank sentral
itu bukan tidak mengundang pro-kontra. Alasannya macam-macam. Di antaranya
sikap kritisnya terhadap pemerintah menyangkut kebijakan sektor ekonomi,
moneter, maupun politik secara umum. Salah satu kritiknya yang paling
monumental adalah: "Bank Indonesia itu sarang penyamun." Kritik ini
membuat orang-orang BI tercengang dan berang. Sebagian ada pula yang
mengatakan bahwa ia tidak berkemampuan membangun kerja tim. Juga
keenggannya melepaskan jabatan sebagai Dekan FE UI.
Pria Batak berjiwa kebangsaan ini menghabiskan masa kecil di tanah
kelahirannya Sipirok, Tapanuli Selatan. Di situ ia menamatkan SD dan SMP.
Di SMP, ia meraih juara pertama. Lalu melanjut ke SMA Teladan, Medan. Di
sini, ia menjadi "preman" --istilah di sana untuk anggota gank. Namun,
sekolahnya tetap lancar.AN. Mengambil jurusan
ilmu pasti dan pengetahuan alam, ia juga menjuarai mata pelajaran aljabar,
goneometri, dan ilmu falak. Anehnya, "Mata pelajaran ekonomi malah saya
tak suka," kanangnya.
Lalu, tak heran bila kemudian ia mendaftar di Fakultas Matematika & Ilmu
Pasti Alam (FMIPA) Institut Teknologi Bandung (ITB), 1961. Baru setahun ia
kuliah, seorang rekan se-SMA "menggodanya". Rekannya bilang, lowongan
untuk sarjana matematika susah. ”Nanti mau kerja apa kau," kata si teman,
yang lalu menganjurkannya pindah ke fakultas ekonomi. Anwar pun mendaftar
ke FE UI dan diterima.
ITB pun ditinggalkan, lalu tinggal di asrama mahasiswa UI di Rawamangun.
Ketika di asrama itu, ia memprakarsai nama asrama itu, Daksinapati, kata
Sanskerta yang berarti "calon suami yang baik". Nama itu dipakai hingga
kini. Pada 1966, ia turut menyelenggarakan seminar ekonomi, yang
kesimpulannya dipakai sebagai bahan Ketetapan MPRS No. 63/MPRS/66.
Pada 1968, setelah lulus dari FE UI, ia mengajar di almamaternya, sambil
menjadi tenaga bantuan pada Dirjen Moneter Departemen Keuangan. Sejak
1975, ia menjadi peneliti pada Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat
(LPEM) FE UI. Menurutnya, hal yang menarik sebagai peneliti adalah tidak
adanya ikatan birokrasi. Ia mengaku paling malas kalau disuruh rapat.
Ia pun kemudian meraih MPA di Harvard University, Massachusetts, USA pada
tahun 1973. Tahun berikutnya (1974), ia menikah dengan perancang interior
Maya Ayuna. Gelar doktornya dalam bidang ekonomi diraih di Tufts
University, Medford, Massachusetts, USA pada tahun 1982. dengan disertasi
berjudul "Macroeconomic Policies, Financial Institutions and a Short Run
Monetary Model of the Indonesian Economy". Di negeri Paman Sam itu,
penggemar joging ini, juga mendalami administrasi perpajakan.
Ia anak sulung dari enam bersaudara. Darah guru mengalir dalam tubuhnya.
Kedua orangtuanya guru SMP. Pria yang suka kelakar ini, juga rajin
berolahraga. dulu, pada 1970-an ia berlatih karate pada Lahardo. Sebagai
murid yang setia, ia ikut berpartisipasi ketika Lahardo diadu melawan
macan di Stadion Utama Senayan, Jakarta. Sebelum Lahardo masuk gelanggang,
ia dan teman-temannya mengelilingi sang macan. Tahu-tahu, ada penonton
iseng melempar sesuatu. "Kami langsung bubar, karena macan keburu mengamuk
duluan," tuturnya seraya tertawa terpingkel-pingkel.
Kinerja
Seusai menjadi pembicara kunci pada Seminar 'BPR, Peluang Investasi' di
Malang, beberapa waktu lalu, ia mengatakan semua pihak agar jangan hanya
menyalahkan tim ekonomi Kabinet Gotong Royong sehubungan dengan upaya
mereka dalam pemulihan ekonomi bangsa yang terkesan 'jalan di tempat.'
Karena ada berbagai masalah dan faktor yang kurang mendukung upaya
pemulihan ekonomi bangsa ini, seperti masa transisi menjadi sistem
demokrasi.
Selain persoalan masa transisi, katanya, hal itu juga dipengaruhi adanya
perubahan sistem pemerintah dari sentralistis menjadi otonomi serta adanya
pengurangan peran politik dari TNI. Sehingga perlu waktu untuk perbaikan
yang dilakukan secara bertahap.
Ia juga menjelaskan salah satu strategi pemerintah yang kini gencar
dilakukan untuk pemulihan ekonomi nasional adalah memberdayakan usaha
kecil menengah (UKM) melalui empat pilar kebijakan, yakni kebijakan kredit
perbankan, kebijakan kredit program, bantuan teknis, serta pengembangan
kelembagaan. Ia berharap melalui empat pilar strategi tersebut dapat
memperluas akses UKM terhadap fasilitas kredit perbankan, sehingga potensi
UKM dapat dikembangkan sekaligus mempercepat usaha negeri ini untuk keluar
dari krisis ekonomi.
Ia pun menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia masih belum bisa dikatakan
sustainable (berkesinambungan). Sebab, iklim investasi di dalam negeri
belum memungkinkan bagi para investor untuk berbondong-bondong masuk dan
membuka investasi baru di Indonesia.
Menurutnya, adanya peningkatan konsumsi dalam negeri, juga tidak mampu
memacu kenaikan investasi. Oleh karena itu, agenda terpenting bagi
pemerintah, termasuk BI, adalah bagaimana menjaga situasi dan kondisi
sosial, ekonomi, dan politik, serta keamanan dalam negeri yang dapat
merangsang masuknya investor.
"Betul dalam teori ekonomi yang kita pelajari, kalau konsumsi itu
meningkat, maka melalui proses akselerator hal itu akan menggerakkan dan
mendorong perekonomian. Asalkan, kenaikan konsumsi itu memang meningkatkan
investasi. Dengan peningkatan investasi yang terjadi, harusnya akan
meningkatkan income. Akan tetapi, belum kelihatan di sini bahwa kenaikan
konsumsi menaikan investasi,” jelasnya.
►tsl
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
|
|