ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA
Search     A   B     D     F       I       L     N   O   P   Q   R   S     U     W     Y   Z
AKTIVIS
:: Beranda :: Berita :: Profesi :: Politisi :: Pejabat :: Pengusaha :: Pemuka :: Selebriti :: Aneka ::
C © updated 160603
INDEX POLITISI   

garis

:::::: Politisi garis

:::::: Legislatif garis
:::::::::::::: MPR-RI
garis
:::::::::::::: DPR-RI
garis
:::::::::::::: DPD
garis
:::::::::::::: DPRD
garis
:::::: Partai
garis
:::::: Ormas
garis
:::::: OKP
garis
:::::: LSM-Aktivis
garis

:::::: Redaksi
garis

garis
garis

 


Nama:
Ir. Andri Irwanto, MM, MBA
Lahir:
Bekasi, 28 Mei 1971
Agama:
Buddha
Isteri:
Fertea Koesnadi
Anak:
Jovian Vananda Irwanto
Pendidikan:
- 1989, Lulus SMA Negeri 1 Bekasi
- 1990, Certified Buddha Dharma -MAPANBUDHI, Nalanda Jakarta
- 1994, Sarjana Teknik Elektro (Ir) - Institut Sains & Teknologi Nasional Jakarta
- 1996, Certified Business Communication AT &T, Singapore
- 1997, Certified Business & Negotiation Skill ING Mercantile, Australia
- 1996, Magister Manajemen (M.M), STIE IPWI Jakarta
- 1997, Master of Business Administration (M.B.A), W.A.U.C Amerika Serikat
- 2001, Advise Management by Deloitte T Tohmatsu, Match Co Int, Egon Zehnder Int
- 2002, Life Insurance Programs by AXA-RMIT University of Australia
- 2003, Kandidat Program DR/ Ph.D (S.3) Bidang Ekonomi

Karir Bisnis:
- 2003, PT. AXA Life Indonesia (Perancis) as Director of Agency
- 2000, PT. Allianz Life Indonesia (Jerman) as Branch Manager
- 1998, PT. John Hancock Indonesia (Amerika Serikat) as Branch Manager
- 1997, PT. ING Insurance Indonesia (Belanda) as Account Manager
- 1997, PT. Cakra Surya Sakti (Founder) as Komisaris
- 1995, PT. Jaya Teknik Indonesia (Pembangunan Jaya Group) as Sales Manager
- 1994, PT. Genetek Intratama (Indonesia) as Sales Engineer

Karir Aktivis:
- 2001-2004, Ketua Umum PP Himpunan Mahasiswa & Sarjana Tridharma Indonesia
- 1996-2001, Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Pemuda Tridharma Indonesia
- 2001, Peserta Kongres I Bangsa Indonesia di Hotel Sahid
- 2001-2002, Ketua SC Panitia Kongres X Pemuda Tridharma Indonesia
- 2001, Pembicara Dharma di Univ. Bina Nusantara, Trisakti, ISTN, Gunung Sewu Dharmaduta Majelis Agama Buddha Tridharma Indonesia-Jawa Barat
- 2000, Sign Up Project The World Buddhist Community WFBY-PATRIA
- 2000, Panitia Promosi & Publikasi 114th KWEE TEK HOAY di Indonesia
- 2000, Penanda Tangan Surat Bersama Komunitas Etnik Tionghoa ke Presiden
- 1999, Ketua Dewan Pimpinan Nasional Partai Buddhis Demokrat
- 1998, Panitia SC Musyawarah Nasional Umat Buddha Tridharma Indonesia
- 1998, Menghadiri Deklarasi Partai Reformasi Tionghoa Indonesia di DPP KNPI
- 1998, Deklarator Forum Komunikasi Angkatan Muda Buddhis Indonesia
- 1998, Deklarator “Kita Semua Satu” KNPI Pusat
- 1996, Ketua Acara & Persidangan Kongres IX Pemuda Tridharma Indonesia
- 1994, Penulis Buku “Tridharma dalam Visi Mahasiswa Buddhis” Buku Agama, Kebudayaan & Cendekiawaan I & II.
- 1996, Sekretaris DPW Perwalian Umat Buddha Indonesia-Bekasi
- 1993, Founder/ Pendiri Presidium Mahasiswa Tridharma Bekasi (PMTRIK)
- 1991-1992, Ketua I Himpunan Mahasiswa Buddhis “Dhammaniyama” ISTN
- 1990 Ketua Delegasi ISTN dalam Forum Komunikasi GEMABUDHI I

Ir. Andri Irwanto, MM, MBA

Berani Bersuara dan Berbuat


Ketua Umum PP Himpunan Mahasiswa & Sarjana Tridharma Indonesia 1996-2001, ini mengaku menjadi berani karena dididik di kampus yang memang berani. Di kampus itu, Institut Sains & Teknologi Nasional (ISTN) Jakarta, ia mengaku dididik memikirkan demokrasi, menjadi hebat dan berani bersuara. Aktivis yang kini Kandidat Program Doktor Bidang Ekonomi ini mengatakan bukan lagi waktunya untuk turun ke jalan, tetapi langkah perbaikan yang konkrit.

Setelah kerusuhan Mei, peserta Kongres I Bangsa Indonesia di Hotel Sahid (2001) ini melihat ada beberapa perubahan di negara ini. Perubahan itu berhubungan dengan politik. Ia beranggapan saat ini bukan lagi waktunya untuk turun ke jalan, tetapi sebaiknya melakukan langkah perbaikan yang konkrit. Karena salah satu poin yang sangat menyedihkan saat ini adalah banyaknya generasi muda yang menganggur. Sementara, di lain pihak, jika diamati saat ini sudah makin banyak tenaga-tenaga asing datang ke Indonesia.

Menurutnya, banyak pihak yang memanfaatkan negara ini, yang dengan jumlah penduduk yang banyak, memiliki potensi pasar yang besar. Negara ini dibilang miskin, tapi tidak. Sebab tahun lalu mobil berkelas seperti Jaguar saja bisa laku hingga 150 unit. Jika diihat dari sisi itu, terlihat perekonomian untuk kalangan tertentu sangat kuat. Selain itu, jika tiap minggu diperhatikan mal-mal selalu penuh, untuk parkir saja susah, makan saja juga mahal. Jadi berarti daya beli orang kuat. Tetapi, di lain pihak, pengangguran juga banyak. Terjadi ketimpangan sosial.

Maka, menurutnya, kita sebagai bangsa perlu mengintropeksi diri. Dimulai dari pimpinan bangsa, dari pemimpin yang tertinggi hingga terendah. Jangan saling mepersalahkan satu dengan yang lain. Harus melihat perkonomian ke depan. Di mana ketika ekonomi membaik, pengangguran hilang, sarjana mendapat pekerjaan. Otomatis tingkat kesejahteraan bangsa ini meningkat.

Mantan Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Pemuda Tridharma Indonesia, ini sangat menghargai kesadaran toleransi yang cukup bagus antara para pimpinan agama di negeri ini. “Sewaktu kami mengadakan acara hari waisak, semua perwakilan pimpinan agama datang,” katanya. Di situ ia melihat ada kebersamaan. Kebersamaan itu yang perlu ditimbulkan.

Bangsa kita adalah bangsa yang majemuk dengan beranekaragaman latarbelakang. Kemajemukan ini sudah dimulai sejak awal berdirinya negara ini. Ia sendiri pernah datang ke pesantren dan masjid. Itulah yang harus terus digalakkan, bukan saja berbicara tetapi harus ada tindakan nyata.

Menurut pria kelahiran Bekasi, 28 Mei 1971, ini segenap bangsa ini seharusnya menerima kemajemukan itu. Dalam hal ini kepada setiap orang diberikan kebebasan berekspresi. Ia melihat permasalahan yang utama bukan tentang masalah agama, ras atau suku tetapi yang terutama adalah bagaimana kita dapat menerima anak-bangsa yang lain. Banyak anak-anak muda dari masyarakat Tionghoa yang juga rela mengantar jiwanya untuk mendukung demokrasi dan reformasi.

Mengenai pemberantasan korupsi, suami Fertea Koesnadi ini dalam percakapan dengan Wartawan Tokoh Indonesia DotCom mengatakan, di dalam masalah korupsi ini ternyata ada satu hal yang sangat signifikan untuk diatasi. Yaitu faktor income yang rendah. Itu yang membuat mereka berusaha mencari pemasukan dari yang lain.

Namun bila lebih dicermati lagi, kata penganut agama Budha ini, ternyata penyebabnya tidak semata-mata pendapatan yang rendah. Sebab kalau dilihat, camat, walikota atau bupati, mereka kaya raya. Lebih kaya dari pengusaha. Mungkin, memang sudah dari sananya begitu.

Menyinggung masalah kesulitan warga negara indonesia keturunan Tionghoa untuk mengurus identitas diri atau KTP, ia mengaku pernah mengalaminya. Saat itu ia bertanya, apa yang menjadi syarat bisa disebut putera daerah. Jika yang disebut putera daerah yaitu mereka yang tinggal selama 25 tahun di daerah tersebut, maka ia pun seharusnya berhak disebut putera daerah Bekasi. Sebab ia telah tinggal selama 32 tahun di daerah itu.

Perihal adanya sementara pihak yang cenderung apriori melihat etnis Tionghoa, menurutnya, hal itu karena ada aktor yang mendalangi. Contohnya, saat warga Tionghoa berjalan, ada anak-anak yang mengatakan: “Cina, Cina.” Ia yakin ada yang mengajari anak tersebut. Sebab tidak mungkin anak-anak membenci dan berkata demikian.

Sementara itu, ia mengaku selalu mencoba untuk bergaul dan mengakrabkan diri dengan masyarakat. Ia sendiri sering bergaul dan duduk-duduk di Masjid Cut Mutiah. Bergaul dan bicara dengan baik. Ia juga menyebut nama Alvin Lie di DPR dan Kwiek Kian Gie menjadi menteri. Hendrawan, Susi Susanti dan lain-lain, berjuang di lapangan olahraga mengharumkan nama bangsa.

Tapi masih saja Hendrawan mendapat kesulitan status warga negara. Itu bisa bikin bingung. Kenapa sih bangsa ini? Makanya ia banyak bicara mewakili masyarakat Budha. “Kita kan tidak ada pro dan kontra dengan agama lain, sangat netral sekali. Itu yang cukup baik ke depan,” katanya.

Ditanya tentang pandangannya atas keadaan sekarang dibandingkan dengan zaman Orde Baru, ia melihat pada era Orde Baru, 32 tahun, orang Tionghoa tidak boleh bergerak di bidang lain, hanya di bidang ekonomi. Orang Tionghoa ditundukkan dan dididik selama 32 tahun hanya di bidang ekonomi. Jadi tentara dan pegawai negeri serta politisi bisa dihitung dengan jari. Sehingga wajar saja jika orang Tionghoa menjadi pengusaha dan kaya. Karena memang dididik fokus di situ bertahun-tahun.

Saat Orde Baru bangsa ini lebih difokuskan membangun ekonomi. Ada jaminan stabilitas. Sehingga tak heran bila sekarang orang mengidamkan seperti Orde Baru, stabil, bagus. Pada zaman itu memang Soeharto maunya ke situ. Sekarang dibuka kerannya, zaman reformasi. Setiap orang, baik orang Tionghoa, mau jadi camat, mau jadi bupati, boleh, sampai menteri boleh. Gus Dur dan Megawati mengangkat Pak Kwiek menjadi menteri.

“Sekarang adalah zaman keterbukaan jadi tidak lagi kita merasa siapa-siapa, tapi kita merasa sebagai bangsa Indonesia, bagaimana kita memajukan bangsa kita,” ucapnya. Ia melihat hal ini sudah cukup bagus.

Tetapi saat ini, ia berharap, mahasiswa ataupun aktivis partai jangan membuat keruh bangsa. Ekonomi nanti bisa mundur lagi.

Apalagi sekarang ada juga jeleknya. Partai timbul bagai jamur, sampai ratusan. Celakanya, jika ada partai itu cuma ingin cari uang. Namun di sisi lain, kehidupan berpolitik kita masih dalam proses pendewasaan. Sudah muncul beberapa tokoh yang memiliki hati yang besar dalam berpolitik, walapun berbeda pendapat, tetapi berbesar hati dalam event yang lain.

Ia berasal dari keluarga yang sederhana, bukan keluarga konglomerat, masyarakat biasa. Tidak punya latarbelakang dari masyarakat yang hebat. Jadi ketika mau masuk kuliah orangtuanya berpesan: “Ngga usah pikirkan yang lain yang penting kuliah, setelah kuliah jangan pikirkan aktivis, kerja dulu, nanti kalau ngga bisa dapet duit repot kan?”

Tetapi ia menjelaskan kepada orang tuanya, “Kalau hari ini saya meninggal, minimal itu saya punya arti bagi bangsa ini. Dibandingkan kalau yang mengubur hanya keluarga saya, tetapi kalau yang mengubur saya ratusan mungkin ribuan orang, dari berbagai kelompok dan daerah itu karena mereka simpati terhadap saya yang memberikan sumbangsih kepada bangsa”. Sebab, semasa kuliah ia juga memilih ikut sebagai aktivis mahasiswa.

Dalam pikirannya, untuk apa mati tidak dikenal orang. Lebih baik hari ini mati tapi dikenal karena berbuat bagi banyak orang. “Saya selalu berpikir seperti itu, karena kita tidak tahu kapan meninggal kan?”

Ia bersyukur bisa kuliah di ISTN. Sebuah perguruan tinggi yang 98% adalah pribumi. Hanya 2% Tionghoa. Di sana masyarakat Tionghoa diterima dengan baik. Di ISTN itu banyak juga anak-anak jenderal. Pada saat itu, ketua yayasannya Jenderal Nasution, rektornya Ruseno.

Karena di UI tidak diterima, ia kemudian memang sengaja memilih kuliah di situ, bukan di Tarumenagara yang banyak Chinesenya atau di Trisakti yang banyak orang kayanya. Ia pikir kuliah di desa juga enak, kampusnya di Srengseng Sawah. Ia mengambil Fakultas Elektro. Ketika masa orientasi (Mapras), kepalanya dibotaki, kemudian diinjak-injak juga, disuruh minum air teh botol dengan rasa air kencing, kemudian diceburkan di jamban. Ia merasa di situ dididik sehingga metalitasnya kuat sekali.

Lalu teman-teman memperhatikan dan mengajaknya untuk menjadi salah satu pimpinan senat mewakili orang Tionghoa. Ia terima tawaran itu. Kendati memang gerakan anak-anak ISTN itu radikal, kalau bukan demo pasti kerjanya ribut. Itu juga yang mendorongnya tidak masuk ke dalam kampus yang stabil, tetapi bahkan kampus yang bergolak. Di mana-mana orang tahu kalau ISTN adalah kampus yang berani.

Sehingga dari situlah ia berani mengeluarkan pendapat, berdemokrasi. Hingga pernah ia melawan anggota DPRD. Akhirnya dipanggil ke Kodim, Kejaksaan. Tapi dari situ, ia bukan semakin takut tetapi makin berani. Tentara sampai berkata, ”Kamu orang Cina, berani melawan…” Ia jawab: “Bukan masalah Cina atau bukan Cina.”

Ia mengaku menjadi berani karena dididik di kampus yang memang berani. “Coba kalau saya kuliah di tempat lain, tidak bisa seperti ini. Kalau di tempat lain yang dipikirkan kuliah, kerja dan bisnis. Mana ada memikirkan demokrasi, yang dipikirkan uang saja. Jadi ia merasa bangga dididik di kampusnya sehingga menjadi besar, hebat, berani dan bersuara.

Dalam usia 32 tahun saat ini (Mei 2003), pengalaman organisasinya sudah lebih dari 15 tahun. Sejak lulus SMA, ia sudah berkecimpung dalam dunia organisasi. Dalam generasi seusianya, ia tergolong sudah cukup dalam makan garam atau pengalaman dalam organisasi.
Waktu di SMA pun ia terjun dalam organisasi pramuka. Ketika itu ia sudah Bantara, Pimpinan kompi. Setelah dari SMA, mengambil insinyur di ISTN, lalu mengambil master dalam bidang manajen dari sekolah yang tidak mahal, karena di situ alumninya banyak dan pergaulannya luas, seperti Hari Sabarno dan Hamzah Haz.

Belum lama ini ia disebut-sebut salah seorang calon Ketua Umum Gema Budhi (Generasi Muda-mudi Budha Indonesia). Tetapi ia tidak bisa menghadiri Munas Gema Budhi yang diadakan di Jawa Tengah, karena harus hadir di JHCC dalam perayaan Waisak. Banyak pihak memperkirakan, kalau ia hadir, mungkin ia bisa terpilih sebagai ketua umum.

Kini ia menjabat Ketua Umum Mahasiswa dan Sarjana Tridarma. (Tridarma itu adalah agama Budha yang meyakini ajaran Konghuchu, Tou-Tse).

Sebagai orang aktivis dan pemimpin massa, ia belum masuk ke salah satu partai. “Ssampai saat ini saya belum tahu kemana. Padahal pada zaman Orde Baru, saya melawan Golkar. Saya bukan orang Golkar,” ujarnya. Ia melawan Golkar agar tidak selalu mengajak orang Chinese masuk Golkar. Sampai-sampai saat itu ia dipanggil ke Kejaksaan. Ia jelaskan pendiriannya agar orang Chinese diberikan kebebasan untuk memilih apa yang menjadi pilihannya. Karena pada saat itu ada image atau penilaian di masyarakat kalau orang Cina itu adalah pasti Golkar. Sehingga ia menentang hal itu. Ia katakan, kalau Golkar seperti ini terus, nanti Golkar akan sama seperti PKI. Maka sekarang ia sangat senang, karena orang Chinese ada di mana-mana, sehingga tidak ada image yang buruk.

Kendati aktivitasnya di bidang organisasi kemasyarakatan yang demikian luas, ia masih mampu membagi waktu untuk bekerja di bidang bisnis. Ia pernah bekerja sebagai seorang insinyur yang baik di Jaya Group. Salah satu hasil pekerjaannya adalah Plasa Senayan dan Pondok Indah Mal. Ia yang merancang bagian mekanikal elektroniknya.

Kinia, ia bekerja di asuransi. Koq insinyur bekerja di asuransi? Ceritanya, ketika di Jaya Grup, ia boleh dibilang cukup berpengaruh. Pada saat itu, Ciputra sempat menyekolahkannya ke Singapura. Tapi ia malah masuk di asuransi. Pada saat kerusuhan Mei, nilai dollar tinggi, banyak perusahaan-perusahaan yang ambruk dan bangkrut. Kemudian manajemen Jaya Group bilang, siapa yang mau keluar akan diberi pesangon, yang ngga mau keluar jika dipecat tiba-tiba tidak mendapat pesangon. Ia mengambil keputusan keluar saja, karena bisa saja perusahan berniat jahat seseorang dikeluarkan dan tidak mendapat pesangon.

Ia pun keluar sebagai manager termuda saat itu. Mendapat pesangon 6 bulan gaji. Ia pikir, masa dalam 6 bulan tidak bisa dapat pekerjaan. Dengan keadaan yang berantakan oleh karena krisis ekonomi, ia melihat kesempatan bagus di asuransi. Karena, setelah kerusuhan asuransi menjadi sangat laku. Jadi tahun 1998 ia masuk di Ing Group.

Perihal pandangannya tentang keadaan asuransi Indonesia saat ini, ia mengatakan kesadaran masyarakat akan asuransi semakin tahun semakin baik. Sekarang asuransi sangat penting ke depan. Kalau hari ini kita dapat bekerja, bagaimana jika kita nanti sudah pensiun masih bisa bekerja atau tidak. Ia memberi contoh seorang ibu pengusaha warteg yang mengikuti program asuransi. Ia masuk asuransi agar bisa naik haji.

Jadi, menurutnya, kesadaran masyarakat akan pentingnya asuransi perlu di tumbuhkan. Asuransi itu seperti ban serep, ketika di tengah malam ban bocor, kalau tidak ada ban serep bagaimana?

Salah satu hal yang membuatnya memilih asuransi adalah bisnis asuransi memiliki prospek yang sangat baik. Selain itu, bekerja dalam dunia asuransi tidak mengenal kata pensiun. Salah satu agennya sudah berumur 70 tahun.

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
Copyright © 2003 Tokoh Indonesia. All right reserved. Design and Maintenance by Esero