|
C © updated 18032005 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti/orient |
|
|
Nama :
Abadulgani
Lahir :
Bukittinggi, Sumatera Barat, 14 Maret 1943
Jabatan:
Komisaris Utama PT Garuda Indonesia, 2005
Agama :
Islam
Istri:
Irama Sofia (Menikah 1970)
Anak:
Satu Lelaki satu Perempuan
Ayah:
Haji Sainan
Pendidikan :
-SD Bukittinggi (1956)
-SMP Jakarta (1959)
-SMEA di Jakarta (1962)
-Fakultas Ekonomi UI, Jakarta (lulus, 1969)
-The Stonier Graduate School of Banking, New Jersey, USA
-Job Training pada People National Bank of Washington, Seattle, AS (1966)
Karir :
-Pegawai Bank Ekspor dan Impor (1970-1972)
-Anggota Board of Directors Asean Finance Corporation di Singapura,
Komisaris Utama Duta PCI Leasing di Jakarta
-Komisaris Utama Amro Duta Leasing di Jakarta
-Chairman Duta International Finance di Hong Kong
-Direktur Utama Bank Duta Ekonomi, sekarang Bank Duta, (1972- sekarang).
Ketua Bidang Luar Negeri Perbanas di Jakarta
-Anggota Committee on Education Asean Banking Council
-Vice Chairman Indonesian Executive Circle
-Sekretaris Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia
-Ketua Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi UI
-Anggota Ceramic Society
-Wakil pemred majalah Forum Ekonomi
-Pembina majalah Info Bank
-Direktur Utama PT Garuda Indonesia
Olahraga kegemaran:
Golf
Alamat Rumah:
Jalan Cidurian No. 6 Jakarta Pusat
|
|
|
|
|
|
|
ABDULGANI HOME |
|
|
BIOGRAFI Abdulgani
Prinsip di Atas Rata-rata
Pria kelahiran Buktittinggi 14 Maret 1943 ini kembali dipercaya masuk
Garuda menjadi Komisaris Utama bersama Emirsyah Satar sebagai Dirut, Maret
2005. Bankir senior lulusan FE-UI 1969 yang dikenal bersih dan
berintegritas tinggi, ini saat menjabat Dirut Garuda 1998-2002 berhasil
menyelamatkan maskapai penerbangan terkemuka Indonesia itu dari ancaman
keterpurukan.
Abdulgani mempunyai prinsip hidup berada di atas rata-rata agar sanggup
bersaing dengan ratusan juta rakyat Indonesia lainnya. Kehadirannya di
Garuda Indonesia tahun 1998 sesungguhnya bak mengulang saja peritiwa awal
terjun sebagai bankir di Bank Dharma Ekonomi, yang kemudian berubah nama
menjadi Bank Duta Ekonomi dan terakhir Bank Duta.
Abdulgani yang menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di kota kelahiran
Bukittinggi tahun 1956, lalu SMP di Jakarta tahun 1959, serta SMEA tahun
1962 juga di Jakarta, memasuki pendidikan tinggi Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia (FE-UI) dan lulus tahun 1969. Lalu tahun 1970 pria
ini menikah dengan Irama Sofia, adik kelasnya di FE-UI serta dikaruniai
sepasang anak.
Abdulgani tercatat sebagai pegawai Bank Ekspor dan Impor antara tahun 1970
hingga 1972. Ia terpaksa harus meninggalkan Bank Eksim di tahun 1972 sebab
sejak akhir tahun 1971 berstatus sebagai pegawai pinjaman dari Bank Eksim
yang ‘dipinjamkan’ melakukan penelitian pada bank swasta nasional Bank
Dharma Ekonomi yang sedang dalam kesulitan kondisinya menurun.
Usai melakukan survey dan penelitian bank yang kemudian berganti nama
menjadi Bank Duta Ekonomi (BDE) itu kembali kesulitan menemukan pemimpin
yang cocok. Abdulgani yang semasa kuliah pernah melakukan tugas magang di
People National Bank of Washington, Seattle, AS (1966) kembali ‘dipinjam’
sebagai pemimpin untuk melakukan konsolidasi awal. Hingga ia selesai
melakukan konsolidasi siapa bankir yang tepat didudukkan di Bank Duta
Ekonomi masih saja belum ketemu. Maka tak pelak Abdulgani penyuka ukiran
dan keramik ini pulalah yang diminta mengisi lowongan dimaksud. Akibatnya
ia dibuat bingung memilih antara berkarir di Bank Eksim ataukah BDE yang
masa depannya masih tak menentu.
Untuk mengakhiri kebimbangan bungsu dari delapan bersaudara ini menemui
sahabat yang sudah dikenal baik Omar Abdalla, yang sedang menjabat Dirut
Bank Dagang Negara. Ia dianjurkan menerima tawaran memimpin BDE dengan
catatan, bankir muda berusia 28 tahun itu dalam dua tahun pertama sudah
harus dapat menyimpulkan berhasil atau gagal bertugas.
Jadilah Abdulgani memimpin BDE sejak tahun 1972, sekaligus meninggalkan
Bank Eksim dengan hanya mempertahankan delapan pegawai lama sebab tak
punya dana membayar gaji. Sedangkan tenaga-tenaga muda yang pernah
direkrut ada yang datang namun hanya bertahan satu dua hari lalu
menghilang karena belum menemukan masa depan yang baik di BDE.
Namun keadaan semakin membaik saja. Pada 31 Desember 1984, dengan passiva
Rp 392.173.052.000, BDE meraih laba sebelum dipotong pajak Rp
11.527.285.000.
Di Garuda Indonesia kisah sukses menyelamatkan Bank Duta berhasil diulang
kembali oleh putra dari Haji Sainan seorang pengusaha kecil asal
Bukittinggi. Abdulgani secara bijak menawarkan dua cara penyelamatan dari
lilitan utang sebesar 1,8 miliar dolar AS. Yakni pilihan pertama
meneruskan kegiatan operasional Garuda Indonesia, atau kedua mempailitkan
perusahaan dengan konsekuensi Pemerintah segera mengeluarkan dana segar
800 juta dolar AS untuk membayar utang-utang Garuda.
Berdasarkan business plan yang disusun Pemerintah memilih pilihan pertama
yakni melanjutkan operasional Garuda Indonesia. Untuk menyelesaikan utang
senilai total 1,8 miliar dolar AS Presiden Habibie memutuskan mengambil
alih pembayaran utang PT Garuda Indonesia kepada Bank Exim Amerika Serikat
terkait penyewaan 11 pesawat tipe Boeing 737. Untuk pengambil-alihan utang
tersebut pemerintahan mengeluarkan dana setiap tahun sebesar 62 juta dolar
AS selama delapan tahun. Pengambil-alihan utang oleh Pemerintah bisa
dianggap sebagai penyertaan modal pemerintah (PMP) yang baru ke dalam
perusahaan.
Nah, karena urusan sewa pesawat diambil alih pemerintah Abdulgani tinggal
konsentrasi menggunanakan dana-dana Garuda untuk membayar utang-utang lain
yang sudah tertuang dalam Business Plan Garuda Indonesia. Seperti utang
senilai 300 juta dollar AS hasil pembelian commercial paper beberapa tahun
sebelumnya, yang pernah digunakan untuk menutupi cashflow perusahaan. Juga
utang pada sejumlah bank milik pemerintah sebesar 170 juta dollar AS,
serta utang lainnya kepada berbagai pemasok berjumlah 280 juta dollar.
Abdulgani berhasil membuktikan komitmennya sesuai business plan
perusahaan. Pada satu semester pertama tahun 1999 flag carrier itu
berhasil meraih laba kotor 507 miliar. Bahkan Garuda Indonesia pernah
mendapatkan penghargaan sebagai maskapai penerbangan asing terbaik dari
bandar udara internasional Schipol, Belanda.
Abdulgani mantan Ketua Senat FE-UI 1967-1969 yang turut aktif dalam
perjuangan pendirian Orde Baru, bahkan bersama Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia (KAMI) pada Februari 1966 pernah menyelenggarakan Seminar
Ekonomi dengan pembicara tokoh-tokoh ekonomi antara lain Frans Seda,
Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Sri Sultan Hamengkubuwono, dan Emil
Salim, di tahun 2005 kembali diminta masuk ke Garuda Indonesia. Kepadanya
diserahkan tugas penting baru sebagai Komisaris Utama bersama-sama dengan
anggota komisaris lain Gunarni Soeworo (mantan Dirut Bank Niaga dan juga
Ketua Perbanas sebagai komisaris independen), M Soeparno (mantan Dirut
Garuda Indonesia), Bambang Wahyudi (peneliti LPEM-UI), Slamet Riyanto, dan
Aries Mufti (direktur PT Permodalan Nasional Madani).
Kembalinya pria penggemar olah raga golf bertubuh sedang dengan tinggi 165
cm dan berat 59 kg ini bersamaan dengan pergantian sususunan direksi
Garuda Indonesia dari Indra Setiawan kepada Emirsyah Sattar (mantan
direktur keuangan Garuda Indonesia, terakhir menjabat Wakil Direktur Utama
Bank Danamon). Abdulgani adalah penganut prinsip ‘ahli di satu bidang’
agar bisa berada sedikit di atas manusia rata-rata. Sebab jika tidak
demikian pemilik suara bariton ini menyebutkan dirinya akan sama saja
dengan ratusan juta rakyat Indonesia lainnya. Prinsip berada di atas
rata-rata sudah berkali-kali dibuktikan Abdulgani di berbagai ruang dan
waktu pengabdian.
Putus kontrak Keluarga Cendana
Adalah Presiden BJ Habibie yang, begitu menggantikan posisi Pak Harto
sejak 21 Mei 1998, sebulan kemudian menempatkan Robby Djohan bersama
Abdulgani di posisi puncak PT Garuda Indonesia. Tugas keduanya
menyelamatkan flag carrier kebanggaan itu dari ancaman keterpurukan akibat
lilitan utang 1,8 miliar dolar AS. Robby bankir berpengalaman dan
bereputasi agresif menjadi direktur utama ‘dicabut’ dari Bank Niaga,
sedangkan Abdulgani yang selalu hati-hati berbicara sebagai anggota
direksi berasal dari Bank Duta.
Tak lama hanya enam bulan Robby Djohan kembali ke habitat asli sebagai
bankir memimpin Bank Mandiri. Lalu Abdulgani yang kelahiran Bukittinggi 14
Maret 1943 sejak November 1998 diangkat menempati posisi puncak Direktur
Utama. Misi masih sama menyelamatkan Garuda Indonesia dari ancaman
keterpurukan yang, ketika itu kata Sofyan Djalil seorang staf ahli senior
Kementerian Pembinaan BUMN, yang kemudian dipercaya menjadi Menteri
Komunikasi dan Informasi Kabinet Indonesia Bersatu, menyebutkan Garuda
sudah nyaris kolaps. Tahun 1998 saja kerugian Garuda akibat perbedaan kurs
mencapai 46,4 jut adolar AS. Kerugian terbesar Garuda terjadi akibat nilai
rupiah terhadap dolar AS jatuh sebab pendapatan Garuda dalam mata uang
rupiah sedangkan pengeluaran dalam dolar AS.
Penempatan Abdulgani di posisi puncak, kata Ketua Komisi IV DPR RI ketika
itu Burhanuddin Napitupulu terkait karena persoalan Garuda Indonesia
adalah persoalan keuangan yang sangat kompleks sehingga jabatan dirut
perlu diberikan kepada seorang bankir. Dan Abdulgani yang pernah
menyelamatkan Bank Duta dari keterpurukan, Napitupulu memastikan
integritas Abdulgani sebagai bankir senior dikenal bersih, terpercaya, dan
mumpuni.
Salah satu langkah berani Abdulgani menyehatkan Garuda adalah memutus
kontrak-kontrak bisnis dengan perusahaan-perusahaan yang terkait dengan
keluarga Cendana. Abdulgani segera mereorganisasi secara sempurna
rute-rute penerbangan domestik dan internasional. Ia juga memberdayakan
sekaligus memberlakukan skema insentif terhadap karyawan. Skema
langkah-langkah restrukturisasi sesuai business plan mulai
diimplementasikan. Salah satunya menunjuk Deutchebank sebagai penasehat
keuangan untuk merestrukturisasi utang senilai 1 miliar dolar AS ke para
kreditor asing, dan menunjuk Lufthansa sebagai penasehat mengembangkan
manajemen dan meningkatkan pelayanan penerbangan. “Kita sedang
mere-enjineering diri,” kata Abdulgani singkat menjelaskan bentuk
langkah-langkah pembenahannya.
Integritas dan bersihnya Abdulgani benar saja terbukti. Pada tanggal 23
Februari 2002 Abdulgani menghadap kuasa pemerintah selaku pemegang
pemegang saham Garuda yakni Menteri Pembinaan BUMN Laksamana Sukardi.
Jebolan (Master Degree-nya) dari University of Colorado, Boulder, AS
(1998) serta Diploma Program dari The Economics Institute, Boulder, tahun
yang sama, ini menyampaikan kepada Laksamana tugasnya menyelamatkan Garuda
Indonesia sudah selesai. Komitmen awal mengantar Garuda menjadi lebih baik
sudah selesai. Karena itu Abdulgani siap untuk mundur dan digantikan.
Abdulgani yang teguh pada komitmen pengunduran dirinya baru tiga bulan
kemudian bersamaan pelantikan Dirut baru Indra Setiawan, pada 6 Mei 2002. ►e-ti/ht
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
|
|