|
C © updated 10012007 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti/rpr |
|
|
Nama:
Hasan Karman, SH, MM
Lahir:
Singkawang, 6 Agustus 1962
Jabatan:
Walikota Singkawang
Istri:
Emma Febri
Anak:
Stella, Sonya dan Shianne
Pendidikan:
- SD Katolik Bruder, Singkawang (1969-1975)
- SMP Katolik Bruder, Singkawang (1976-1979)
- SMA Kolese St. Yusuf, Malang (1979-1982)
- S1 Universitas Indonesia Fak. Hukum (1982-1988)
- S2 Sekolah Tinggi Manajemen PPM Jakarta (1995-1996)
- S3 Universitas Negeri Jakarta (2005-sekarang)
Karir:
- Staf Personalia & Umum Barito Pacific Group (1988-1989)
- Deputy Factory Manager Barito Pacific Group (1989-1991)
- Kepala Perwakilan Banjarmasin-Pontianak Barito Pasific Group
(1992-1996)
- General Manager PT Panca Metta Jakarta (1997-2003)
- Advocat Senior Lawfirm Hasan, Samudra & Partners (2002-sekarang)
- Senior Partnet Law Firm RAH & Partners, Kantor Paten Ambrosius
International Patent (2003-sekarang)
- Presiden Komisaris PT Prima Rezeki Pertiwi (2003-sekarang)
- Ketua Dewan Pimpinan Nasional Bidang Otonomi Daerah Partai Perhimpunan
Indonesia Baru (2006-sekarang)
- Pemilik Restauran Bong
- Pemilik Radio Omega
- Walikota Singkawang, 17 Desember 2007-2012
|
|
|
|
|
|
|
HASAN KARMAN HOME |
|
|
Hasan Karman
Walikota Singkawang Pasangan Hasan Karman-Edy R Yacoub,
dilantik sebagai Walikota dan Wakil Walikota Singkawang periode
2007-2012. Hasan merupakan etnis Tionghoa pertama yang menjadi kepala
daerah di Kalimantan Barat. Pelantikan dilakukan Wakil Gubernur
Kalimantan Barat (Kalbar) LH Kadir dalam Rapat Paripurna DPRD Singkawang
Senin (17/12/2007), yang dijaga 780 personel polisi dan TNI.
Dalam Pilkada Kota Singkawang 2007, Kandidat Doktor Hasan Karman, SH,
MM dan Edy R Yacoub mengalahkan pasangan
incumbent Awang Ischak-Raymundus Sailan dan tiga kandidat lainnya.
Dalam pidato pelantikan itu Wagub Kadir mengatakan, kemenangan Hasan-Edy
bukanlah milik mereka berdua atau kelompok tertentu, tetapi kemenangan
rakyat Singkawang. Kadir mengingatkan, jika ada perbedaan pendapat atas
hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) diharapkan hal tersebut tidak
menimbulkan konflik yang bisa mengganggu perekonomian rakyat Singkawang.
Sementara, Hasan Karman menyatakan berkomitmennya untuk memberantas
kemiskinan. Untuk itu, dia antara lain, akan menarik investor untuk
membuka lapangan pekerjaan di daerah yang terkenal dengan julukan "Kota
Seribu Kuil/Pekong" itu. Untuk mendukung hal tersebut, dia akan
memangkas birokrasi perizinan yang selama ini turut menyebabkan
tingginya ongkos ekonomi.
Kemenangan Hasan disambut warga Singkawang yang menunjukkan adanya
kesadaran warga etnis Tionghoa sebagai bagian dari anak bangsa, yang
memiliki hak dasar mengembangkan daerahnya dan berkecimpung di ranah
politik. Sebagian besar penduduk Singkawang sejak zaman penjajahan
Belanda hingga sekarang adalah etnis Tionghoa. ►ti
***
Hasan Karman-Edy R Yacuob Figur Pemimpin Masa Depan
Hasan Karman-Edy R Yacuob Figur Pemimpin Masa Depan
Kota Singkawang merupakan daerah strategis di Kalbar yang belum
terbangun secara maksimal. APBD, DAK dan DAU belum cukup membangun kota
tersebut tanpa adanya campur tangan dari pihak luar atau investor.
Keinginan yang kuat membangun Kota Singkawang terlihat dari sosok Hasan
Karman dan Edy R Yacoub sebagai figur pemimpin masa depan.
Ketika ditemui Equator, Hasan Karman mengatakan banyak hal yang perlu
diperjuangkan untuk meningkatkan kemajuan Singkawang dalam semua bidang.
Pada dasarnya untuk mewujudkan kemajuan tersebut bukan pekerjaan yang
susah, kalau kepala daerahnya memiliki jaringan atau relasi dengan
berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri.
"Singkawang sudah membangun, hanya yang dibangun menggunakan dana APBD
yang terfokus pada infrastruktur seperti jalan, saluran air dan
sebagainya. Kalau kita bilang tidak ada membangun itu juga salah. Tetapi
yang dibangun tidak sungguh-sungguh dan belum menyentuh permasalahan
yang dihadapi masyarakat," kata Hasan usai menyampaikan viasi-misi di
DPRD Singkawang, Senin (29/10).
Sebagai putra daerah Singkawang, Hasan menilai persoalan yang dihadapi
di Singkawang masih menyangkut persoalan normatif seperti kemiskinan,
pendidikan dan kesehatan. Itu semua terjadi karena kesulitan
perekonomian masyarakat. Lapangan pekerjaan kurang memadai dan
pembangunan ekonomi juga tidak berjalan.
"Kalau Pemkot mengerti, bagaimana meningkatkan pembangunan ekonomi, maka
jangan hanya berkutat pada APBD, DAK dan DAU. Harus ada akses untuk
mengundang investor swasta untuk datang," katanya.
Akses investor swasta sudah dimiliki oleh warga Singkawang.
Perantau-perantau atau orang kelahiran Singkawang sendiri yang keluar
dari daerah kelahirannya sangat banyak. Mengandalkan etos kerja yang
ulet, mereka bekerja di luar dan berhasil. Inilah yang harus digalang
supaya mereka pulang kampung dan membangun kampung halamannya.
"Bagaimana caranya, Walikota Singkawang nantinya harus berwibawa dan
memiliki daya tarik mengajak mereka untuk kembali ke kampung halamannya.
Mereka itulah yang nantinya akan membawa modal dari luar untuk
mengembangkan daerahnya sendiri," ungkap Hasan.
Diluar investor swasta yang notabene-nya orang Singkawang, walikota yang
terpilih juga harus memiliki akses kepada investor lain baik dalam
maupun luar negeri. Kalau sudah ada dana APBD, DAK, DAU dan investor
swasta ditambah lagi bantuan dari luar negeri, nantinya akan
mengembangkan dan mensejahterakan masyarakat Singkawang.
"Mengapa saya katakan demikian, Singkawang merupakan suatu kawasan yang
memiliki lahan yang sangat cocok mengembangkan usaha dengan melibatkan
pemodal asing yang tidak mengikat," paparnya.
Masyarakat kita masih tertinggal dan miskin, dengan melibatkan investor
asing banyak hal yang mereka bisa bantu. Asalkan, Pemkot jangan korupsi
atas dana yang dikucurkan. Secara tidak langsung, mereka bukan hanya
menanamkan modalnya saja. Melainkan juga membantu masyarakat mengatasi
masalah kemiskinan, pendidikan serta kesehatan.
"Mereka dari luar negeri juga selalu membidik masalah-masalah yang
demikian, hanya saja tidak pernah dimanfaatkan oleh pemerintah kita,"
ujarnya.
Berbicara masalah target yang akan diperoleh nantinya, Hasan tidak mau
omong besar. Melihat jumlah kandidat yang ikut bersaing, Hasan
memprediksikan pasangannya akan mendapatkan 30 persen suara masyarakat
Singkawang. Apabila masing-masing kandidat memiliki kekuatan yang sama,
maka masing-masing kandidat akan mendapatkan 20 persen suara. Kalau 25
persen plus satu yang diperoleh maka kandidat yang bersangkutan sudah
menang tanpa ada putaran kedua.
"Mengapa saya targetkan demikian, karena untuk setiap kecamatan saya
sudah 16 bulan melakukan sosialisasi. Sekarang masuk bulan ke 17. Selama
saya turun ke setiap kecamatan, penerimaan masyarakat sangat positif,
maka saya yakin mereka tidak akan berpindah ke lain hati dalam pemilihan
Walikota Singkawang 15 November mendatang," tukas Hasan. (amk) Sumber:
http://singkawang.blogs. friendster.com/singkawang/2007/11/hasan_karmanedy.html
***
Harian Bisnis Indonesia edisi Minggu, 30 Juli 2006
'Itu sebutan politik era kolonial'
Sebagai keturunan etnis Tionghoa, Hasan Karman merasa prihatin. Sebab,
sejak penjajahan Belanda hingga era reformasi istilah pribumi dan
nonpribumi masih melekat.
Profesi advokat bukan berarti harus melulu berkutat pada urusan hukum.
Jika merasa mampu dan mempunyai banyak waktu luang berbagai bidang bisa
ditekuni, apakah itu sebagai pelaku bisnis, politikus maupun aktivis
sosial untuk kepentingan masyarakat.
Begitulah kira-kira prinsip hidup Hasan Karman, senior partner pada
Kantor Hukum Rah & Partner dan Kantor Paten Ambrosius International
Patent. Pengacara ini ingin mewujudkan pembauran etnis di Tanah Air
secara utuh.
Meski kesibukan sebagai advokat cukup padat dalam menangani keperdataan,
hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan pembicara masalah hukum di
berbagai seminar, namun waktu untuk berbisnis, berpolitik dan kegiatan
kemasyarakatan tetap dijalankan tanpa harus mengorbankan kepentingan
lainnya.
Saat ini dia tercatat sebagai pengurus pusat Partai Perhimpunan
Indonesia Baru (PIB) yang tengah sibuk mengatur strategi dalam
menghadapi Pemilu 2009.
Begitu juga aktivitas kemasyarakatan yang digelutinya. Sebagai Wakil
Ketua Perkumpulan Masyarakat Singkawang dan Sekitarnya (Permasis), Hasan
bersama pengurus lainnya getol melakukan kampanye asimilasi etnis guna
menghapus istilah nonpribumi bagi keturunan Tionghoa.
Yang tidak kalah menarik adalah beragam bidang bisnis yang digelutinya,
mulai dari makanan, batu bata putih sampai penyiaran. Sebagian dari
usahanya bermula dari hobi.
Bidang makanan, misalnya, lantaran gemar mencicipi masakan, Hasan
membuka usaha restoran. Kini dua gerai rumah makan yang diberi nama Bong
berdiri di kawasan Sunter dan Kelapa Gading.
Sedangkan kesenangannya bermain frekuensi sejak remaja disalurkan
melalui radio swasta niaga Omega.
"Saran saya, jika ada peluang bisnis pada hobi yang kita tekuni, jangan
disia-siakan. Apalagi menghasilkan finansial [uang]," paparnya.
Lantas bagaimana dengan bisnis batu bata, apakah juga dilatarbelakangi
hobi mengoleksi material bangunan?
"Ya, nggak lah. Ini murni bisnis, tidak ada hubungan dengan hobi.
Prinsipnya, begitu melihat peluang dan bisa menguntungkan, ya... saya
sikat," tegasnya.
Bisnis batu bata itu menelan investasi sekitar US$5 juta dan digarap
melalui PT Prima Rezeki Pertiwi (PT PRP) dengan membangun pabrik batu
bata putih (autoclaved light concrete) pada 2003 di Rangkas Bitung,
Banten.
Bukan tanpa alasan berinvestasi bata putih. Hasan melihat pertumbuhan
bisnis properti begitu pesat sejak pascakrisis, di mana pembangunan
gedung dan perumahan sejak 2001 terus meningkat. Sementara jumlah
produsen batu bata sedikit.
Bukan coba-coba
Pengusaha itu menepis anggapan bahwa bisnisnya hanya coba-coba.
Sebaliknya dia merasa yakin lima tahun ke depan kebutuhan bata terus
meningkat. Meski begitu jumlah produksi tetap belum mampu menutupi
permintaan. Apalagi produsennya masih sedikit. Saat ini, termasuk
dirinya, baru ada empat pengusaha yang menggeluti bidang tersebut.
Dua tahun sejak mulai berproduksi, dia sudah menerima pesanan bata putih
sebanyak 150.000 m3 per tahun. Diharapkan untuk dua tahun ke depan
produksinya diprediksi mencapai 400.000 m3 sampai 500.000 m3 per tahun,
mengingat permintaan terus berdatangan.
Tapi kenapa bata putih? Material itu kini menjadi tren bagi proyek
pembangunan gedung bertingkat dan perumahan mewah. Selain beratnya
ringan, tahan panas, dan kedap suara, kualitasnya lebih baik
dibandingkan batu bata merah.
"Karena itu perbandingan harganya pun jauh. Batu bata merah sekitar
Rp125.000 per m3, sedangkan bata putih saya jual mulai Rp450.000 sampai
Rp500.000 per m3. Tergantung ukurannya," jelas Hasan.
Bila volume pesanan tidak menurun, dalam empat tahun investasinya akan
kembali.
Sebagai keturunan etnis Tionghoa, Hasan merasa prihatin sebab sejak
penjajahan Belanda hingga era reformasi istilah pribumi dan non-pribumi
masih melekat. Jika tidak segera dirumuskan solusinya, dan menjadi
tanggung jawab bersama, maka rencana pembauran akan sia-sia.
"Perbedaan jarak akan terus meruncing. Sebutan itu merupakan politik
kolonial Belanda, tujuannya memecah belah. Padahal, kalau kita mau jujur,
wali penyebar agama Islam di negeri ini ada diantaranya keturunan
Tionghoa."
Dia tidak sependapat bila kehidupan etnis minoritas dikatakan eksklusif,
berkelompok dan tidak membaur. Secara harafiah, keturunan Tionghoa
mendambakan asimilasi, hidup rukun bersama penduduk lainnya.
Tapi karena ada penekanan psikologis dari sebagian masyarakat, dimana
pengaruh politik 'belah bambu' kolonial Belanda belum pupus dari
generasi ke generasi, maka mau tidak mau mereka akhirnya hidup di
lingkungannya sendiri.
"Cuma kapan keinginan itu terwujud. Saya akui, memang tidak seperti
membalikkan telapak tangan. Perlu waktu. Apalagi di era Orde Baru,
perbedaan itu dipelihara selama 30 tahun," paparnya.
Melalui Permasis dia ingin mewujudkan pembauran melalui pendekatan
budaya, sosial, dan kebersamaan di berbagai aspek. Salah satunya adalah
buku tentang pembauran etnis Tionghoa Singkawang (Kalbar) dengan
penduduk setempat yang tengah ditulis.
"Terus terang, meski saya terlahir dari keturunan Tionghoa, tapi saya
tidak merasa sebagai orang China. Saya putra Indonesia, begitu juga
anak-anak saya," tegasnya.
Cap etnis Tionghoa atau keturunan China harus dihilangkan. Sikap
diskriminasi sudah tidak perlu lagi dipelihara. Yang mesti dijunjung
tinggi adalah kebersamaan, saling menghormati, dan berbaur satu sama
lain.
Cap buruk
Dia memuji sikap pemerintahan mantan presiden Abdurrahman Wahid yang
menghapuskan cap buruk itu. Pemerintahan sekarang pun jauh lebih baik,
dimana keturunan Tionghoa sudah banyak menjadi pegawai negeri, polisi,
tentara, bupati, dan bahkan menteri.
"Contohnya Kwik Kwan Gie, pernah jadi menteri. Lalu Basuki Tjahaja
Purnama alias A Hok, kini menjabat Bupati Belitung Timur. Dua tokoh
etnis itu merupakan hasil nyata era reformasi," ungkap Hasan.
Pada dasarnya keturunan Tionghoa sama seperti halnya masyarakat lain,
mampu menjadi warga negara yang baik. Hanya saja kesempatan seperti itu
tidak pernah ada di masa Orde Baru. Justru yang terjadi
pengkotak-kotakan etnis dan penajaman diskriminasi.
"Saya sedih, ketika di SMA dan perguruan tinggi mulai merasakan
ketidakadilan itu. Saya tersisih dari pergaulan hanya karena mata saya
sipit dan kulit putih. Padahal ketika masih kecil hampir tidak pernah
merasakan perbedaan, saya berbaur dengan anak-anak setempat."
Agar hal itu tidak terulang kembali, dia menyekolahkan anak-anaknya pada
institusi pendidikan yang anti-diskriminasi, serta memberi pengertian
tentang pembauran dalam arti yang luas kepada keluarganya.
"Ini penting sekali. Terutama dorongan psikologis agar anak-anak tidak
sedih atau kecewa jika di tengah pergaulan mendapat sikap diskriminasi
dari seseorang atau kelompok yang masih memelihara cap buruk itu,"
katanya.
Hasan juga menyesali tindakan massa yang cenderung berbau rasial jika
ada peristiwa kriminal yang dilakukan keturunan Tionghoa. Fenomena itu
sebagai bukti nyata bahwa sebagian masyarakat masih mewarisi budaya
diskriminasi kolonial Belanda.
Mestinya, menurut dia, tindakan itu tidak perlu terjadi mengingat pelaku
kriminal itu adalah manusia yang mempunyai banyak kekurangan. Seperti
halnya anggota masyarakat pada umumnya, berbuat kesalahan karena emosi
berlebihan.
Tapi kenapa jika pelakunya dari etnis minoritas, tindakan rasialis
begitu cepat tersulut. Massa memusuhi anggota etnis lainnya, yang
dianggap turut bertanggung jawab atas dosa satu orang. Sikap yang tidak
adil dan kurang bijaksana.
Melihat fakta tersebut dia meminta pemerintah agar melibatkan banyak
tokoh masyarakat guna meredam tindakan rasialis, sekaligus menghapus
sikap yang tidak bertanggung jawab.
Sangat tidak adil, di satu sisi keturunan Tionghoa ingin membaur, di
sisi lain masih ada sikap diskriminatif dan rasialis dari anggota
kelompok masyarakat.
Sudah saatnya perilaku semacam itu dihilangkan. Adalah tanggung jawab
bersama antara pemerintah dan komponen masyarakat untuk mengkampanyekan
asimilasi, serta menjadikan pembauran sebagai ideologi bangsa. ( sinano@bisnis.co.id)
Oleh S. Hadysusanto
Wartawan Bisnis Indonesia
Wawancara:
'Waktu saya kecil tidak ada perbedaan'
Profesi advokat yang digeluti Hasan Karman, merupakan 'kompensasi',
lantaran dia tidak bisa menjadi polisi di era Orde Baru yang menghambat
anak keturunan Tionghoa memasuki institusi tersebut. Tapi dia tidak
patah semangat. Baginya mengabdi di bidang hukum tidak harus mengenakan
seragam kepolisian.
Berikut kutipan wawancara.
Pendidikan formal Anda hukum, lantas apa yang melatarbelakangi
keberhasilan di bisnis?
Pendidikan bisnis dari ibu saya. Kebetulan beliau buka toko kelontong.
Selepas sekolah saya bantu berdagang. Itu sebabnya saya paham dalam
urusan jual beli. Mungkin saja bakat bisnisnya menurun ke saya.
Seusai kuliah atau sebelum saya menjadi advokat saya bekerja ke Barito
Pacific Timber Group selama delapan tahun. Jabatan terakhir saya asisten
direktur dari sebelumnya manajer SDM dan kepala perwakilan untuk
Banjarmasi-Pontianak.
Jangan salah, selain hukum saya mengambil strata dua bidang manajemen di
Sekolah Tinggi Managemen PPM. Dan kini saya tengah menempuh S3 di
Universitas Negeri Jakarta mengambil bidang Managemen Lingkungan.
Mengapa Anda ingin memasuki dunia politik?
Semua orang ingin duduk di pemerintahan, tapi belum tentu mampu memimpin
rakyat. Sangat tidak mudah. Begitu juga masyarakat yang akan dipimpinnya,
belum tentu respek dan bakal memilihnya. Semua itu kembali kepada
manusianya itu sendiri.
Saya memang suka politik, sebab bidang itu bagian dari kemasyarakatan
yang saya tekuni pada saat kuliah. Saya aktif di banyak organisasi
masyarakat.
Tapi saya menolak anggapan masuk partai lantaran semata-mata ingin jadi
presiden, menteri, gubernur, bupati atau anggota DPR. Bukan itu tujuan
saya.
Sejauh ini saya memang ditawari menjadi kandidat Walikota Singkawang,
tempat kelahiran saya oleh beberapa partai,pada Pilkada 2007. Tapi saya
belum memutuskan, meski ada dorongan hati kecil saya ingin memperbaiki
pembangunan di sana agar tidak tertinggal.
Sebenarnya keinginan Anda itu apa?
Dari kecil saya ingin jadi polisi atau tentara. Kenapa? Saya ingin
keadilan dirasakan oleh seluruh rakyat di negeri ini, termasuk etnis
Tionghoa yang selama ratusan tahun hidup dalam diskriminasi. Saya sedih
sekali berada di tengah kehidupan itu.
Ketika kecil saya tidak merasakan adanya perbedaan pribumi dan
nonpribumi. Saya bermain, berbaur dengan anak-anak setempat tanpa ada
perbedaan ras.
Pewawancara: S.Hadysusanto
Sumber: Bisnis Indonesia 30 Juli 2006
***
DR(Cand.) Hasan Karman, S.H, M.M
Koran National News, Jumat 24 November 2006
"Menyekolahkan anak pada institusi pendidikan yang antidiskriminasi
sangat penting. Terutama ini menjadi dorongan psikologis agar anak-anak
tidak sedih atau kecewa jika di tengah pergaulan mendapat sikap
diskriminasi dari seseorang atau kelompok yang masih memelihara cap
buruk itu."
Hasan Karman, Presiden Komisaris PT Prima Rezeki Pertiwi mengungkapkan
hal itu sebagai alasan mengapa ia menyekolahkan anak-anaknya pada
institusi pendidikan yang antidiskriminasi.
Why Him
PENDERITAAN yang pernah dialami Hasan Karman hanyalah sekelumit dari
ketidakadilan yang bertahun-tahun mendera suku Tionghoa di Tanah Air.
Kegigihannya terus mencari jalan untuk mendorong terciptanya keadilan di
negeri ini patut mendapat apresiasi.
Kesuksesannya dalam bidang bisnis tak menyurutkan Hasan untuk terus
berkiprah mendorong terciptanya keadilan yang lebih sempurna. Terlebih
karena langkah terpuji itu ia lakukan mulai di dalam keluarga sendiri,
sebelum kemudian berkiprah lewat organisasi masyarakat dan politik.
Kini setelah keadilan itu semakin baik di negeri ini, terutama terhadap
suku Tionghoa, putra Indonesia antidiskriminasi ini tak lantas berhenti
berbuat bagi kemajuan bangsa dan negara. Paling tidak, ini terlihat dari
keaktifannya dalam partai politik, dan visi realistisnya terhadap
pembangunan Singkawang, Kalimantan Barat, kota kelahirannya.
Hasan Karman
Getol Hapus Diskriminasi
'Penderitaan' yang dialaminya menjadikan Hasan Karman tertantang. Karena
itu, dia tak berhenti menyuarakan antidiskriminasi.
Terlahir dari suku Tionghoa tak mengubah keyakinan Hasan Karman bahwa ia
adalah putra Indonesia. Kebanggaan sebagai putra Indonesia itu
ditunjukkan sejak kecil. Di kota kelahirannya, Singkawang, Kalimantan
Barat, pria yang menamatkan pendidikan dasarnya di SD Katolik Bruder,
Singkawang, ini selalu membaur dan bermain bersama anak-anak sebayanya
tanpa adanya perbedaan. Dan Hasan sangat menikmati masa-masa kecilnya
yang jauh dari diskriminasi tersebut.
Tapi masa-masa bahagia itu berlalu saat memasuki sekolah lanjutan atas
hingga perguruan tinggi. Di sini, Hasan mengalami 'penderitaan' baru
karena ia mulai merasakan ketidakadilan.
"Saya tersisih dari pergaulan hanya karena mata saya sipit dan kulit
putih," ujarnya. Padahal, persoalan seperti ini sama sekali tak pernah
menderanya di masa kecil
'Penderitaan' panjang tersebut tak membuat Hasan berputus asa.
Sebaliknya, kebanggaan sebagai putra Indonesia mendorong suami Emma
Febri ini untuk ikut mendorong terciptanya keadilan di negeri yang
bersuku bangsa majemuk ini.
Dan itu diawali dari keluarga sendiri. Agar ketidakadilan tersebut tak
terulang, Presiden Komisaris PT Prima Rezeki Pertiwi ini menyekolahkan
anak-anaknya di institusi pendidikan yang antidiskriminasi. Hasan juga
selalu memberikan pengertian tentang pembauran dalam arti yang luas
kepada keluarga.
Di luar itu, Hasan mengkampanyekan pembauran melalui organisasi
kemasyarakatan Perkumpulan Masyarakat Singkawang dan Sekitarnya (PERMASIS).
Hasan yang duduk sebagai wakil ketua di organisasi itu bersama pengurus
lainnya getol melakukan pembauran etnis guna menghapus istilah
nonpribumi bagi suku Tionghoa.
"Lewat Permasis, saya ingin mewujudkan pembauran melalui pendekatan
budaya, sosial dan kebersamaan di berbagai aspek. Meski terlahir dari
suku Tionghoa, saya tidak merasa sebagai orang China. Saya putra
Indonesia. Begitu pula anak-anak saya." jelasnya.
Kini, Hasan Karman mengaku sedikit lega. Persoalan diskriminasi
lambat-laun sudah tergerus. Pemerintahan saat ini jauh lebih baik. Suku
Tionghoa sudah banyak menjadi pegawai negeri, polisi, tentara, bupati
bahkan menteri.
"Contohnya Kwik Kian Gie, pernah menjadi menteri, dan Basuki Tjahaja
Purnama yang kini menjabat Bupati Belitung Timur. Dua tokoh itu
merupakan hasil reformasi," terangnya.
Politik Adalah Akal Sehat
SELAIN pengusaha, Hasan Karman juga dikenal sebagai seorang politisi.
Kiprahnya di dunia politik dimulai pada 2004 ketika menjadi calon
legislatif (caleg) DPR dari Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB)
untuk pemilihan daerah Kalimantan Barat. Tapi karena minimnya persiapan
ia gagal meraih kursi Dewan.
Kegagalan itu tak membuat Hasan patah arang dan meninggalkan organisasi
politik, pasalnya berorganisasi sudah menjadi kegemarannya sejak di
bangku kuliah. Bahkan setelah lulus, ayah dari Stella, Sonya dan Shianne
ini juga aktif di banyak organisasi kemasyarakatan.
Pengalaman itu ditambah pengetahuan dan wawasan serta pergaulan dan lobi
yang cukup luas pula, mengantarkan Hasan menjadi aktivis di Partai
Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB). Kini di tengah kesibukannya sebagai
pengusaha dan advokat di Law Firm RAH & Partner, Kantor Paten Ambrosius
International Patent, ia juga duduk sebagai Bendahara Umum Dewan
Pimpinan Nasional (DPN) PPIB.
"Saya memang suka politik karena politik itu adalah akal sehat," ujarnya.
Tapi ia menolak masuk partai lantaran semata-mata ingin menjadi presiden,
menteri, gubernur, bupati, atau anggota DPR. "Bukan itu tujuan saya,"
tegasnya.
Lantas apa yang menjadi tujuan sebenarnya? "Saya hanya ingin memberi
kontribusi kepada daerah kelahiran dan bentuk kepedulian saya sebagai
warga negara Indonesia terhadap masalah negara," imbuhnya.
Dijagokan Jadi Walikota
PEMILIHAN Walikota dan Wakil Walikota Singkawang, Kalimantan Barat, baru
akan berlangsung pada 2007 mendatang. Tapi nama-nama kandidat sudah
mulai dilambungkan. Salah satu sosok yang disebut-sebut berpeluang
menduduki jabatan itu adalah Hasan karman.
"Sejauh ini saya memang ditawari menjadi kandidat Walikota Singkawang,
tempat kelahiran saya, oleh beberapa partai dalam pilkada mendatang.
Saya sendiri belum memutuskan, meski dorongan hati keci saya ingin
memperbaiki pembangunan di sana agar tidak tertinggal," kata Hasan.
Dorongan itu sendiri muncul karena Hasan karman memiliki visi yang
realistis untuk pembangunan Singkawang. Visinya antara lain ingin
memajukan kota kelahirannya sebagai kota industri, perdagangan, jasa,
pariwisata, dan bidang-bidang krusial lainnya.
Dalam melaksanakan visinya itu, menurut Hasan, Singkawang tidak bisa
dilepaskan dari kerjasama dengan Bengkayang dan Sambas. Ketiga kota ini
memiliki keterkaitan historis dan kepentingan yang tidak terpisahkan.
"Untuk menghadirkan investor di Singkawang, harus diciptakan gula.
Seperti pepatah, dimana ada gula di situ ada pula semut. Saya memiliki
kiat untuk itu," jelasnya.
Belajar Dagang Sejak Kecil
SAMA seperti anak suku Tionghoa lain, Hasan Karman tak bisa seenaknya
menghabiskan waktu senggangnya untuk bermain. Sepulang sekolah di SD
Katolik Bruder, Singkawang, Hasan kecil biasanya langsung pulang ke
rumah. Selepas mengganti seragam sekolah dan makan siang, ia bergegas
menghampiri ibunya yang membuka warung kelontong. Bukan untuk mengambil
makanan kecil, atau sekadar bercengkerama bersama ibunya, tapi membantu
melayani para pembeli.
Rutinitis yang berjalan hingga ia menamatkan pendidikan di SMP Katolik
Bruder ini lambat-laun menempa Hasan untuk memahami seluk-beluk dagang.
Bahkan, bakat bisnis dari ibu kemudian menurun ke Hasan.
Terbukti setelah sempat menduduki berbagai jabatan di Barito Pasific
Group, Hasan mulai merambah ke dunia bisnis. Bisnis yang digelutinya
mulai dari makanan, batu bata putih, dan media elektronik radio.
Di bidang makanan, Hasan membuka usaha restoran. Kini ia memiliki dua
gerai rumah makan yang diberi nama Restoran Bong di Kawasan Sunter dan
Kelapa Gading. Untuk bisnis batu bata putih, ia garap lewat PT Prima
Rezeki Pertiwi. Bisnis batu bata tersebut menelan investasi sekitar 5
juta dollar AS. Pabrik batu batanya terletak di Rangkas Bitung, Banten.
Di bidang media elektronik, Hasan yang memiliki hobi bermain frekuensi
sejak remaja ini mendirikan Radio Niaga Omega.
Beragam usaha yang digeluti pengusaha ini tak terlepas dari prinsip
bisnis yang dipegang Hasan. "Kalau ada peluang usaha dan menguntungkan,
ya...saya ambil," jelasnya.
Bisnis batu bata putih, misalnya menurut Hasan sangat berprospek.
Kebutuhan batu bata putih untuk lima tahun ke depan akan terus meningkat.
Meski begitu, jumlah produksi tetap belum mampu menutupi permintaan.
Apalagi produsennya masih sedikit. "Itu alasan kenapa saya masuk ke
bisnis ini," terangnya. (National News, 24
November 2006)
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
|
|