|
C © updated
20052003 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti/bi |
|
|
Nama:
Dr Hartadi A Sarwono, MA
Lahir:
Jakarta, 10 Agustus 1952
Agama:
Islam
Jabatan:
Deputi Gubernur BI 2003-2008
Pendidikan:
- Sarjana di Institut Teknologi Bandung;
- Gelar MA MA di bidang Macroeconomics, University of Oregon,
Eugens-Oregon, Amerika Serikat;
- PhD di bidang Monetary Theory and Policy, University of Oregon,
Eugens-Oregon, Amerika Serikat
Karir:
- Staf di Bank Indonesia, 1980;
- Deputi Direktur di Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter,
1987-1990;
- Direktur Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, 2000-2003;
- Kepala Perwakilan Bank Indonesia di Tokyo, 2003
- Deputi Gubernur Bank Indonesia sesuai Keputusan Presiden NO.102/M
TAHUN 2003, tertanggal 13 Juni 2003
Alamat:
Jl. MH. Thamrin 2 Jakarta 10110 Indonesia
Telp : (62-21) 381-7187 Faks : (62-21) 350-1867
Sumber:
Bank Indonesia
|
|
|
|
|
|
|
HARTADI HOME |
|
|
Hartadi A Sarwono
Alumni ITB Jadi Ahli Keuangan Deputi Gubernur Bank
Indonesia ini lahir di Jakarta, 10 Agustus 1952. Menyelesaikan
pendidikan Sarjana di Institut Teknologi Bandung, dan memperoleh gelar
MA di bidang Macroeconomics dan PhD di bidang Monetary Theory and
Policy, keduanya di University of Oregon, Eugens-Oregon, Amerika
Serikat.
Mengawali karir sebagai staf di Bank Indonesia pada tahun 1980. Tahun
1997-1990 menjabat sebagai Deputi Direktur di Direktorat Riset Ekonomi
dan Kebijakan Moneter. Kemudian, tahun 2000 dipercayan sebagai
direktur di direktorat tersebut. Pada 2003, menjabat Kepala Perwakilan
Bank Indonesia di Tokyo. Lalu diangkat menjadi Deputi Gubernur Bank
Indonesia sesuai Keputusan Presiden NO.102/M TAHUN 2003, tertanggal 13
Juni 2003
Jakarta 19/5/03: Hartadi A Sarwono terpilih menjadi Deputi Gubernur Bank
Indonesia (BI) yang baru menggantikan posisi Miranda Swaray Goeltom.
Hartadi terpilih melalui proses musyawarah untuk mufakat atau lobi antara
pimpinan fraksi dan pimpinan Komisi IX DPR, Senin 19/5/03 malam di Gedung
DPR, Jakarta. Ia mengungguli kandidat lainnya Bambang Sindu Wahyudi dan
Siti CH Fadjrijah.
Hartadi sebelumnya menjabat sebagai Kepala Perwakilan BI di Tokyo, Jepang,
sejak Februari lalu. Sebelum bertugas di Tokyo, ia menjabat sebagai
Direktur Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter. Semnetara, Bambang Sindu
adalah Direktur Direktorat Teknologi Informasi BI. Sedangkan Fadjrijah
adalah Direktur Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan.
Hartadi adalah doktor di bidang teori dan kebijakan moneter dari
Universitas of Oregon AS. Ia memang selama ini lebih banyak menggumuli
bidang moneter.
Proses pemilihan diawali proses fit and proper test atau uji kelayakan dan
kepatutan yang digelar Komisi IX DPR, sejak Senin pagi. Diawali dengan
presentasi masing-masing calon tentang visi dan misinya yang dimulia dari
Bambang Sindu Wahyudi, Hartai A Sarwono dan Siti CH Fadjrijah. Setelah
sebelumnya didahului presentasi pengantar Gubernur BI Syahril Sabirin.
Menurut Syahril yang telah berakhir masa jabatannya 17 Mei 2003, ketiga
kandidat memiliki kapasistas yang sama di bidangnya masing-masing.
Selanjutnya, ketiga kandidat diminta menjawab sejumlah pertanyaan yang
diajukan anggota Komisi IX selama lebih kurang 2,5 jam. Bambang Sindu
mendapat kesempatan pertama. Direktur Teknologi Informasi BI ini diuji
mulai pukul 10.30 WIB hingga pukul 13.00 WIB. Setelah itu giliran Hartadi
mulai pukul 15.00 WIB sampai jam 17.30 WIB. Terakhir kesempatan Siti
Fadjrijah.
Bambang yang mendapat giliran pertama dalam tes tersebut memaparkan
pentingnya pengembangan teknologi informasi dalam membangun good
governance. ''Pemanfaatan teknologi informasi dapat mengurangi kemungkinan
timbulnya kolusi. Sebab, telah ada sistem untuk menjalankannya. Sehingga,
intervensi dari berbagai pihak dapat dikurangi,'' papar Bambang.
Bagi Direktur Direktorat Teknologi Informasi (TI) itu, pelaksanaan good
governance menjadi hal krusial untuk membangun kembali citranya sekaligus
menciptakan kebijakan yang tepat. Untuk pemeliharaan stabilitas moneter,
misalnya, manfaat langsung TI ditunjukkan dalam bentuk perluasan akses
informasi yang diinginkan pihak yang terkait BI.
Selanjutnya, giliran Hartadi menyampaikan visi dan misinya. Hartadi
menekankan, untuk membangun BI sebagai bank sentral terpercaya, diperlukan
perubahan dan pembaruan yang menyangkut program pembenahan internal dan
program peningkatan kinerja BI. Menurut Hartadi, yang perlu mendapat
perhatian utama adalah upaya meningkatkan kompetensi dan integritas
seluruh jajaran BI. Peningkatan itu harus dibarengi pula dengan
reorganisasi di tubuh BI agar bank sentral ini mampu menyesuaikan diri
terhadap perubahan lingkungan strategis yang cepat dan dinamis.
Sedangkan menyoal sikap pemerintah atas Dana Moneter Internasional (IMF),
Hartadi mengatakan, cukup realistis bagi pemerintah untuk mengakhiri
program IMF pada akhir 2003. Tapi dengan tetap melakukan pembayaran
pinjaman sesuai jadwal dan menerima Post-Program Monitoring. Menurut dia,
pemerintah harus menyambut baik dukungan sejumlah negara sahabat yang
mengharapkan Indonesia dapat keluar dari program IMF dengan predikat baik.
Hartadi dalam makalahnya yang berjudul "Meningkatkan Peranan Bank
Indonesia Dalam Mempercepat Pemulihan dan Pembangunan Ekonomi Nasional"
menekankan, guna membangun BI sebagai bank sentral terpercaya, diperlukan
perubahan dan pembaruan yang menyangkut program pembenahan internal dan
program peningkatan kinerja BI.
Dalam pembenahan internal di tubuh BI, yang perlu mendapat perhatian utama
adalah upaya untuk meningkatkan kompetensi dan integritas seluruh jajaran
BI. Peningkatan kompetensi dan integritas itu perlu dibarengi pula dengan
reorganisasi di tubuh BI, agar BI mampu menyeseuaikan diri terhadap
perubahan lingkungan strategis yang cepat dan dinamis.
Pembenahan internal belum cukup jika tidak dibarengi peningkatan kinerja
BI. Peningkatan kinerja, demikian Hartadi, merupakan jawaban penting atas
tuntutan masyarakat terhadap akuntabilitas pencapaian tujuan dan
pelaksanaan tugas sesuai misi BI, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan
moneter dan kestabilan sistem keuangan.
Sedangkan menyoal sikap pemerintah atas Dana Moneter Internasional (IMF),
Hartadi mengatakan, cukup realistis bagi pemerintah untuk mengakhiri
program IMF pada akhir 2003. Tapi dengan tetap melakukan pembayaran
pinjaman sesuai jadwal dan menerima Post-Program Monitoring. Menurut dia,
pemerintah harus menyambut baik dukungan sejumlah negara sahabat yang
mengharapkan Indonesia dapat keluar dari program IMF dengan predikat baik.
Pemerintah harus menyambut baik dukungan sejumlah negara sahabat yang
mengharapkan Indonesia dapat keluar dari program IMF dengan predikat baik.
"Dalam berbagai kesempatan, pemerintah Jepang misalnya, secara terbuka
menyampaikan dukungannya kepada kita untuk mengakhiri program IMF, dan
akan meningkatkan perannya dalam menutup financing gap (kesenjangan fiskal),"
papar Hartadi.
Siti yang mendapat kesempatan terakhir mengatakan BI harus mewujudkan
arsitektur perbankan Indonesia. Hal itu penting untuk mewujudkan industri
perbankan yang kukuh di masa mendatang. Untuk mewujudkan arsitektur itu,
Siti menawarkan enam langkah yang harus diwujudkan secara bertahap.
Dia juga mengkhawatirkan pola divestasi perbankan yang cenderung membuka
peluang munculnya dominasi asing. Dominasi ini di masa mendatang
dikhawatirkan akan menjadikan industri perbankan nasional sepenuhnya
dikuasai asing. Strukur perbankan saat ini didominasi 15 bank yang
menguasai 80% industri perbankan. ''Harus disusun suatu kerangka
kebijakan perbankan ke depan yang merupakan arah kebijakan bagi
pengembangan industri perbankan.'' Menurut Siti, perlu ada lembaga
khusus untuk menangani masalah yang selalu timbul antara bank dan
nasabah. Selama ini masalah tersebut selalu ditangani BI. ►ti/tsl
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
|
|