ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA
 
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z
:: Beranda :: Berita :: Profesi :: Politisi :: Pejabat :: Pengusaha :: Pemuka :: Selebriti :: Aneka ::
 
  P O L I T I S I
 ► Politisi
 ► MPR-RI
 ► DPR-RI
 ► DPD
 ► DPRD
 ► Partai
 ► Ormas
 ► OKP
 ► LSM-Aktivis
 ► Asosiasi
 ► Search
 ► Poling Tokoh
 ► Selamat HUT
 ► Pernikahan
 ► In Memoriam
 ► Majalah
 ► Redaksi
 ► Buku Tamu
 

 


 
  C © updated 03032004  
   
  ►e-ti/tempo  
  Nama:
Marzuki Usman
Lahir:
Mersang, Jambi, 30 Desember 1943

Istri:
Aswarni, menikahi tahun 1972

Anak:
Lima orang

Orangtua:
Nama ayah H. Usman Abul, nama ibu Cholijah

Saudara kandung:
Anak keempat dari sembilan bersaudara

Pendidikan:
- SD, SMP, dan SMA di Jambi
- Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Organisasi:
Mantan Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)

Buku:
“Tiga Menakbir Mimpi”, terbit tahun 1998

Pengalaman Kerja:
1. Kepala Badan Pengelola Pasar Modal (Bapepam), Departemen
Keuangan, 1988-1992
2. Kepala Badan Analisa Keuangan dan Moneter, Departemen
Keuangan, 1996
3. Komisaris Utama PT Bursa Efek (BEJ), Jakarta
4. Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya ((Men Parsenibud), 1998-1999
5. Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), 1999
6. Deputy Chairman PT Lippo E-Net, Tbk
7. Menteri Kehutanan RI, 2001
 
     
Marzuki Usman

Mandor Pasar Modal dan Politik


Pria kelahiran 30 Desember 1943 asal Mersang, 160 kilometer dari Jambi arah ke Padang ini dikenal sebagai praktisi ekonomi yang piawai. Dia mantan ‘mandor’ pasar modal dan menjabat beberapa posisi di bidang ekonomi dan keuangan. Mantan Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Kepala BKPM (1999) dan Menteri Kehutanan (2001) ini kemudian terjun ke dunia politik.

Ketua DPD Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DKI Jakarta ini menyelesaikan pendidikan SD hingga SMA di kota Jambi. Anak keempat dari sembilan bersaudara dari ayah H. Usman Abul dan ibu Cholijah, ini ketika kelas tiga SD pernah dibelikan ayahnya buku ilmu bumi yang bergambar posisi kota-kota besar, seperti New York, London, Australia, dan lain-lain. Yang menarik, saat gambar itu ditunjukkan, Marzuki kecil menyatakan keinginannya mengunjungi kota-kota itu. Dengan enteng sang ayah menanggapi, “Kamu bisa ke sana, kalau sekolah.”

Alhasil setelah menjadi pakar ekonomi melakukan keliling dunia ke mana saja dan kapan saja untuk membuktikan pernyataan profetik ayahnya tidaklah sulit bagi penulis buku “Tiga Menakbir Mimpi” tersebut. Buku yang dia luncurkan di tahun 1998 menandai hari ulang tahunnya ke-55 itu berkisah tentang Sabeni seorang anak desa yang memiliki keinginan keras untuk maju.

Tokoh rekaan Sabeni sesungguhnya adalah cerminan kepribadiaan dia yang sesungguhnya sebab semua kisahnya lebih mirip bahkan boleh dibilang sama persis dengan kisah hidup tokoh anak bangsa bernama Marzuki Usman.

Sebagai praktisi ekeonomi yang piawai, lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada (FE-UGM) ini merasa tidak risih ketika ditempatkan sebagai Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya (Menparsenibud) olah Presiden BJ Habibie di tahun 1998-1999 merangkap Menteri Peningkatan Investasi (Meninvest) dan Kepala BKPM tahun 1999.

Demikian pula ketika Gus Dur mengangkatnya menjadi Menteri Kehutanan menggantikan Nur Mahmudi Ismail, tahun 2001.

Saat ditunjuk menggantikan Nur Mahmudi itu dia begitu yakin akan bisa menjalankan tugas menteri dengan baik sebab di tanah kelahirannya dia berasal dan hidup dari hutan. Mantan Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) ini menyebutkan pula cukup mengenal permasalahan kehutanan meski bukan melalui pendidikan formal.

Keyakinan itu masih ditambah keterbukaan dia menimba ilmu dari bawah yaitu para praktisi dan ahli kehutanan untuk mendukung keberhasilan pekerjaannya sebagai menteri.

Ayah lima orang anak ini memiliki wawasan dan pengalaman yang begitu luas tentang bidang ekonomi, perbankan, moneter, asuransi, investasi, pasar modal, perdagangan internasional, dan pengelolaan BUMN.

Nama dia mulai meroket ketika menjabat sebagai Kepala Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam), tahun 1988-1992. Masa itu adalah era keemasan PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang menjadikan Marzuki Usman buah bibir di kalangan ekonom. Dia lantas dijuluki “Mandor Pasar Modal”.

BEJ adalah institusi pemegang otoritas jual-beli saham yang memberi kesempatan kepada setiap perusahaan emiten untuk memperoleh modal usaha sebanyak-banyaknya lewat penjualan saham perusahaan. Teoritis, tugas emiten hanyalah menawarkan prospektus usaha ke investor di lantai bursa.

Nah, Bapepam yang dipimpin Marzuki Usman adalah pencipta sekaligus pengatur dan pengawas instrumen pasar modal agar bursa saham bergerak lincah berdasarkan aturan main yang ditetapkan.

Bursa saham bangkit sebagai sebuah produk baru kapitalis di Indonesia adalah pada era Marzuki Usman sebagai Kepala Bapepam. Karena itu, selepas dari Bapepam oleh pemerintah Marzuki dipercaya sebagai Komisaris Utama PT Bursa Efek Jakarta.

Nama dia kembali muncul ke permukaan saat dipercaya sebagai Kepala Badan Analisa Keuangan dan Moneter, Departemen Keuangan tahun 1996. Selanjutnya, oleh Presiden Habibie dia ditunjuk sebagai Menparsenibud tahun 1998.

Baru, selepas Menteri Kehutanan seiring jatuhnya pemerintahan Gus Dur Marzuki Usman terjun menjadi profesional murni sebagai Deputy Chairman pada PT Lippo E-Net Tbk, serta mulai memasuki dunia politik praktis dengan bergabung ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pimpinan Alwi Shihab.

Lippo E-Net sebelumnya adalah PT Lippo Life, Tbk yang berubah nama setelah di tangan Marzuki. Perubahan itu dia lakukan tanpa mengubah main business sebagai perusahaan asuransi jiwa. Tentang dia, “Ia seorang tokoh nasional yang paling unik dan istimewa,” kata Billy Sindoro, Chairman Lippo E-Net, Tbk.

Perubahan nama itu didasarkan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat dan dipastikan akan sangat berpengaruh pada nilai saham perusahaan. Dia bersikukuh Lippo harus mampu menggerakkan bisnis teknologi informasi secepatnya sebab bila hal itu tidak diwaspadai kesempatan tersebut akan lebih dahulu diambil oleh orang luar.

“Pemikirannya yang tajam akan makin mengukuhkan implementasi strategi pengembangan bisnis internet dan e-commerce Lippo Life Tbk," terang Billy Sindoro, tentang sepak terjang terbaru Marzuki.

Gebrakan taktis semacam sebagai salah satu ciri khas pernah pula dia lakukan saat menjabat Menparsenibud. Untuk memulihkan pariwisata pasca kerusuhan Mei 1998 dia mengkritik tajam adaya upaya menutup-nutupi kondisi Indonesia yang sesungguhnya oleh sebagian besar pelaku usaha di bidang industri pariwisata. Termasuk oleh pejabat pemerintah di lingkungan Departemen Parsenibud, maupun oleh Dinas Pariwisata di lingkungan Pemerintah Daerah.

Dia menegaskan, pengusaha maupun pejabat tidak perlu merasa malu memberitahukan hal-hal buruk yang terjadi di dalam negeri kepada para wisatawan atau calon wisatawan mancanegara yang telah maupun akan datang ke Indonesia.

Keberanian Marzuki didasari fakta bahwa sesungguhnya tidak semua wilayah Indonesia mengalami rusuh sebab tempat wisata di Indonesia nyatanya tetap aman untuk dikunjungi.

"Saya tak tahu bagaimana mendobrak budaya tidak suka berterus terang ini,” tegas dia ketika itu. “Selama ini kita berusaha keras menutup-nutupi barang jelek. Kita bilang saja semua aman-terkendali. Tidak ada apa-apa, semua beres.”

Kepakaran Marzuki Usman di bidang ekonomi sesungguhnya tidak direncanakan. Si ayah sebelumnya berharap Marzuki menjadi dokter sebab dalam pandangan seorang dokter sekali suntik langsung dapat duit. “Ayah saya bilang, menjadi dokter itu enak. Suntik orang dapat duit,” kata Marzuki menirukan ucapan ayahnya dahulu.

Karena itu setamat SMA dia langsung menuju kota gudeg Yogyakarta, mendaftar ke Universitas Gajah Mada (UGM) untuk empat jurusan sekaligus: kedokteran umum, kedokteran gigi, sospol, dan ekonomi. Semua menerima dia kecuali kedokteran umum.

Marzuki akhirnya memilih jurusan ekonomi dengan alasan sederhana, biaya kuliah tergolong lebih murah untuk mahasiswa sekelas dirinya seorang anak petani yang masih hidup dalam kekurangan. Pilihan ini agaknya tidak salah, “Karena teman saya yang jadi dokter sampai sekarang masih jadi dokter Puskesmas ha...ha…ha…,” gurau ayah lima orang anak ini.

Suami dari Aswarni yang dia nikahi tahun 1972 lalu pernah mencoba peruntungan di politik praktis dengan mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta, periode 2002-2007. Dia bahkan telah tiba pada posisi memperkenalkan diri serta memaparkan apa saja yang akan dia lakukan jika kelak terpilih menjadi gubernur. Sebelumnya dia secara arif telah mengamati apa saja permasalahan yang dihadapi oleh kota megapolitan terbesar dunia itu.

Salah satunya, dia berhasil menemukan fenomena masyarakat di Kampung Rawa, Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat harus tidur bergiliran karena keterbatasan tempat. Sementara di Gang Sentiong dia berhasil meneropong setiap orang harus membeli air untuk mandi seharga Rp 1.000. Berarti, tiap keluarga paling tidak harus mengeluarkan uang Rp 3.000-5.000 untuk sekali mandi.

“Saya tertantang untuk memecahkan masalah seperti itu," ujar pemilik gelar “Mandor Pasar Modal” ini. Sayang, dengan dukungan kuat Megawati Soekarnoputri kader PKB ini kalah pamor terhadap Sutiyoso yang akhirnya terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta. ►ht

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

 
Copyright © 2004 Ensiklopedi Tokoh Indonesia. All right reserved. Design and Maintenance by Esero