A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z
:: Beranda :: Berita :: Profesi :: Politisi :: Pejabat :: Pengusaha :: Pemuka :: Selebriti :: Aneka ::
  H O M E
 ► Home
 ► Biografi
 ► Versi Majalah
 ► Berita
 ► Mabes TNI
     ► TNI AD
     ► TNI AL
     ► TNI AU
 ► Buku
 ► Galeri
 ► Kontak
 ► Link
 ► Search
 ► Poling Tokoh
 ► Selamat HUT
 ► Pernikahan
 ► In Memoriam
 ► Majalah TI
 ► Redaksi
 ► Buku Tamu
 

 
  C © updated 14062003  
   
  ► e-ti/dispenal  
  Nama:
LAKSAMANA TNI BERNARD KENT SONDAKH
Jabatan :
KEPALA STAF TNI ANGKATAN LAUT
Lahir:
Tobelo, 1948/06/09
Suku Bangsa:
MINAHASA
Agama:
PROTESTAN
Pendidikan Umum:
1. SD TAMAT TH. 1959
2. SMP TAMAT TH. 1963
3. SMA TAMAT TH. 1966

Pendidikan Militer:
1. SUS PENYELAMATAN KAPAL TH. 1969
2. AAL -16 TH. 1970
3. SUS EMBARKASI TH. 1973
4. SUS KADEPNOP TH. 1974
5. SUS BHS. INGGRIS TH 1974
6. DIKLAPA-I/NAVIT ANGK-4 TH. 1977
7. DICAWAK CORVET TH. 1978
8. NBCD COURSE, NEDERLANDS TH. 1979
9. SYS.WEAPON COMM.CRS, NEDERLANDS TH. 1979
10. NAVIGATIONS CTT, DEN HELDER TH. 1979
11. TAR HASIL SU-MPR RI TH. 1979
12. DIK ALUT BARU/OPS.SCHOOL, HOLAND TH. 1980
13. COMMAND TEAM TRAIN.(ASW/SW&AWN) TH. 1980
14. HELICOPTER DIRECTION, NEDERLANDS TH. 1980
15. COMMAND POST EXERCISE, PHILINDO TH. 1981
16. DIKLAPA-II/KOUM TH. 1983
17. SUS DAN KAPAL ATAS AIR TH. 1985
18. SESKOAL ANGK-26 TA. 1988/1989
19. OPERATIONAL ART, YUGOSLAVIA TH. 1990
20. SESKO ABRI ANGK-20 TA. 1993/1994
21. KSA-8 LEMHANAS TA. 2000/2001

Riwayat Penugasan:
1. ARMADA/KOJENFIB/KRI ABN (AMBOINA-503)/DEP SENBAH/DIV SEN/PA/ASS.
2. ARMADA/KOJENFIB/KRI ABN (AMBOINA-503)/DEP OPS/DIV NAGI/PA.
3. ARMADA/KOJENKOR/KRI YOS (YOS SUDARSO-353)/DEP OPS/DIV TAKS/PA.
4. ARMADA/KOJENBAN/KRI RKT (RAKATA-922)/DEP NOP/KA
5. ARMADA/KOJENFIB/KRI MLT(MULTATULI-561)/DEP OPS/DIV NAVOPS/KA
6. ARMADA/KOJENKOR/KRI NAL(NALA-363)/DEP OPS/DIV OPS/KA
7. ARMADA/KOJENKOR/KRI MLH(MALAHAYATI-362)/DEP OPS/KA
8. ARMADA/KOLAT ARMADA/GUGUS PEPERANGAN PERMUKAAN(GUGUS GLADI YUDHA)/KEPALA
9. ARMADA/KOJENKAT/KRI MDU(MANDAU-621)/PALAKSA
10. ARMATIM/SATKAT/KRI RCG(RENCONG-622)/DAN
11. MABESAL/DEOPS/ DITOPSLATAL/SUBDIT LAT/SI LATMA/KA
12. ARMATIM/SATKOR/KRI OWA(OSWALD SIAHAAN-354)/DAN
13. MABESAL/DEOPS/ DITOPSLATAL/SUBDIT BINKUATLA/KA
14. MABESAL/DEOPS/ DITOPSLATAL/SUBDIT OPS/KA
15. ARMABAR/GUSKAMLA/DAN
16. ARMATIM/LANTAMAL III/DAN
17. KODIKAL/DAN
18. MABESAL/SRENA KASAL/AS
19. MABESAL/SOPS KASAL/AS
20. MABES TNI/ITJEN TNI/IR
21. MABESAL/KASAL

Tanda Jasa:
1. BT. DHARMA
2. BT. YUDHA DHARMA PRATAMA
3. BT. YUDHA DHARMA NARARYA
4. BT. JALASENA PRATAMA
5. BT. JALASENA NARARYA
6. SL. GOM VII
7. SL. SEROJA
8. SL. VETERAN PEMB.KEMERDEKAAN TIM-TIM
9. SL. KESETIAAN XXIV
10. SL. DWIDYA SISTHA I
 
     
 
BERNARD KENT HOME

 

BIOGRAFI

Laksamana Bernard Kent Sondakh:

Bertindak Lebih Tegas

 

Laksamana Bernard Kent Sondakh, alumnus Sesko ABRI Angkatan-20 TA 1993/1994, ini menjabat  Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) ke-18. Pria kelahiran Tobelo 9 Juni 1948, ini digantikan Laksamana Slamet Soebijanto pada 18 Februari 2005. Selama menjabat KASAL, dia bertindak lebih tegas dalam hal pengamanan laut. Ia memerintahkan jajarannya untuk menembak dan menenggelamkan kapal-kapal yang melakukan pelanggaran di laut.

 

Ia dapat melaksanakan kegiatan pengamanan wilayah perairan Indonesia secara optimal karena jajarannya telah diperkuat oleh KAL-35 serta korvet kelas Parchim. "Dengan dukungan kapal-kapal patroli itu, saya tidak terlalu khawatir soal pengamanan di laut," ujarnya.


Hal itu dikemukakan Sondakh kepada wartawan di Markas Besar (Mabes) TNI AL, Cilangkap, Senin (6/1). Huldak ada lagi ampun bagi yang mencoba-coba melakukan pelanggaran di laut. Tindakan kami akan lebih tegas lagi. Kalau perlu, kapal-kapal yang melanggar itu akan ditembak dan ditenggelamkan, setelah orang-orangnya diselamatkan," kata Sondakh.


KAL-35 adalah kapal patroli cepat rancangan Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI AL (Dislitbangal) dan dibuat pada Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan (Fasharkan) TNI AL. Sedangkan korvet kelas Parchim adalah kapal-kapal bekas Jerman Timur yang dibeli pada tahun 1993. Dari 16 korvet buatan tahun 1985 itu, 12 buah di antaranya telah mengalami penggantian mesin (repowering), dan empat sisanya diharapkan selesai repowering pada Agustus tahun ini. Keseluruhan korvet Bernard Kent Sondakhkan maBernatakh Homeakh Homeakh Homeapan unit di Armada RI Kawasan Barat (Armabar) dan Armada RI Kawasan Timur (Armatim).


Kemampuan korvet itu telah teruji dalam latihan tempur bersandi "Pengendalian Laut 2002" atau "Dalla 2002" pada bulan Agustus 2002. Kapal-kapal itu kembali akan diikutkan pada latihan tempur bersandi "Armada Jaya 2003" sebagai rangkaian kegiatan peringatan Hari Dharma Samudera di Laut Aru, 15 Januari 2003.


Sondakh menambahkan, pihaknya juga akan memberi perhatian lebih besar terhadap pulau-pulau terpencil, terutama yang terletak di wilayah perbatasan dengan negara lain. Untuk itu, kepada seluruh pangkalan TNI AL, KSAL telah mengirim telegram berisi perintah untuk menyinggahi pulau-pulau terpencil yang dilewati saat berlayar.


"Sudah menjadi kewajiban bagi setiap kapal yang berpatroli untuk singgah di pulau-pulau terpencil. Sekadar bertemu masyarakat yang ada di sana dan mengingatkan bahwa mereka adalah bagian dari negara Indonesia ini," jelasnya.
Terdapat sedikitnya 82 pulau kecil yang berada di dekat perbatasan Indonesia dengan negara-negara tetangga, yang mendapat perhatian khusus dari TNI AL. Data Hidro Oseanografi TNI AL menyebutkan, Indonesia memiliki 17.504 pulau. Dari jumlah itu, baru 5.707 pulau di antaranya yang memiliki nama.


Tak Beda Kesempatan
Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Bernard Kent Sondakh mengemukakan, di lingkungan TNI AL tidak akan ada lagi pembedaan antara prajurit pria dengan prajurit wanita. Keduanya memiliki peluang yang sama untuk mengikuti pendidikan maupun menduduki jabatan tertentu.

Peluang untuk menduduki jabatan strategis bagi seorang prajurit TNI AL, menurut Sondakh, ditentukan oleh dedikasi dan akseptabilitasnya. Karena itu ia berharap prajuritnya, terutama prajurit Korps Wanita TNI Angkatan Laut (Kowal), senantiasa meningkatkan kemampuan dan moralitas pribadinya. "Siapa yang terbaik dialah yang punya peluang terbesar untuk menduduki jabatan strategis. Anggota Kowal tidak perlu lagi khawatir akan karier dan masa depannya di lingkungan TNI AL," kata KSAL usai memimpin upacara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-40 Kowal di Markas Besar (Mabes) TNI AL, Cilangkap, Senin (6/1).

"Apa yang saya sampaikan ini bukanlah janji-janji manis tanpa bukti atau sekadar lips service belaka. Namun telah saya buktikan melalui pengangkatan salah satu perwira menengah Kowal menjadi perwira tinggi," ungkap Sondakh.

Anggota Kowal yang dimaksud Sondakh ialah Laksamana Pertama Christina M Rantetana (47). Ia tercatat dalam sejarah TNI sebagai Kowal pertama yang meraih pangkat perwira tinggi (pati), sejak dinaikkan pangkatnya dari kolonel laut menjadi laksamana pertama tanggal 15 November 2002. Pemegang gelar master dalam bidang kesehatan masyarakat ini, kini menduduki jabatan sebagai Sekretaris Fraksi TNI/Polri DPR .

"Kebijakan pimpinan TNI AL bahwa Kowal sudah pantas duduk sejajar dengan prajurit pria untuk menyandang pangkat laksamana pertama, menunjukkan bahwa ke depan kesempatan semakin terbuka lebar bagi setiap anggota Kowal untuk meraih prestasi," ujar Christina.

Ide pembentukan sebuah korps wanita dalam jajaran TNI AL dicetuskan oleh Komodor Yos Soedarso, dan direalisasikan oleh Menteri/Panglima AL Laksamana RE Martadinata dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri/Panglima AL Nomor 5401.24 tanggal 26 Juni 1962. Surat Keputusan tersebut ditindaklanjuti dengan perekrutan dan pendidikan para calon anggota Kowal, yang kemudian menghasilkan 12 orang perwira Kowal. Mereka dilantik sebagai prajurit Kowal pada tanggal 5 Januari 1963 di Jakarta. Tanggal itu kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Kowal.

Pada awal pembentukannya, Kowal merupakan korps yang berdiri sendiri. Demikian pula ketika keanggotaannya diperluas hingga strata bintara sejak tahun 1964, bintara Kowal memiliki kejuruan sendiri.

 

 

Bernard Kent Sondakh
Kompas, Minggu, 27 Juni 2004
POSISI tentara di masa transisi demokrasi ini memang membingungkan. Apalagi setelah lima tahun berjalan, reformasi malah kian menyimpan banyak kecemasan terhadap militer. Apa pun yang dilakukan tentara, pertama-tama bukan ditanggapi lewat proses berpikir, tetapi oleh refleks bawah sadar yang muncul dari rasa takut dan curiga semata. Inilah yang merepotkan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Bernard Kent Sondakh ketika dia melempar gagasan agar pemerintah daerah membeli kapal patroli, yang kemudian akan dioperasikan oleh jajaran TNI-AL.

Awalnya, ketika gagasan itu dilontarkan lewat surat imbauan ke seluruh pemerintah provinsi awal tahun 2003, tanggapannya mulus-mulus saja. Tidak banyak orang bereaksi atau peduli.

Reaksi bermunculan justru ketika gagasan itu membuahkan hasil. Pemerintah Provinsi Riau berniat membeli kapal patroli jenis KAL-35 dari PT Pelindo, Agustus 2003. Gugatan pun muncul dari pengamat, aktivis demokrasi, politisi, bahkan pemerintah sendiri. Gagasan Kent Sondakh akhirnya menjadi seperti lemparan bola panas.

Yang muncul lalu ekspresi kecurigaan, kecemasan akan ikut campurnya militer ke dalam urusan pemerintahan di daerah, pembelian peralatan perang dan lebih lagi, pemakaian anggaran belanja daerah. Para pengamat dan aktivis demokrasi pun menambah gaduh zaman yang sudah riuh ini. Sorotan pun kembali ke arah Kent Sondakh.

Namun, justru dari kontroversi itulah Kompas berbincang-bincang dengan KSAL dan menemukan betapa orang nomor satu di TNI-AL ini adalah sosok penuh gagasan untuk mewujudkan cita-cita negara maritim, dengan mencari peluang memperkuat TNI-AL di tengah keterbatasan keuangan negara.

Kent Sondakh ingin menerapkan cetak biru baru. Dulu, pegangannya, Indonesia membutuhkan angkatan laut yang kecil, efektif, dan efisien. "Saya justru ingin TNI-AL besar, kuat dan profesional," katanya.

Hanya dengan armada TNI-AL yang besar dan kuat, wilayah lautan Indonesia bisa dikuasai. Eksistensi sebagai negara maritim hanya bisa ditunjukkan jika wilayah lautan dikuasai dan dikelola masyarakat Indonesia sendiri, dengan pengamanan yang konkret lewat kehadiran fisik armada TNI-AL.

Masalahnya, anggaran negara untuk TNI-AL sangat kecil. Bahkan, dibanding seluruh angkatan di TNI serta Polri, anggaran terkecil adalah TNI-AL. Itu sebabnya, begitu duduk menjabat sebagai KSAL 25 April 2002, Kent Sondakh harus mencari peluang sebesar mungkin untuk meletakan prioritas pertama pada upaya mengoperasikan sebanyak mungkin armada TNI-AL.

"Kami salurkan sebagian besar anggaran untuk menghidupkan armada yang kita miliki. Kapal yang tua diremajakan mesinnya. Yang rusak diperbaiki. Buat saya yang penting makin banyak kapal yang melaut makin baik. Soal keandalan maupun persenjataannya itu nomor dua. Kami ingin tunjukkan bahwa kami secara fisik hadir di sebanyak mungkin wilayah. Ini laut kita, ini kedaulatan kita. Jangan sampai kapal asing sembarangan masuk dan menyepelekan kita," tandasnya.

Keinginan itulah yang membuat Kent Sondakh selalu berusaha mencari peluang memperkuat armada TNI-AL, sampai satu saat dia menemukan gagasan baru.

DARI mana ide kerja sama dengan pemerintah provinsi untuk pengoperasian kapal patroli?

Awalnya, Komandan Pangkalan Utama TNI-AL V-Jayapura melaporkan, Pemerintah Provinsi Papua akan membeli kapal dari Israel guna pengamanan perairannya. Pemerintah Provinsi Maluku juga punya niat sama. Saya kaget. Lho, apa dasarnya pemda beli kapal patroli.

Ternyata jawabannya adalah otonomi daerah. Saya langsung pelajari Undang-Undang Nomor 22/999 tentang Pemerintahan Daerah. Di pasal 10, disebut, daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayah laut dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Yang disebut kewenangan daerah di wilayah laut, meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut; pengaturan kepentingan administratif; pengaturan tata ruang;, penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan daerah atau dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah; dan bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.

Lalu ada lagi pasal yang menyebut, kewenangan di wilayah laut itu berlaku untuk batas laut sejauh 12 mil. Itu lah rupanya dasar bagi pemda membeli kapal patroli sendiri. Tujuannya terutama yang berkaitan dengan penegakan hukum di laut.

Jadi tiap provinsi boleh beli kapal sendiri-sendiri?

Justru itu yang saya pikirkan. Bayangkan kalau tiap pemda punya kapal patroli sendiri. Siapa yang mengoperasikan? Bagaimana kapal-kapal patroli itu dipersenjatai? Padahal yang bisa memegang senjata cuma tentara dan polisi. Bagaimana pula jika terjadi bentrokan kepentingan antarpemerintah daerah? Bagaimana jika mereka harus mengejar kapal asing yang melintas provinsi lain?

Dari situlah saya punya ide memadukan kepentingan daerah dengan TNI-AL. Bukan cuma untuk penegakan hukum, tetapi juga pertahanan dan kedaulatan nasional. Itulah latar belakang surat saya mengimbau pemerintah daerah agar bekerja sama dengan TNI-AL. Artinya, pemda yang membeli kapal lalu TNI-AL yang mengoperasikan.

Dengan begitu, kehadiran secara fisik sebanyak mungkin armada TNI-AL juga bisa kita wujudkan, sekaligus pengamanan lokal untuk kepentingan tiap pemda. Toh dengan izin pemda, TNI-AL bisa memakai kapal itu melintasi provinsi lain jika memang dibutuhkan.

Dana pembelian kapalnya?

Itu sepenuhnya kewenangan provinsi. Ada kerja sama atau tidak dengan TNI-AL, toh mereka memang berniat membeli kapal dengan dana APBD (Anggaran Pembangunan dan Belanda Daerah) bersangkutan atas persetujuan DPRD masing-masing. Kami tidak urusan mau beli kapal apa, terserah, karena pembeliannya memang tidak pakai anggaran dari TNI AL atau bahkan dari Departemen Pertahanan. Bahwa beberapa pemda berkonsultasi dan memilih KAL-35 yang didesain TNI-AL, itu kan tidak berarti kami terlibat dalam pembelian.

Lalu apa yang salah?

Saya juga tidak tahu. Mungkin ada yang curiga TNI-AL terlibat pembelian kapal. Atau ada yang curiga TNI-AL akan mengambil alih pemilikan kapal-kapal itu. Padahal, kerja sama pengoperasian kapal bukan hal baru bagi kami. Sebelumnya, TNI-AL bekerja sama dengan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) untuk mengoperasikan empat kapal hidrografi. Kapal itu kami cat warna TNI-AL lalu diberi nama Baruna. Tahun 2000 kerja sama berakhir, dan kapal kami kembalikan.

Begitu juga dengan Basarnas (Badan SAR Nasional). Mereka beli helikopter, tetapi tak punya awak. Jadi kami yang mengoerasikan. Catnya juga kami ganti jadi cat Angkatan Laut. Setiap saat mereka butuh langsung dilayani sekaligus untuk patroli. Tetapi, setelah kerja sama selesai, kami kembalikan.

Bagaimana kelanjutan ide itu?

Saya tidak tahu. Saya sudah lapor Panglima TNI, tetapi reaksi dari luar kan cukup keras, bahkan Departemen Dalam Negeri dan Departemen Pertahanan juga ikut bicara. Yang jelas, beberapa pemerintah daerah saya dengar tetap berencana membeli kapal patroli. Bagaimana kelak kapal patroli itu beroperasi, saya tidak tahu.

BERNARD Kent Sondakh yang lahir 9 Juli 1948 di Tobelo Halmahera Utara, memang dibesarkan di lingkungan laut. Ayahnya Karel yang petani, sekaligus nelayan bekerja mengantarkan barang dagangan kebutuhan sehari-hari antarpulau.

Di Pulau Tobelo itu juga dia biasa bergaul dengan kelasi dan perwira di kapal-kapal perang yang memang bersliweran atau berlabuh di Halmahera. "Waktu kecil, saya dan teman-teman biasa bawa buah-buahan atau makanan buat pelaut dikapal, lalu kita diizinkan naik dan bermain di kapal perang. Itu menumbuhkan kecintaan saya pada TNI-AL," ujar Kent Sondakh.

Melihat penampilan perwira TNI-AL dengan seragam putih bersih, berdiri tegap di kapal atau duduk di kendaraan Nissan Patrol, membuat Kent makin ingin bergabung ke TNI-AL. Apalagi, setelah lulus SMP, Kent Sondakh meneruskan SMA di Ternate dan kembali bergaul dengan anggota TNI-AL.

Maka sejak 1966, setelah lulus dari SMA, dia berangkat ke Surabaya untuk mengikuti serangkaian test di Akademi Angkatan Laut (AAL). Anak ke-7 dari 12 bersaudara ini lolos tes dan lulus tahun 1970 sebagai angkatan ke-16. "Sejak lulus, selama 18 tahun saya bertugas di laut terus menerus berganti-ganti kapal. Saya sempat enam bulan ditugaskan di Mabes TNI-AL Cilangkap tahun 1985, lalu kembali lagi ke kapal sampai terakhir menjadi Komandan KRI Rencong-622 hingga 1988," katanya.

Setelah lulus Sekolah Staf dan Komando TNI-AL (Seskoal) pada 1989 Kent Sondakh sempat ditempatkan di Mabesal Cilangkap sebagai staf Operasi Perencanaan dan Latihan. "Saya baru saja merasakan enaknya tugas di darat, ketika saya ditugaskan lagi menjadi Komandan KRI Oswal Siahaan-354 selama dua tahun. Setelah saya masuk Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI dan lulus 1994, saya tak pernah lagi bertugas di kapal," ujarnya.

Ditengah tugas dari kapal ke kapal itu lah, Kent Sondakh memulai kehidupan berkeluarga dengan menikahi Henny Utami, putri seorang perwira polisi yang dikenalnya sejak masih menjadi taruna AAL.

"Saya menikah tahun 1972, beberapa hari sebelum berangkat tugas ke Timor Timur. Untuk perkawinan itu, saya cuma diberi izin dua hari. Dari Surabaya, saya berangkat ke Bondowoso, untuk melangsungkan pernikahan adat Jawa. Saya pakai blangkon saja baru kali itu. Setelah prosesi perkawinan selesai, esoknya saya sudah kembali ke Surabaya untuk naik kapal," ujarnya mengenang.

Beruntung, kapal KRI Amboina 503 itu harus mampir dulu di Pasir Putih, Bondowoso, selama lima hari sebelum menunggu perintah berangkat ke Timtim. "Selama lima hari itulah saya pulang ke rumah mertua, menemui istri yang baru saya nikahi," ujarnya.

Sejak itu Kent Sondakh harus terus berpisah dengan istrinya, lalu menjadi pengajar di Institut Teknologi Surabaya (ITS). Dari perkawinannya, Kent Sondakh dianugerahi tiga anak, John Frederikus (28), John David Nalasakti (26), dan mengikuti jejak ayahnya menjadi perwira TNI-AL. Kedua putranya sudah menikah.

"Pada tahun 1999, saya diberi anugerah Tuhan lagi dengan kelahiran putri saya Joan Natasya Saraswati yang kini baru berusia 5 tahun. Dialah yang kini menemani saya dan mamanya di rumah," ujar Kent Sondakh.

Meski sebagian besar hidupnya bertugas di laut, Kent selalu menjaga kedekatan dengan keluarga. "Di mana pun saya mendarat, saya langsung pulang ke rumah di Surabaya. Bahkan, ketika bertugas di Jakarta, keluarga saya tetap tinggal di Surabaya. Gaji saya tak cukup untuk hidup di Jakarta. Jadi saya tinggal di mess dan tiap akhir pekan saya pulang ke Surabaya," ujarnya.

Kent Sondakh selalu mengirim seluruh gajinya yang terbatas untuk keluarganya di Surabaya. "Saya sendiri hidup dari uang saku, cari pekerjaan sambilan di panitia kerja atau proyek-proyek di Mabesal. Kalaupun tak ada uangnya, paling tidak makan gratis,"katanya.

Kent Sondakh lalu mengenang hidupnya semasa tinggal di di Mes Perwira di Radio Dalam, Jakarta. "Kalau sedang dapat uang saku di panitia kerja tertentu, pulang kerja saya makan di warung gule pinggir jalan, di tikungan Blok A, Gandaria," ujarnya.

Kent Sondakh kini telah memboyong istri dan anak bungsunya ke Jakarta, namun setiap minggu istrinya tetap mengajar di ITS. "Gajinya dari ITS habis untuk ongkos pesawatnya bolak-balik mengajar ke Surabaya. Namun, istri saya masih dibutuhkan ya dia akan mengajar terus. Kesibukan itu berarti buat dia dan buat ITS," ujarnya.

Sebagai militer, Kent Sondakh sudah terbiasa dengan ketidakpastian tugas yang harus dia jalani. November 2001, Kent Sondakh tidak lagi bertugas di TNI-AL karena ditunjuk sebagai Inspektur Jenderal Markas Besar TNI dengan pangkat Laksamana Madya. "Saya pikir itu lah tugas akhir saya sebelum pensiun. Setelah malang melintang di TNI-AL, akhirnya pensiun justru di Mabes TNI. Usia saya waktu itu sudah 52 tahun," ujarnya.

Akan tetapi, tiba-tiba Kent Sondakh dipanggil Presiden Megawati dan diminta menjadi KSAL. "Tanggal 25 April 2002 saya dilantik di Istana Merdeka. Saat itu Presiden hanya memberi pesan singkat, 'KSAL tertibkan laut kita.' Saya tak pernah bisa menduga dan merencanakan hidup saya. Semua serba penuh kejutan. Saya harus menjalani dan menikmatinya," ujarnya.

Selesai pelantikan, KSAL langsung memaparkan kepada seluruh Asisten tentang rencana saya membangun TNI AL lima sampai sepuluh tahun ke depan. Dan gagasan pun bermunculan darinya.

SEBAGAI KSAL, Kent Sondakh ingin memanfaatkan kewenangan untuk mewujudkan obsesinya memperkuat armada TNI-AL. Idealnya, Indonesia memiliki 380 kapal perang. Tetapi sekarang jumlahnya baru 36 KRI, setelah ada yang diperbaiki bertambah jadi 40 KRI.

Apa urgensi armada kuat dan besar?

Wilayah laut Indonesia luasnya hampir sama dengan luas Benua Amerika Serikat. Ancaman yang kini dihadapi di laut, bukan lagi ancaman pertahanan terhadap agresi negara lain. Ancaman keamanan dan pertahanan laut menyangkut, pertama ancaman kekerasan seperti bajak laut dan perompak yang makin ganas belakangan ini.

Kedua, ancaman navigasi. Indonesia adalah titik penting dari pergagangan dunia. Sebanyak 85 persen dari perdagangan dilakukan dengan melalui perairan Indonesia. Dari jumlah itu, 72 persen diantaranya melalui Selat Malaka.

Ketiga, ancaman lingkungan laut dari pencemaran dan kelangsungan sumber daya laut. "Kita memiliki sumber alam luar biasa, bukan ikan tapi juga mineral dan tambang. Kita punya gas alam, minyak atau bahkan sumber daya nuklir di laut.

Keempat ancaman pelanggaran hukum. Bukan cuma dalam menghadapi pencurian ikan, tapi juga penyelundupan. Semua ancaman itu, punya korelasi dengan kehidupan ekonomi nasional.

Bagaimana memerangi kapal ikan asing ilegal?

Penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal asing sudah ada sejak dulu. Dari zaman saya muda hingga menjadi KSAL, sama saja. Berapa pun yang kita tangkap, pencurian terus terjadi. Sebab kalau pun sampai ke pengadilan pun, hukumannya ringan. Karena itu, saya maunya tegas saja. Seluruh jajaran Komando TNI AL saya perintahkan untuk menangkap awak kapal asing yang beroperasi tanpa izin dan menenggelamkan kapalnya.

Begitu juga terhadap penyelundupan. Kapalnya ditenggelamkan, barang selundupannya di lelang. Sebab pelaku penyelundupan dari tahun ke tahun sama saja. Taruh lah penyelundup itu punya modal besar, tapi kalau setiap tertangkap kapalnya ditenggelamkan dan barangnya dilelang, lama-lama dia bangkrut.

Apa tindakan keras begitu efektif? Bagaimana dengan hak asasi manusia?

Tindakan keras itu efektif. Buktinya penyelundupan dan penjualan pasir dari Riau ke Singapura sudah berhenti. Saya tahu, memang banyak juga orang-orang yang mencak-mencak akibat itu. Tetapi itulah cara terbaik agar kekayaan negara kita tidak dicuri semaunya.

Di selat ini juga diberlakukan tembak di tempat bila memberi perlawanan dengan senjata. Kalau sudah begitu jangan bicarakan HAM lagi. Ini soal kedaulatan.

Bukannya kita tidak percaya pada aparat lain. Tetapi kan sudah terbukti berkali-kali TNI-AL menangkap, ada saja aparat yang melepas. Kalaupun diadili, empat lima bulan kemudian bebas dan kapalnya dipakai lagi untuk menyelundup.

Apa sulitnya menumpas penyelundupan dan kapal ikan asing ilegal?

Pertama kondisi kapal patroli kita terbatas. Ini saya kemukakan bukan untuk membela diri tetapi memang itulah kondisinya. Kalau kapal patroli kita itu kemampuannya hanya 10 sampai 12 knot sementara kapal penyelundup 15 sampai 16 knot. Berarti sudah sulit untuk dapat memburu mereka bila kebetulan berpapasan di perairan.

Di laut ini kan tidak seperti di jalan raya. Di jalan, polisi tinggal mencegat satu-satu kendaraan untuk diperiksa SIM pengemudinya. Di laut kita cuma lihat titik hitam yang secara perlahan ketahuan jenis kapalnya. Kalaupun sudah dekat dan ternyata kapalnya memiliki izin ya tidak ada hasil. Sebaliknya kalau memang kapal itu memiliki kesalahan maka ia akan menghindar. Kita tidak bisa mengejar, karena kapal-kapal kita sudah tua.

Guna mengantisipasi kemungkinan kalah kecepatan itulah saya memerintahkan semua Komandan KRI agar lepaskan tembakan peringatan bila mereka berusaha lari. Tetapi kalau mereka tetap lari, beri tembakan dan tenggelamkan kapalnya. Kita ekspose melalui media massa. Dengan demikian ada efek jeranya.

Bagimana dengan isu Selat Malaka yang kini menghangat?

Nah yang ini berhubungan dengan masalah ekonomi. Pada era mendatang perdagangan melalui lautan akan sangat tinggi dibandingkan perdagangan yang menggunakan moda transportasi lain. Tahun ini diperkirakan 50.000 kapal melintasi selat itu. Dua tahun ini, media asing memberitakan perompak mengganas di selat ini. Mereka merompak kapal besar, kapal kecil,bahkan tanker. Begitu juga penyelundupan.

Ada negara yang membesar-besarkan isu bahwa Selat Malaka tidak aman. Malah diisukan kelompok teroris Al-Qaeda atau teroris lain juga sudah mengancam Selata Malaka. Pada kenyataannya menurut saya tidak demikian parah. Dengan dalih itulah, Amerika Serikat lalu menawarkan mengawasi jalur itu dengan melakukan patroli di Selat Malaka. Kelihatannya ada niat dari mereka yang membesar-besarkan itu agar ada alasan ikut mengontrol.

Indonesia menolak keras kehadiran pasukan asing di Selat Malaka. Malaysia juga menolak. Singapura sempat bimbang. Karena itu saya bertemu dengan Kepala Staf Angkatan Laut Singapura. Tidak lama lagi saya akan menemui Kepala Staf Angkatan Laut Malaysia untuk membahas soal pengamanan di Selat Malaka.

Singapura setuju agar pengamanan di Selat Malaka tetap dilakukan negara yang memiliki kedaulatan atas perairan itu. Kalaupun ada kekuatan angkatan laut asing yang ikut serta mereka tetap di bawah komano negara yang berkaitan langsung dengan perairannya.

Jadi, sebenarnya saya menyayangkan kalau gagasan saya bekerja sama dengan pemda untuk mengoperasikan kapal patroli milik pemerintah daerah ditolak. Padahal itu sangat membantu TNI-AL, juga dalam konteks Selat Malaka ini.

Jadi, ya sudah lah, dengan armada TNI-AL, untuk menunjukkan kepedulian tinggi terhadap keamanan Selat Malaka, kami membentuk dua pasukan antiteror yang memiliki mobilisasi tinggi yang ditempatkan di selat itu. Ini wilayah laut kita, ini kedaulatan kita. Maka kita yang harus mengamankan, bukan pasukan asing, dari negara mana pun...


Pewawancara

Nugroho F Yudho
Korano Nicolash LMS

 

Menyinggung soal rencana kegiatan dirinya setelah tidak lagi menjabat sebagai orang nomor satu di lingkungan TNI AL, ia menjawab akan menjadi petani.

"Saya sudah mempersiapkan di Trawas (Mojokerto, Jatim). Nanti akan bertani duren dan kacang," kata mantan Komandan Kodikal dan mantan Irjen TNI itu. ►e-ti/dari berbagai sumber, TNI AL dan Kompas Selasa, 07 Januari 2003

 
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia),