|
C © updated 23012006-20012004 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti/tempo |
|
|
Nama:
Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu
Lahir:
Palembang, 21 April 1950
Agama:
Islam
Jabatan Terakhir:
Kepala Staf Angkatan Darat
Istri:
Nora Trystiana
Anak-anak:
Ryano Patriot, Dwinanda Patriot dan Tryananda Patriot
Ayah:
Brigen (Purn) Ryacudu (Alm)
Pendidikan:
- STM Jurusan Mesin
- Akabri Darat, lulus 1973
- Suscapa (1985-1986)
- Seskoad, 1991
Karier militer:
- Komandan Peleton di Kodam XII Tanjungpura
- Komandan Kompi di Kodam XII Tanjungpura
- Komandan batalion di Kodam XII Tanjungpura
- Komandan Brigade Infanteri 17 Kostrad
- Aspos Kasdam VII/Wirabuana
- Kepala Staf Divif 2/Kostrad
- Kasdam II/Sriwijaya
- Pangdif 2/Kostrad
- Kepala Staf Kostrad
- Panglima Kodam V/Brawijaya (1999)
- Pangdam Jaya (1999-2000)
- Pangkostrad (Agustus 2000 - 2002)
- KSAD 2002 - 2005
Sumber:
Dari berbagai sumber antara lain Puspen TNI AD dan Tempo |
|
|
|
|
|
|
Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu
Prajurit Profesional Sejati
Mantan Kepala Staf AD yang sempat dicalonkan Presiden Megawati menjadi
Panglima TNI, ini seorang prajurit sejati yang memiliki kecerdasan
emosional, intelektual dan spiritual. Mantan Pangkostrad ini kelahiran
Palembang, 21 April 1950, ini selain sangat irit bicara soal politik,
juga dikenal taat menjalankan ibadah agama.
Mantan Pangkostrad ini
senantiasa meminta kekuatan lahir dan batin agar mampu menjalankan
amanah sebagai tentara yang bertaqwa dan dimuliakan Allah.
Prajurit pejuang ini selain
sangat irit bicara soal politik, juga dikenal taat menjalankan ibadah
agama. Sejak masa muda, ia bercita-cita dan bertekad menjadi prajurit yang baik,
profesional
dan bertakwa.
Ryamizard Ryacudu lahir dan dibesarkan dalam keluarga tentara. Ayahnya yang bernama Ryacudu (almarhum),
adalah seorang brigadir jenderal TNI purnawirawan yang ketika berdinas
aktif dikenal sebagai seorang
pengagum dan kepercayaan Presiden Soekarno.
Keluarga ini juga dikenal sangat menekankan
pentingnya pendidikan agama. Maka ketika kecil, Ryamizard dijuluki “Si Hadis”
karena kepandaiannya menghafal sejumlah
hadis Rasulullah. Panggilannya meningkat lagi menjadi “Pak Kiai” saat
ia taruna militer.
Ia memang taat menjalankan ibadah agama, salat lima waktu dan puasa sunnah Senin-Kamis. Ketika
menjabat Pangdam V Brawijaya pun, dengan pangkat jenderal bintang dua,
dia sering mengikuti berbagai macam kajian keagamaan termasuk tasawuf
dan tarekat dengan berpegang pada Al-Qur’an dan hadis Rasul.
Sehingga ia tersepuh menjadi seorang prajurit yang memiliki bekal
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual,
yang menuntunnya menjadi prajurit profesional yang baik dan bertaqwa.
Selain dengan mengandalkan kedalaman kecerdasan dan keterampilan
kemiliteran (intelektual) dan pengendalian emosi (kecerdasan emosional), dia
senantiasa meminta kekuatan lahir dan batin (kecerdasan spiritual) agar mampu menjalankan
amanah sebagai tentara yang bertaqwa dan dimuliakan Allah.
Kebanggaan akan figur ayah menjadi alasan utama Ryamizard memutuskan
masuk tentara. Tidak ada unsur keterpaksaan. Kebanggaan akan figur
itu disebabkan oleh sang ayah selain sangat menekankan pentingnya
pendidikan agama dalam keluarga, sepanjang berkarir di militer pun si
ayah mengabdikan seluruh hidupnya bagi bangsa dan negara. Pesan Sang Ayah
kepada Ryamizard adalah agar menjadi tentara yang profesional.
Selain memedomani pesan tersebut, sikap keras ayah ikut pula diwarisinya. Dia melihat bahwa negara ini adalah milik seluruh bangsa
Indonesia. Karena itu, kalau ingin negara ini aman tenteram, maka seluruh bangsa Indonesia sendirilah yang harus membuatnya.
Dalam menjalankan tugas, ia selalu berupaya
mendekatkan diri kepada Tuhan. Hal itu didorong keinginannya menjadi prajurit yang baik,
profesional
dan bertakwa.
Ia pun telah menjadi seorang prajurit sejati yang profesional,
sesuai keinginan sang ayah. Komitmen profesionalisme militer itu
pernah ditunjukkannya bersama rekan-rekan seangkatannya lulusan AMN
1973, dalam buku
“Indonesia Baru dan Tantangan TNI, Pemikiran Masa Depan.” Buku itu
antara lain bicara
soal doktrin Dwifungsi ABRI yang telah lama bercokol di pentas
perpolitikan nasional. Inti sari isi buku itu adalah menganjurkan agar
tentara kembali ke tugas profesionalnya sebagai militer.
Mantan Pangdam Jaya ini memperistri Nora Trystiana putri Jenderal TNI Try Sutrisno yang mantan
Wakil Presiden RI. Dikaruniai tiga orang anak, Ryano Patriot, Dwinanda Patriot
, dan Tryananda Patriot.
Nama alumni
pendidikan militer Akabri Darat tahun 1973, ini
mulai dikenal luas saat menjadi salah satu komandan Kontingen
Garuda XII di Kamboja pada 1990-an, tatkala berpangkat kolonel. Ia
banyak menjadi sumber berita. Dari Kamboja ia menjadi Komandan Brigade
Infanteri 17 Kostrad, lalu Aspos Kasdam VII/Wirabuana, lalu Kepala Staf
Divif 2/Kostrad, Kasdam II/Sriwijaya, Pangdif 2/Kostrad, Kepala Staf
Kostrad, dan yang terbaru sebagai Panglima Kodam V/Brawijaya (1999),
Pangdam Jaya (1999-2000), Pangkostrad (Agustus 2000 - 2002), dan menjadi
KSAD sejak 2002.
Jenderal berbintang empat, ini berasal dari daerah yang sama dan dekat
pula dengan Taufiq Kiemas suami Presiden RI Megawati Soekarnoputri. Maka
saat diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), ia harus
menghadapi isu bermacam-macam. Misalnya, isu dikatrol menjadi KSAD
karena nepotisme dan koneksi Palembang. Tetapi, “Saya bukan
Palembangisme,” bantahnya tegas.
Bintangnya mulai bersinar saat berpangkat kolonel. Namun, dia mulai
diperhitungkan sebagai prajurit sejati saat melakukan gelar pasukan
sehari sebelum Presiden Abdurrahman Wahid menyampaikan pidato
pertanggungjawaban di Sidang Istimewa (SI) MPR, Minggu 22 Juli 2001. Itu
adalah masa menjelang kejatuhan Wahid.
Sehingga, gelar pasukan itu dinilai berbagai pihak sebagai
sinyal keberpihakan TNI terhadap masa depan bangsa yang lebih baik
mengingat doktrin politik TNI adalah doktrin politik negara. Apa yang
terbaik bagi negara adalah yang terbaik bagi TNI.
Gelar pasukan yang kata Ryamizard sudah seizin Presiden Wahid, bertajuk
Apel Kesiapan TNI di Silang Monas tepat di depan Istana Merdeka
diikuti tak kurang 2.000 personil TNI dan dipimpin langsung oleh
Ryamizard Ryacudu, selaku Pangkostrad jenderal berbintang tiga ketika
itu. Antara
lain disertakan 81 kendaraan lapis baja dari Kostrad dan Korps Marinir.
Yang menarik, sebelum sampai ke tempat upacara, kendaraan lapis baja itu
telah lebih dahulu melintasi jalan-jalan utama di Jakarta dan menarik
perhatian masyarakat. Unsur yang dilibatkan ketika itu adalah TNI
Angkatan Darat (AD) yang terdiri dari Batalyon 323 dan 320 (420 personel),
Yon Linud 328 (160), Kopassus TNI AD (180), Kodam Jaya yang terdiri dari
Yon Kav 7 dan 9 (200), Yon 203 (225), Marinir TNI AL (535), Armada Barat
TNI AL (206), dan Skuadron 461 Korpaskhas TNI AU (120).
"Tidak ada yang istimewa dalam apel ini. Apel ini adalah apel yang biasa
dilakukan seluruh prajurit. Tujuan utama apel ini untuk kekompakan,
karena dengan kekompakan yang ditunjukkan ke masyarakat diharapkan
masyarakat merasa tenang, aman, dan terlindungi," kata Ryamizard waktu
itu.
Apel serupa kembali digelar Ryamizrad menjelang akhir 2003 lalu, sudah
dalam jabatannya sebagai KSAD. Namanya Gelar
Juang Kartika TNI Angkatan Darat. Pesannya sederhana saja, memberi warning agar Pemilu 2004 tidak berdarah-darah.
Namun, anehnya warning ini malah dianggap beberapa orang politisi dan
pengamat politik sebagai pertanda masih adanya niat militer memasuki
area pilitik. Hal yang kemudian dibantahnya dengan tegas.
Profesional
Sikap profesionalisme Ryamizrad selalu tampak menonjol dalam
memandang setiap persoalan konflik di daerah. Tentang keberadaan TNI di
daerah konflik itu -- yang suka tidak suka, pasti menimbulkan ekses berupa
korban jiwa maupun harta benda di kalangan tentara, gerakan separatis,
dan rakyat sipil yang kadang lalu dimanfaatkan sekelompok orang tertentu
untuk menyudutkan tentara -- Ramizard menyebutkan bahwa keberadaan militer
di wilayah-wilayah konflik itu adalah atas kebijakan pemerintah.
Namun ia melihat, seringkali benturan-benturan yang terjadi di lapangan secara
tidak langsung disebabkan oleh kebijakan politik yang tak pasti dalam
penyelesaian konflik dan/atau separatisme di daerah.
Dia menggambarkan, tentara maunya tinggal “pithes” atau pencet saja jika
ingin menyelesaikan persoalan di daerah konflik.
Namun, menurutnya,
setiap konflik mempunyai akar persoalan dan cara penyelasaian yang
berbeda terutama dari sudut pandang TNI. Daerah konflik Aceh, misalnya,
sepanjang Gerakan Separatis Aceh (GSA) menginginkan merdeka dan tidak
mau mengakui NKRI maka Ryamizard yakin perdamaian pasti tidak akan
tercapai. Sebab TNI maunya Aceh tetap bagian dari NKRI. Karena itu,
solusinya adalah GSA harus bergabung dan mengakui NKRI, baru persoalan
akan selesai.
Tentang Papua, menurutnya, penyelesaiannya sudah lebih ke arah politis
yang juga melibatkan negara-negara lain seperti Amerika Serikat dan
Australia. Dan itu urusannya para politisi. Kata Ryamizard, di sini
urusan tentara adalah dengan kekuatan senjata yang tinggal pencet saja
sebab jaringan separatis sudah diketahui di mana-mana.
Di kalangan
militer, Ryamizard memang dianggap benar-benar prajurit profesional dan tidak
banyak melakukan politicking. Karir politiknya diperkirakan akan
mencapai puncak, pada waktunya.
Calon Panglima TNI
Presiden Megawati Soekarnoputri menjelang akhir jabatan, tepatnya 8
Oktober 2004, dalam surat kepada DPR mengajukan Ryamizard sebagai calon
Panglima TNI menggantikan posisi Jenderal Endriartono Sutarto yang surat
pengunduran dirinya telah disetujui.
Alasan Megawati mengajukan Ryamizard di ujung masa jabatannya sebagai
presiden itu dikarenakan dua kepala staf TNI lainnya kala itu sudah
memasuki masa pensiun. Sementara, Panglima TNI Jenderal Endriartono
Sutarto sendiri sudah dua kali mengajukan pensiun. Makanya, Megawati
merasa mengambil kebijakan yang tidak salah. DPR pun sempat memproses
dan menyetujui Ryamizard menjadi Panglima TNI.
Namun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menggantikan Mega bulan
berikutnya, hanya sepekan setelah dilantik, mengirim surat ke DPR yang
intinya mencabut surat pengajuan Presiden sebelumnya.
Surat pencabutan Presiden SBY itu menimbulkan silang pendapat di DPR
dan kalangan masyarakat. DPR pun mengajukan hak interpelasi. Lalu
Presiden ke DPR dan dicapai kesepakatan bahwa Presiden akan segera
mengajukan nama calon Panglima TNI lagi ke Senayan. Untuk mendinginkan
suasana, ditiupkan kemungkinan Ryamizard akan diajukan kembali.
Kemudian pada Februari 2005, Markas Besar TNI mengajukan kembali nama
Ryamizard dalam satu paket dengan rencana pergantian kepala staf
angkatan kepada Presiden. Sebagai orang paling senior di antara ketiga
kepala staf angkatan itu, Ryamizard dianggap lebih berpeluang diajukan.
Sejumlah kalangan juga beranggapan Presiden akan mengajukan nama
Ryamizard sesuai dengan ketentuan Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004
yang mengharuskan Presiden mengajukan satu nama Panglima TNI ke DPR
untuk disetujui.
Tapi anggapan dan perkiraan itu ditepis saat Presiden masih
memperpanjang masa jabatan panglima hingga akhir 2005. Sebaliknya,
Presiden mengganti tiga kepala staf angkatan, termasuk Ryamizard, KSAD
waktu itu.
Terkesan Presiden SBY sengaja mengulur waktu untuk menghindari
Ryamizard jadi Panglima TNI. Apalagi ketika itu umur Ryamizard sudah
menjelang usia pensiun sebagaimana disyaratkan Undang-Undang TNI, 56
tahun.
Publik pun bertanya, apakah memang ada masalah pribadi antara SBY
dengan Ryamizard, yang memengaruhi sehingga SBY tak menghendaki
Ryamizard jadi Panglima TNI?
Ryamizard dan SBY satu angkatan di Akabri ( masuk 1970). Ryamizard
sebenarnya sudah diterima satu tahun sebelum SBY masuk Akabri. Tapi
kecelakaan saat pelonco di Gunung Tidar, Magelang, mematahkan kaki
Ryamizard. Akibatnya, setahun kemudian Ryamizard mencoba lagi dan lolos.
Di situ ia bertemu SBY, menjadi kawan seangkatannya.
Namun, dalam perjalanannya, SBY duluan lulus (1973). Ryamizard baru
lulus setahun kemudian, 1974. Tiga orang taruna kawan seangkatannya
bernasib serupa, tertunda kelulusannya karena kena skorsing. Salah satu
kawannya itu adalah Prabowo Subianto, putra begawan ekonomi Sumitro
Djojohadikusumo yang kemudian menjadi menantu mantan presiden Soeharto.
Hubungan Ryamizard dan SBY kembali berlangsung setelah keduanya dilantik
menjadi perwira TNI-AD. Tahun 1993, tugas mempertemukan mereka di Markas
Brigif Lintas Udara 17/Kujang 1 Kostrad, Jakarta. Saat itu SBY sudah
kolonel dan menjadi komandan menggantikan Kolonel Inf. Sugiono.
Ryamizard sudah letkol dan menjadi Kepala Staf Brigif Linud 17/Kujang I.
Satuan elite ini terdiri dari tiga batalion dan dikenal punya prestasi
tempur legendaris. Tahun 1997, mereka bertemu lagi di Palembang. SBY
menjadi Pangdam II Sriwijaya, Ryamizard menjadi Kepala Staf Kodam
Sriwijaya.
Salah satu orang dekat SBY di Istana menceritakan, sebagaimana
ditulis Tempo Edisi 23-29 Januari 2006, terlepas dari terjadinya
politisasi Panglima TNI di DPR, Oktober 2004, sebenarnya SBY memang
berniat mengajukan nama Ryamizard sebagai pengganti Sutarto. Konon, pada
27 Oktober 2004, sehari setelah SBY mengirimkan surat ke DPR, menurut
sumber ini, Presiden bertemu dengan Ryamizard di Istana Merdeka.
Pertemuan itu luput dari perhatian wartawan.
Dua jam pertemuan, hanya lima menit mereka bicara serius. Selebihnya,
reuni sesama kawan lama. Intinya, Presiden, kata orang dekat SBY ini,
minta Mizard membenahi TNI. ”Satu-satunya nama panglima di saku saya
adalah Abang (Ryamizard),” kata sumber ini menirukan SBY.
SBY juga menyatakan ingin melakukan pertemuan berkala dengan Mizard.
Pesan lainnya, Ryamizard diminta tak banyak bicara dan lebih aktif di
kegiatan sosial. Setelah itu, Mizard pun memilih banyak mengerem bicara.
Tugas-tugas sosial juga lebih banyak dilakukannya. Misalnya merancang
TNI Manunggal Desa di sejumlah desa di Aceh. Bahkan program itu dinilai
efektif memulihkan Aceh, pasca-tsunami.
Tapi sejak itu tak ada kabar lagi. Pertemuan itu adalah yang pertama dan
yang terakhir kalinya. Selain acara formal, tak ada lagi pertemuan
berkala seperti yang dimaksud Presiden. Sampai akhirnya, Presiden
memutuskan memperpanjang masa tugas Panglima TNI dan mengganti tiga
kepala stafnya, termasuk Ryamizard. ”Sejak itu, Pak Mizard tahu,
pertemuan itu tak pernah akan ada,” kata mantan anggota tim sukses SBY
ini.
Skenario Istana memang berubah. Sumber Tempo menyebutkan, atas sejumlah
masukan, Presiden akhirnya memperpanjang masa tugas panglima demi
mengulur waktu. Selain menyiapkan jago baru, juga membuat alasan kuat
yang membuat Presiden tidak memilih Ryamizard. Salah satunya adalah
karena usia mantan KSAD itu memasuki masa pensiun. ”Bukan cuma kurang
sreg, tapi juga perlu adanya penggiliran angkatan untuk Panglima TNI
sesuai dengan undang-undang,” kata pengamat politik Ikrar Nusa Bakti
kepada Nuraini dari Tempo.
Tapi, yang jelas, kata orang dekat Presiden, Ryamizard tak disukai
Amerika. Selain menganggap dia bertanggung jawab atas kasus Timika,
Washington kabarnya menilai sosok Ryamizard sebagai jenderal yang punya
closed mind (kolot). Salah satu yang disoal adalah buku Indonesia
Terjebak Perang Modern yang dilansir Seskoad, akhir Desember 2004. Isi
buku itu sedikit-banyak memposisikan Indonesia sebagai pihak yang
berseberangan dengan Amerika Serikat.
Buku itu, kata sumber Tempo, sempat dilarang Presiden. Malah dua hari
sebelum peluncuran buku itu, panitia akhirnya meminta izin ke Wakil
Presiden Jusuf Kalla. Acara berlangsung mulus. Dan jadilah buku itu
tanpa ucapan terima kasih kepada Presiden. Ryamizard sendiri membantah
ketika dikonfirmasi sikap Presiden soal ini. ”Tidak, kok. Dua hari
sebelum peluncuran, Danseskoad sudah berbicara langsung dengan Presiden.
Saya kira beliau setuju,” ujarnya.
Soal perdamaian Aceh juga jadi ganjalan. Sikap keras tanpa kompromi
mantan KSAD ini dianggap bisa membahayakan perdamaian di Aceh yang
sedang dirintis. Apalagi, mantan KSAD ini dianggap tak setuju dengan
hasil MOU Aceh di Helsinki. Dan yang terakhir, intinya Istana menyoal
loyalitas Ryamizard. ”Termasuk karena terlalu dekat dengan mantan
presiden Megawati,” kata sumber Tempo ini.
Agaknya, Ryamizard sudah paham betul, ini adalah babak akhir dari
perjalanan kariernya di TNI. Penjelasan Presiden melalui Panglima TNI
pekan lalu sudah sangat terang-benderang. ”Presiden memilih KSAU
Marsekal TNI Djoko Suyanto demi rotasi di TNI,” kata Sutarto. Tidak
dipilihnya Ryamizard, kata Sutarto, karena mantan KSAD itu akan segera
memasuki masa pensiun.
Menurut Indra Bambang Utoyo, sudah lama Ryamizard mengetahui babak akhir
cerita Panglima TNI. ”Sudah lama ia menyatakan legowo. Yang penting kini
baginya, pengabdian bagi negara bisa dengan apa saja,” ujarnya.
Seperti juga lakon Bima, tulis Tempo, tokoh wayang yang digandrunginya,
begitulah babak akhir jenderal Ryamizard. Karena terlalu lurus, Bima tak
pernah menjadi mahasenapati dalam Perang Baratayuda. Dan Jenderal ”Bima”
Ryamizard pun demikian. Ia tak akan menjadi mahasenapati Yudhoyono. ►
ti/crs-haposan tampubolon, dari berbagai sumber
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia) |
|