|
C © updated 30122004-20102004 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti |
|
|
Nama:
Brigjen Pol. (Purn) Drs. Taufiq Effendi, MBA
Lahir:
Barabai, Kalimantan Selatan, 12 April 1941
Agama:
Islam
Jabatan:
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara RI
Pendidikan:
S-2, Master of Business Administration dari Institut Bisnis
Manajemen Jayabaya, 1993
International Police Academy, Washington DC, AS
Pengalaman kerja:
Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat, 2004-2009
Wakil Sekjen Partai Demokrat
Staf Ahli Kapolri, pensiun berpangkat brigadir jenderal polisi
Liaison Officer Dinas Hubungan Luar Negeri Polri, 1966
Banyak berkecimpung di dunia intelijen Kepolisian RI, sejak Kasi Intel
hingga Wakil Asisten Intel Polda Nusa Tenggara
Pernah di bagian Reserse Narkotika Kepolisian RI
Mengikuti Drug Enforcement di AS tahun 1977
Alamat Kantor:
Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara RI
Jalan Jend. Sudirman Kav. 69
Jakarta 12190
|
|
|
|
|
|
|
== 1
2 3 ==
Drs Taufiq Effendi MBA
Diberkati Banyak Keajaiban
Anak bandel. Inilah cap yang melekat pada sosok Taufiq Effendi kecil
yang lahir di Barabai, Kalimantan Selatan, 12 April 1941. Pada usia 63 tahun,
anak bandel itu ditunjuk menjadi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.
Kemudian, di
bursa kepemimpinan baru Partai Demokrat, dia diproyeksi pada posisi
puncak, Ketua Umum. Tentang ini, ia berkomentar: “Insya Allah, saya
siap menunggu perintah SBY.”
Pintar tetapi badung. Enam tahun menempuh pendidikan dasar, berpindah
pindah di enam sekolah dasar.
Orang tuanya sering dibuat pusing tujuh keliling. Soalnya pada setiap
kenaikan kelas, gurunya selalu memberi catatan: “Anakmu pintar, naik kelas.
Tapi tolong pindahkan dari sini, karena ia bandel.”
Namun, Taufiq tidak merasa risih atas kebandelannya di masa kecil.
Malahan ia merasa keren. Soalnya anak bandel bakal jadi orang
pintar. Taufiq menunjuk dirinya sebagai bukti. “Enam tahun di enam SD, itu
baru keren,” kata Taufiq dalam nada canda.
Meskipun bandelnya tidak ketulungan, Taufiq kecil dan remaja tidak
pernah tidak naik kelas. Kebandelan Taufiq berlarut-larut, apalagi ketika
menginjak bangku SMA, mulai jadi aktivis. Baru duduk di kelas satu SMA
Negeri Cilacap, ia sudah berontak pada gurunya.
Ketika sekolah mau menaikkan uang ujian, Taufiq ikut demo yang
menentang kenaikan tersebut. Semua siswa yang ikut demo dikeluarkan dari
sekolah. Ia pindah ke SMA Kesatria di Jakarta, tempat berkumpulnya
anak-anak tempo dulu. Di situ sering berkelahi, lantas dikelurkan dari
sekolah.
Suatu hari orang tuanya bilang kepadanya: “Weh kamu, kalau mau jadi
orang pergi dari Jakarta. Kalau terus di Jakarta, kamu akan jadi tukang
becak, atau jadi tukang berkelahi, atau jadi preman. Sekarang, kamu pergi
ke Yogya.”
Taufiq remaja akhirnya berangkat ke Yogyakarta, sebuah kota yang masih
asing baginya. Di sepanjang Jalan Maliaboro, ia merenung, menunggu
datangnya tukang bakul pecal. Ia sering duduk di belakang mbok
pecal yang sedang menggoreng buah melinjo.
Ketika melanjutkan pendidikan di kota gudeg itu, Taufiq mulai banyak
belajar, bergaul dengan sesama remaja dari berbagai daerah. Ia bergaul
dengan remaja dari mana saja, Irian, Ambon dan dari suku-suku lain.
Semuanya sama, ternyata kalau baik dengan mereka, mereka pun membalasnya
dengan kebaikan.
Kembali ke Jakarta, tatkala duduk di bangku kuliah, Taufiq juga aktif
di HMI. Di dalam organisasi, ia selalu ingin menjadi orang pertama.
Kemudian ia dipilih menjadi ketua komisariat HMI. Ia menjadi pengurus
Pengurus Besar HMI, bidang seni budaya. Mungkin ia dianggap budayawan.
Wakilnya ketika itu, Nurcholis Madjid (sekarang profesor doktor ilmu
politik).
Setamat dari perguruan tinggi, Taufiq masuk di kepolisian. Di situ pun
ia punya obsesi untuk menapak sampai ke puncak. Ia pertama-tama
ditempatkan pada divisi hubungan internasional. Kemudian mendapat
kesempatan sekolah di International Police Academiy, Wasington DC, USA.
Taufiq tiga kali ke Amerika, masuk sekolah yang berbeda-beda, termasuk
Barety American Ranger. Di sana ia belajar mengemudikan helikopter,
belajar terjun dari helikopter. Lantas Taufiq sekolah lagi di Paris. Dan
selanjutnya ke Australia untuk mengikuti pendidikan Airport Security.
Dalam perjalanan karirnya selanjutnya, ia menggeluti bidang reserse,
kemudian menjadi asisten intelijen. Ketika bertugas di Nusa Tenggara, ia
menjadi Asisten Intelijen. Dalam perjalanan karirnya di seluruh
Kalimantan, ia tetap menjadi Asisten Intelijen. Hanya pada ujung karirnya
ia ditempatkan di sektor Pembinaan Masyarakat, Polri.
Selama duduk di jabatan tersebut, Taufiq menciptakan beberapa hal,
antara lain, Polisi Sahabat Anak, Polisi Masuk Desa dan
Polisi Pariwisata. Pokoknya banyak hal yang ia lakukan. Pada puncak
karirnya, ia menjabat Sekretaris Deputi Operasi Polri.
Musibah Politik
Musibah menimpa Taufiq di ujung karirnya. Brigadir Jenderal (Brigjen)
Polisi Taufiq diuji masuk anggota DPR. Ia bersama 39 perwira tinggi
terbaik Polri menjalani ujian. Saat itu tatanan politik sangat buruk. Dari
40 perwira yang menjalani ujian, tak seorang pun yang lulus. Padahal
Taufiq, lulusan sekolah sosial-politik ABRI nomor wahid.
“Ini musibah besar. Saya tahu ini satu rekayasa yang luar biasa.
Akibatnya jatah polisi untuk anggota DPR dikurangi,” kata Taufiq mengenang.
Malah kemudian muncul tudingan; “Mereka sengaja tidak meloloskan diri.”
Alasannya, tidak mungkin orang-orang pintar tidak lulus kalau bukan karena
sengaja tidak meloloskan diri. Taufiq menganggapnya sebagai fitnah yang
luar biasa. Akibatnya, ke 40 perwira terbaik itu dicopot dari jabatan
mereka masing-masing. Tetapi Taufiq tetap senang, karena dengan musibah
itu, ia lebih mendekatkan diri pada Allah SWT.
Keajaiban mulai terjadi ketika ia dikaryakan di BPPT yang dipimpin Prof
BJ Habibie. Pertama kali datang ke situ tidak ada, tak seorang pun
menerimanya dengan ramah. Ia duduk di sebuah ruangan, tersisih, tak
dihiraukan. Ia bertanya pada bagian personil BPPT, memperoleh jawaban yang
sangat menyakitkan: “Kami nggak tahu siapa yang memindahkan Bapak
ke sini.” Padahal ia telah lulus test inteligensia.
Taufiq pun penasaran. Ia memberanikan diri untuk datang ke rumah
Habibie. Malahan ia diajak semobil oleh BJ Habibie. Di dalam mobil, ia
melontarkan perasaannya: “Pak, saya mau bicara sama Bapak.” Sepanjang
perjalanan dari kantor ke rumah, ia terus bicara.
Pada mulanya, gajinya di BPPT hanya Rp 450.000 sebulan. Lalu setelah ia
banyak berbicara dengan Habibie, hanya seminggu kemudian, gajinya naik
menjadi Rp 1.000.000. Seminggu lagi gajinya naik jadi Rp 2.000.000. Minggu
berikutnya menanjak jadi Rp 3.000.000. Yang terkesan dari Habibie, ia
malah disuruh harus berani menyampaikan pendapat.
Tahun 1996, ia pensiun dari kepolisian dalam upacara dengan gagah
berani. Keesokan paginya, ia masih berkantor di BPPT sebagai Kepala Divisi
Proyek Khusus. Taufiq bekerja di BPPT sampai tahun 2000. Meskipun sudah
purnawirawan, Taufik tetap berada di atas. Ia terpilih menjadi Sekretaris
Jenderal organisasi purnawirawan Polri sampai saat ini.
Ajakan ke Politik
Setelah pensiun, malah banyak sekali tokoh yang mengajaknya terjun ke
panggung politik praktis. Namun ia menjatuhkan pilihan pada partai politik
yang digagas Jenderal (Pur) Susilo Bambang Yudhoyono. Mulanya ia diajak
SBY bergabung dengannya (awal 2004). Taufiq, tanpa pikir panjang, menjawab
setuju bergabung dengan SBY yang ketika itu menjadi Menkopolkam.
Selaku seorang intel, ia punya pengamatan tajam, SBY-lah yang ia anggap,
the right leader in the future (pemimpin yang tepat di masa datang).
Maka Taufiq duduk sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat yang
mengantar SBY ke kursi presiden Indonesia yang ke enam. Semula ia
diproyeksi menjadi Sekretaris Jenderal.
Mulailah ia menjadi fungsionaris Partai Demokrat. Meski tak pernah
mendaftar, ia dipasang sebagai calon anggota DPR. Untuk itu, ia tak pernah
mengeluarkan dana satu sen pun. Sebab ia tidak punya simpanan, tidak punya
deposito. Tetapi, ia berkelakar, potongannya seperti orang kaya, sangat
meyakinkan.
“Semuanya ajaib, mobil datang dengan ajaib,” kata Taufiq dalam
wawancara dengan TokohIndonesia Dotcom. Ia pun setuju dengan julukan,
the man with so many miracle.
Ia mengenang kembali keajaiban demi keajaiban yang pernah menghampiri
dirinya. Suatu waktu, setelah pensiun, seseorang datang ke rumahnya,
mengajak jalan-jalan ke Kelapa Gading. Sesampai di sebuah show room
mobil, ia diminta: “Pak, ambil mobil satu.”
Taufiq sejenak tercengang, sembari melontarkan ucapan: “Apakah Anda
waras atau gila?” Dan dijawab: “Saya sehat pak. Saya diperintah Tuhan
mengantarkan mobil ini kepada Bapak.” Keajaiban lain, ketika terpilih jadi
anggota DPR.
Dalam kampanye ia hanya joged sebentar. Tidak pernah bikin
spanduk, selebaran kampanye atau semacamnya. Biaya pesawat dan hotel
selama kampanye dibayar orang lain, termasuk keponakan-keponakannya.
Keajaiban yang sangat ia syukuri ketika SBY mengangkatnya jadi menteri.
Karena itu, Taufiq menganggap jabatan tersebut sebagai amanah.
Filosofinya, di dunia ini yang paling tajam adalah lidah, yang paling jauh
adalah hari kemarin dan yang paling berat adalah amanah.
Di bursa kepemimpinan baru Partai Demokrat, Taufik diproyeksi pada
posisi puncak, Ketua Umum. Tentang ini, ia berkomentar: “Insya Allah,
saya menunggu perintah SBY.” ►tsl/sh-crs-ms
== 1
2 3 ==
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
|
|