|
C © updated 03012006 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti/wes |
|
|
Nama:
KOLONEL LAUT (PURN) DRS. SUKISTIYANTO, M Bus
Lahir:
Yogyakarta, 20 Februari 1949
Agama:
Islam
Ayah:
Mayor Laut (Purn) Soenarto
Ibu:
Setyaningsih
Istri:
Endang Wartiningsih
Anak:
Tiga orang
Cucu:
Tiga orang
Jabatan:
Ketua Pengurus Pusat Yayasan Hang Tuah
Pendidikan Umum:
SR Negeri, Surabaya, 1961
SMP Negeri, Surabaya, 1964
SMA Negeri, Surabaya, 1967
Sarjana Sosial, Jakarta, 1993
Master of Business, Australia 2000
Pendidikan Militer:
Akademi Angkatan Laut, 1973
Diklapa I di Belanda, 1978
Diklapa II di Bandung, 1986
Seskoal di Jakarta, 1990
Penugasan:
Kapal Perang di ARMATIM, 1973 -1985
Kapal Hidrografi AL, 1985-1989
Markas Besar AL, 1990 -1997
Seskoal 2000 -2004
Pengalaman Luar Negeri:
Logistics School, Belanda, 1978 -1979
Joint Exercise V, Thailand, 1985
Refit HMS Hydra, Inggris, 1985-1986
Master Degree, Australia, 1997 -1999
Seminar JMSDF, Jepang 2001
Pengalaman Dalam Negeri:
Guru Militer Kodikal, Surabaya, 1975- 1980
Penatar P-4, Jakarta 1987 -1989
Dosen Seskoal, Jakarta, 2000-sekarang
Dosen STIAMI, Jakarta, 2003- sekarang
Tanda Jasa:
Bintang Jalasena Nararya
Satya Lencana Kesetiaan 24 tahun
Satya Lencana Dwija Sistha
Dosen Teladan STIAMI, 2004
Karya Tulis:
Educational Methods in Indonesian NCSC, 2001
The Role of Indonesian Naval Force in Peace Time, 2001
The Fourth Asia Pacific Naval College, Seminar Presentation, 2001
Lautku Pengabdianku, Penerbit Prajatama Jakarta, 2000
Artikels di Majalah resmi Seskoal, Dharma Wiratama, Jakarta 2002
Artikels di Majalah TNI AL, Cakrawala 2002
Alamat Kantor:
Pengurus Pusat Yayasan Hang Tuah, Komplek TNI Angkatan Laut
Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara 14240, Telp. (021) 450.0718,
E-Mail:
sukist@hotmail.com
Alamat Rumah:
JIn. Mangga I Blok C 9/1 Bekasi Jaya Indah, Bekasi Timur 17111,
Telp. (021) 880.5305
E-Mail:
sukistiyanto@yahoo.com
|
|
|
|
|
|
|
SUKISTIYANTO HOME |
|
|
Sukistiyanto
Militer Pendidik Generasi Seorang pemimpin tak harus
berasal dari keluarga orang-orang kaya atau orang terpandang yang
uangnya banyak. Dalam keseharian kadang-kadang justru orang-orang yang
sedang terdesak, yang berada dalam pinggiran atau dalam keadaan tidak
punya apa-apa ketokohannya menjadi sangat menonjol karena memiliki
semangat juang yang tinggi.
Dalam kemiliteran dikenal kata-kata, seorang Kolonel dapat saja
berpikir, berbuat, dan berkarya laksana seorang Jenderal. Hal itulah
yang menjadi pedoman hidup Sukistiyanto,
seorang Kolonel Laut yang sepanjang hidupnya ingin berbuat yang terbaik
bagi bangsa dan negara. Ia adalah seorang militer pendidik yang bekerja
mempersiapkan generasi-generasi penerus calon pemimpin bangsa yang mahir
dan cerdas, berwawasan luas dalam
koridor Wawasan Nusantara.
Pada tahun 2000 Sukistiyanto, oleh Markas Besar TNI Angkatan Laut
(Mabesal) Cilangkap ditugaskan menjadi pejabat struktural sekaligus
dosen di Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Laut (Seskoal). Di situ
dia mendidik puluhan perwira menengah berpangkat Mayor dan Letnan
Kolonel, serta siswa tamu dari negara sahabat yang memiliki kerjasama
militer dengan Indonesia, untuk memiliki wawasan luas yakni wawasan
nusantara, beragama, humanis, dan sesuai dengan kebutuhan serta postur
masa depan TNI Angkatan Laut.
Awalnya ia menjabat sebagai Kepala Departemen Manajemen, terakhir
sebelum pensiun dari dinas kemiliteran 1 Maret 2004, Direktur Pendidikan
Seskoal. Hanya berselang dua bulan sesudah pensiun, pimpinan Mabesal
kembali memberikan kepercayaan yang lebih
besar ke pundak Sukistiyanto, dalam hal ini sebagai pendidik yang
mempersiapkan
generasi penerus. Sejak 25 Mei 2004 Sukistiyanto dikukuhkan sebagai
Ketua Pengurus Pusat Yayasan Hang Tuah (YHT), sebuah yayasan yang
mempunyai tugas khusus mendidik 31.060 putraputri anggota TNI Angkatan
Laut dan umum, mulai pra sekolah, TK, SD, SMP, SMA hingga SMK.
Mereka tersebar di seluruh Indonesia dari Sabang sampai Jayapura.
Yayasan Hang Tuah saat ini memiliki 112 sekolah terdiri TK 56 buah, SD
25 buah, SMP 14 buah, SMA 9 buah, SMK 8 buah, jumlah guru total 1.584
orang dan karyawan tetap 406 orang.
Bahkan, ketika akan kembali menjadi manusia sipil biasa yang berkiprah
di tengah-tengah masyarakat, sesuai obsesi sejak muda Sukistiyanto
mempersiapkan pula sebagai pendidik di lingkungan pendidikan umum. Ia
memiliki modal untuk itu sebagai Sarjana S-1 Ilmu Administrasi Negara,
diperoleh tahun 1993 dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Jakarta, Pondok Bambu, dan S-2 di bidang keahlian Master of
Business yang diperoleh dari Edith Cowan University dan The University
of Notre Dame, Perth, Australia, tahun 1999.
Setelah membaca iklan di sebuah suratkabar, mengajukan lamaran, testing,
paparan, sejak tahun 2003 Sukistiyanto diterima menjadi dosen di Sekolah
Tinggi Ilmu Administrasi Mandala Indonesia (STIAMI) Jakarta. Bahkan,
setahun kemudian dia sudah terpilih sebagai Dosen Teladan STIAMI 2004.
Sebagai militer pendidik, apa yang Sukistiyanto lakukan sangat identik
dengan filosofi penanam pohon jati, yang hasil jatinya baru dapat
dinikmati ratusan tahun kemudian oleh anak cucu dan keturunan tiga empat
generasi kemudian. Penanam jati sendiri tak sempat memperoleh apa-apa
dari kebaikan yang dilakukannya.
Sukis melakukannya di dunia pendidikan karena dia adalah seorang Sapta
Margais sejati yang patuh pada Sumpah Prajurit, dan memiliki visi jauh
ke depan sesuai Wawasan Nusantara. Dan sebagai orang beriman, yang ingin
hidupnya menjadi rahmat bagi setiap orang sehingga satu-satunya tujuan
hidupnya di dunia ini hanyalah untuk beribadah, Sukistiyanto juga
mendalami filosofi petani penanam gandum. Kendati petani mengetahui
besok akan terjadi kiamat dia akan tetap menanam gandum hari ini,
sebaliknya, apabila kiamat itu akan berlangsung masih seribu tahun lagi
saat ini juga petani itu akan mendekatkan diri kepada Tuhan tidak
menunggu pertobatan terjadi menjelang ajal.
Riwayat Jabatan
Pada diri Sukistiyanto, sulung dari delapan bersaudara, mengalir darah
ayah bernama Soenarto seorang bintara TNI Angkatan Laut. Karena
dedikasi, disiplin, rajin belajar dan berprestasi Sang Ayah akhirnya
dapat menunaikan masa dinas aktif sebagai perwira, dengan pangkat
terakhir Mayor Laut. Ketika meninggal dunia Mayor Laut Soenarto
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Surabaya.
Karakter Sang Ayah sebagai pekerja keras, penuh disiplin, dan harus
selalu membekali diri dengan ilmu dan pengetahuan, itulah yang mewarisi
kepribadian Sukistiyanto, ayah tiga orang putra dan kakek tiga orang
cucu ini. Bersamaan itu mengalir pula kelembutan hati dan jiwa dari
Ibunda Setiyaningsih, seorang putri asal Jogjakarta, yang membasuh,
membalut dan melindungi kepribadian Sukistiyanto sehari-hari sejak lahir
hingga saat ini.
Sukistiyanto mengisi karir militer pertamanya sebagai perwira logistik
di kapal perang, dan sebagai staf bagian human resources management,
personalia, dan keuangan di Markas Besar TNI Angkatan Laut (Mabesal)
Cilangkap, Jakarta Timur. Karir itu sesuai dengan pilihan Sukis di Korps
Suplai TNI Angkatan Laut, yang banyak berbicara mengenai logistik
militer.
Ketika berdinas di Kapal Perang Armada Timur (1973-1985), dan Kapal
Hidrografi Dewa Kembar (1985-1989), Sukis bertugas sebagai perwira
departemen logistik menangani masalah spare parts, makanan, pembayaran
dan lain sebagainya. Jadi bukan di bagian tempur, tapi di unsur bantuan
tempur yang saya hadapi di Angkatan Laut, kata
Sukis.
Sukis kemudian bertugas sebagai staf di Mabesal Cilangkap antara tahun
1990-1997, menempati pos di bagian keuangan menangani masalah penggajian
dan tunjangan jabatan.
Sukistiyanto kemudian menjalani masa-masa terakhir kedinasan militer di
Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Seskoal), Jakarta, antara tahun
2000-2004. Selain Dosen, Sukistiyanto menjabat pula sebagai Kepala
Departemen Manajemen, puncaknya sebagai Direktur Pendidikan Seskoal.
Waktu-waktu selebihnya Sukis menjalani masa pendidikan
militer Diklapa I (1978) di Belanda, Diklapa II (1986) di Bandung, dan
Seskoal (1990) di Jakarta.
Sukis juga berkesempatan mengikuti sejumlah pendidikan dan penugasan ke
luar negeri, seperti pendidikan Logistic School (1978-1979) di Belanda,
Joint Exercise V (1985) di Thailand, Refit HMS Hydra (1985-1986) di
Inggris, pendidikan S-2 Master Degree (1979-1999) di Australia, dan
mengikuti seminar JMSDF (2001) di Jepang.
Penerima penghargaan dan tanda jasa Bintang Jalasena Nararya, Satya
Lencana Kesetiaan 24 Tahun, Satya Lencana Dwija Sistha, dan Dosen
Teladan STIAMI 2004, ini pernah pula ditugaskan sebagai Guru Militer di
Kodikal Surabaya, sebagai Penatar P-4 di Jakarta, serta Dosen Seskoal
sejak tahun 2000, dan Dosen STIAMI sejak tahun 2003 hingga sekarang.
Pria Rendah Hati
Ketika masih menjalani pendidikan militer di Malang, Jawa Timur, Sukis
secara sadar mendaftarkan diri memilih kecabangan Korps Suplai di TNI
Angkatan Laut, sebuah korps yang berperan utama sebagai penyedia bantuan
tempur.
Sukis memilih suplai dengan dua alasan. Pertama, belum mengerti betul
masalah korps ketika itu. Kedua, Sukis berpikir sekaligus melihat sudah
banyak teman-teman yang memilih menjadi Pelaut, sehingga lebih tertarik
untuk memilih Suplai karena memiliki kekhususan di bidang logistik
tempur.
Selain Suplai, TNI Angkatan Laut memiliki lima korps lain yakni Pelaut,
Elektronik, Teknik, Marinir dan Khusus. Saya pikir logistik tidak bisa
memenangkan pertempuran, tetapi pertempuran tanpa logistik pasti kalah,
kata Sukis, yang lalu bertekad memperkuat
logistik. Sukis berpikir, dalam pertempuran, walau pintar tapi kalau
tanpa makan, atau katakanlah makanannya kena virus, jelas tidak bisa
memenangkan pertempuran.
Jadi ada keinginan hati saya, bagaimana saya mendorong garis belakang
supaya maju berkembang. Saya memilih secara sadar Suplai, memang saya
sadar, ujar pria rendah hati yang hidup sederhana ini.
Pilihan itu bukan tanpa risiko, sesungguhnya, terutama apabila
menyangkut jenjang karir kepangkatan dan jabatan. Seperti semua perwira
yang lain, Sukis tentu juga sangat ingin menjadi bintang. Namun karena
berada di korps bantuan tempur impian menjadi bintang harus dipendam
dalam-dalam. Sebab ada beberapa pos dan kedudukan strategis
yang tak bisa dipegang Korps Suplai, misalnya komandan kapal yang hanya
bisa diduduki Korps Pelaut. Padahal pospos strategis itu dapat
melejitkan pangkat
dan jabatan seorang perwira.
Ini saya sadar makanya saya tidak jadi bintang. Saya kira tidak apa-apa
itu semua Allah yang punya, semua hanya sekadar amanah dari Allah, kata
Sukis bangga dapat pensiun dengan pangkat terakhir Kolonel. Kebanggaan
bisa muncul sebab selama mengabdi terbukti dia dikenal bersih, clean.
Dan apa-apa yang ada di hatinya, ia yakin nantinya masih bisa dia
bagikan ke Angkatan Laut.
Sukis sangat paham dan sependapat dengan ungkapan mantan Presiden AS
John F. Kennedy. Presiden yang tewas tertembak di Dallas, AS, tahun 1968
itu pernah mengatakan ungkapan yang populer ke seluruh jagat, jangan
tanyakan apa yang dapat negara berikan kepadamu, tetapi tanyalah apa
yang sudah anda berikan kepada negara.
Jadi saya happy, dan kebetulan sekarang saya juga tidak berhenti
walaupun pensiun. Saya masih memegang jabatan sebagai Ketua Pengurus
Pusat Yayasan Hang Tuah. Sama juga, itupun memberikan pendidikan kepada
putra-putri Angkatan Laut. Jadi bapaknya dan anaknya saya ajar juga,
kata Sukis.
Korps Suplai adalah pilihan terbaik bagi Sukis, manakala menilik
pengalaman Nazi Jerman dalam hal logistik pada Perang Dunia II di Eropa.
Konon, ketika itu semangat juang pasukan Nazi Jerman sedang
tinggi-tingginya di seluruh kawasan tempur Eropa. Namun tatkala Sekutu
mulai mempropagandakan bahwa keluarga para tentara sudah kekurangan
makanan dan logistik di garis belakang, bahkan setiap anggota keluarga
di rumah sudah dibatasi mengkonsumsi daging, semangat juang tentara Nazi
mengendur
jadinya. Sekutu menjadi mudah menguasai Eropa, terlebih setelah mereka
melakukan pendaratan tentara di Pantai Laut Normandia, Perancis Selatan,
untuk mengepung Nazi Jerman.
Demikian pula dengan cerita perang perebutan Kepulauan Malvinas di tahun
1982, antara Negara Kerajaan Inggris dengan Argentina. Argentina harus
menerima kekalahan telak setelah jalur logistiknya dipotong.
Jadi memang betul logistik tidak akan memenangkan pertempuran, tetapi
pertempuran tanpa logistik pasti akan kalah. Bagaimana cerita perang
Napoleon di musim dingin, di musim beku, tidak ada makanan. Walaupun dia
pintar taktik perang, strategi perang, tetapi perut kosong, itulah yang
terjadi. Jadi saya sadar kenapa saya pilih Korps Suplai, saya ingin
garis belakang harus kuat, kata Sukis.
Ketika pensiun Sukis tidak merasakan masalah apa-apa kendati dengan
pangkat terakhir hanya Kolonel saja, sementara kawan-kawan seangkatan
berkesempatan mencapai puncak karir pangkat dan jabatan tertinggi di
masing-masing korps dan matra. Bahkan, salah seorang diantara mereka ada
yang menjadi RI-1, Susilo Bambang Yudhoyono, lainnya menjadi KSAL,
Slamet Subiyanto KSAU, Djoko Suyanto, dan Kapolri, Sutanto.
Saya cukup berbangga diri juga, toh kehadiran saya di Angkatan Laut
punya manfaat sesuai dengan visi misi saya. Kerendahan hati
Sukistiyanto untuk memperkuat barisan belakang dari sebuah kekuatan
tempur, dengan risiko memiliki keterbatasan kenaikan pangkat dan jabatan
di kemiliteran, itu sama persis dengan filosofi hidupnya sebagai
pendidik. Sebagai pendidik dia menjalankan falsafah Jawa ing ngarso sung
tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani, atau di depan
menjadi teladan, di tengah membangun prakarsa, di belakang manut saja.
I believe it, saya percaya itu, kata Sukis tentang filosofi yang
disebutnya pula sebagai filsafat kepemimpinan Pancasila, sehingga
seharusnya itu diterapkan oleh semua pemimpin Indonesia tanpa kecuali.
Filsafat demikian sudah Sukis tanamkan ke para siswa militer di Seskoal,
dan saat mengajar di STIAMI dan memimpin Yayasan Hang
Tuah. ►e-ti/ht-eri
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
|
|