|
C © updated 29072008 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti/kompas |
|
|
Nama:
Liem Tiang Gwan
Lahir:
Semarang, 20 Juni 1930
Karir:
-
|
|
|
|
|
|
|
LIEM TIANG GWAN HOME |
|
|
Liem Tiang Gwan
Ahli Radar Dunia, Putera Indonesia
Liem Tiang Gwan, putera Indonesia kelahiran Semarang, 20 Juni 1930, ini
seorang ahli Radar (radio detection and
ranging)yang mendunia. Radar rancangannya banyak digunakan untuk memantau dan memandu naik-turunnya pesawat
di berbagai belahan dunia. Bahkan militer di banyak
negara Eropa menggunakan jasanya untuk merancang radar
pertahanan yang pas bagi negaranya.
Liem Tiang-Gwan, sudah puluhan tahun bergelut dan malang
melintang dalam dunia antena, radar, dan kontrol lalu lintas udara.
Namanya sudah mendunia dalam bidang radar, antena, dan berbagai
seluk-beluk sistem gelombang elektromagnetik yang digunakan untuk
mendeteksi, mengukur jarak, dan membuat peta benda-benda, seperti
pesawat, kendaraan bermotor, dan informasi cuaca.
”Sekolah saya dulu berpindah-pindah. Saya pernah di Jakarta, lalu di
Taman Siswa Yogyakarta, kemudian menyelesaikan HBS (Hoogere Burgerschool)
di Semarang tahun 1949. Setelah itu, saya masuk Institut Teknologi
Bandung dan meraih sarjana muda tahun 1955. Saya melanjutkan studi di
Technische Universiteit (TU) Delft, lulus tahun 1958,” ujar pria yang
kini bermukim di kota Ulm, negara bagian Bavaria,
Jerman.
”Lalu saya ke Stuttgart dan bekerja sebagai Communication Engineer di
Standard Elektrik Lorenz, yang sekarang dikenal dengan nama Alcatel,”
kata Liem.
Meskipun sudah bekerja dan mendapatkan posisi yang lumayan, Liem muda
masih berkeinginan untuk kembali ke Tanah Air. Ia masih ingin
mengabdikan diri di Tanah Air. Maka, tahun 1963 ia memutuskan keluar
dari tempatnya bekerja di Stuttgart dan kembali ke Indonesia.
”Apa pun yang terjadi, saya harus pulang,” ujarnya mengenang.
Hidup berubah
Niat untuk kembali ke Tanah Air sudah bulat. Barang-barang pun dikemas.
Seluruh dana yang ada juga dia bawa serta. Liem muda menuju pelabuhan
laut untuk ”mengejar” kapal yang akan menuju Asia dan mengantarnya
kembali ke Tanah Air. Kapal, itulah sarana transportasi yang paling
memungkinkan karena pesawat masih amat terbatas dan elitis.
Namun, menjelang keberangkatan, Liem mendapat kabar bahwa Indonesia
sedang membuka konfrontasi dengan Malaysia. Karena itu, kapal yang akan
ditumpangi tidak berani merapat di Tanjungpriok, Jakarta. Kapal hanya
akan berlabuh di Thailand dan Filipina. Maka, bila Liem masih mau
kembali ke Indonesia, ia harus turun di salah satu pelabuhan itu.
”Saat itu saya benar-benar bingung. Bagaimana ini? Ingin pulang, tetapi
tidak bisa sampai rumah, malah terdampar di negeri orang. Saya
memutuskan untuk membatalkan kepulangan. Seluruh koper dan barang bawaan
diturunkan lagi, padahal saat itu uang sudah habis. Tetapi dari sinilah,
seolah seluruh hidup saya berubah. Saya kembali lagi bekerja di
Stuttgart sebagai Radar System Engineer di AEG-Telefunken. Perusahaan
ini sekarang menjadi European Aeronautic Defence and Space (EADS),”
katanya.
Sejak itu, karier Liem di bidang gelombang elektromagnetik dan dunia
radar semakin berkibar. Setelah bekerja di EADS, ia diminta menjadi
Kepala Laboratorium Radarsystem-theory tahun 1969-1978, disusul kemudian
Kepala Seksi (bagian dari laboratorium), khusus menangani Systemtheory
and Design, untuk sistem radar, pertahanan udara, dan Sistem C3 (Command
Control Communication). Sebelum pensiun pada tahun 1995, Liem masih
menjabat sebagai Kepala Departemen Radar Diversifications and Sensor
Concepts.
”Meski sudah pensiun, hingga tahun 2003 saya masih diminta menjadi
consulting engineer EADS,” tambahnya.
Paten
Perannya yang amat besar dalam bidang radar, sensor, dan gelombang
elektromagnetik membawa Liem untuk mematenkan sejumlah temuannya.
Puluhan temuannya diakui berstandar internasional, kini sudah dipatenkan.
”Yang membuat saya tergetar, ketika menyiapkan Fire Control and
Battlefield Radars, Naval Fire Control Radar dan sebagainya. Ini kan
untuk perang dan perang selalu membawa kematian. Juga saat saya
merancang MSAM Systems: Hawk Successor; Airborne High Vision Radar dan
sebagainya,” kata Oom Liem.
Dia menambahkan, ”Saya sendiri sudah tidak ingat lagi berapa rancangan
radar, antena, dan rancangan sinyal radar yang sudah saya patenkan. Itu
bisa dibuka di internet.”
Indonesia
Secara sederhana, ilmu tentang elektro yang pernah ditekuni selama
belajar, coba dikembangkan oleh Om Liem. Dalam sistem gelombang radio
atau sinyal, misalnya, ketika dipancarkan, ia dapat ditangkap oleh
radar, kemudian dianalisis untuk mengetahui lokasi bahkan jenis benda
itu. Meski sinyal yang diterima relatif lemah, radar dapat dengan mudah
mendeteksi dan memperkuat sinyal itu.
”Itu sebabnya negeri sebesar Indonesia, yang terdiri dari banyak pulau,
memerlukan radar yang banyak dan canggih guna mendeteksi apa pun yang
berseliweran di udara dan di laut. Mata telanjang mungkin tidak bisa
melihat, apalagi dengan teknologi yang semakin canggih, pesawat bisa
melintas tanpa meninggalkan suara. Semua itu bisa dideteksi agar
Indonesia aman,” tambah Liem.
Akan tetapi, berbicara mengenai Indonesia, Liem lebih banyak diingatkan
dengan sejumlah kawan lama yang sudah sekian puluh tahun berpisah.
”Tiba-tiba saja saya teringat teman-teman lama, seperti Soewarso
Martosuwignyo, Krisno Sutji, dan lainnya. Saya tidak tahu, mungkinkah
saya bertemu mereka lagi?” ujarnya sambil menerawang jauh melalui
jendela kaca di perpustakaan pribadinya. (Tonny D Widiastono, Kompas,
Selasa, 29 Juli 2008)
|
|