|
C © updated 12022006 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti/intisari |
|
|
Nama :
Petrus Kanisius Ojong (PK Ojong)
Nama Asli:
Peng Koen Auw Jong
Lahir:
Bukittinggi, 25 Juli 1920
Meninggal:
Jakarta, 1980
Agama:
Katolik
Ayah:
Auw Jong Pauw
Pendidikan:
- Hollandsch Chineesche School (HCS, sekolah dasar khusus warga Cina)
Payakumbuh
- Hollandsche Chineesche Kweekschool (HCK, sekolah guru)
Pekerjaan:
Wartawan Senior, Pendiri Kompas-Gramedia
|
|
|
|
|
|
|
PK OJONG HOME |
|
|
PK Ojong (1920-1980)
Jurnalis Berpikir Mulia
Peng Koen Auw Jong, yang kemudian populer dengan nama PK Ojong
(Petrus Kanisius Ojong), adalah salah satu pendiri Kelompok Kompas –
Gramedia. Dia seorang jurnalis berpikir mulia. Baginya idealisme tak
boleh berjalan sendirian, tapi harus didampingi kecerdasan, kepiawaian
berusaha, dan watak nan indah. Mantan Bos Kompas ini meninggal
tahun 1980.
Sebagai kuli tinta, sejak awal usia 30-an, PK Ojong sudah dihadapkan
pada pilihan rumit: berpena tajam atau dibredel.
Rasanya, mustahil menjadi jurnalis idealis. Beruntung dia punya
"penasihat spiritual" berhati emas, yang banyak memberi pelajaran. Salah
satunya: idealisme tak boleh berjalan sendirian, tapi harus didampingi
kecerdasan, kepiawaian berusaha, dan watak nan indah. Jika tidak,
bersiap-siaplah menjadi martir.
Cuplikan perjalanan hidup Petrus Kanisius Ojong, yang dibesut Helen
Ishwara dalam buku PK Ojong: Hidup Sederhana, Berpikir Mulia (2001)
terasa bak tuntunan bagi wartawan dalam membangun media cetak dengan
baik dan benar. Pengalamannya, berlatar belakang intrik politik Orde
Lama dan Orde Baru, begitu rinci.
Sejak lahir di Bukittinggi, 25 Juli 1920, dengan nama Peng Koen Auw
Jong, Ojong sudah dikaruniai anugerah tak terkira. Yakni sang ayah, Auw
Jong Pauw, sejak dini giat membisikkan kata hemat, disiplin, dan tekun
ke telinganya. Jong Pauw yang petani di Pulau Quemoy (kini wilayah
Taiwan) selalu memimpikan kehidupan yang lebih baik. Maka ia merantau ke
Sumatra, tepatnya Sumatra Barat.
Kelak, meski sudah menjadi juragan tembakau, trilogi hemat, disiplin,
dan tekun tetap dipedomani keluarga besar (11 anak dari dua istri; istri
pertama Jong Pauw meninggal setelah melahirkan anak ke-7. Peng Koen anak
sulung dari istri kedua) yang menetap di Payakumbuh ini. Saat Peng Koen
kecil, jumlah mobil di Payakumbuh tak sampai sepuluh, salah satunya
milik ayahnya.
Artinya, mereka hidup berkecukupan. Tapi, Jong Pauw selalu berpesan,
nasi di piring harus dihabiskan sampai butir terakhir. Sampai akhir
hayat, Peng Koen tak pernah menyentong nasi lebih dari yang kira-kira
dapat dihabiskan.
Bahkan setelah menjadi bos Kompas – Gramedia, Ojong tak berubah.
"Uang kembalian Rp 25,- pun mesti dikembalikan kepada Papi," bilang
putri bungsunya, Mariani. Ojong mempunyai enam anak, empat di antaranya
laki-laki.
Namun, ia tak "pelit" pada orang atau badan sosial yang benar-benar
membutuhkan, bahkan rela menyumbang sampai puluhan juta dolar. Tapi,
jangan minta duit untuk pesta kawin, atau perayaan Natal sekalipun.
"Kalau tidak punya uang, jangan bikin pesta," kilahnya selalu.
Profesor pikun dan perjaka tua
Peng Koen juga berdisiplin tinggi dan serius, seperti dia tunjukkan
saat bersekolah di Hollandsch Chineesche School (HCS, sekolah dasar
khusus warga Cina) Payakumbuh. Di masa ini, ia berkenalan dengan ajaran
agama Katolik.
Beberapa waktu kemudian, dia masuk Katolik dan mendapat nama baptis
Andreas. Dolf Tjoa Tjeng Kong, mantan teman sekelas di HCS, mengingatnya
sebagai murid serius. "Dia bukan cuma pandai, tapi juga banyak
bertanya," tegas Dolf.
Sedangkan di rumah, adik-adiknya menjadi saksi betapa disiplinnya
Peng Koen. Dia suka bertanam, tapi tidak suka tanaman yang tak terurus.
Mereka kerap dimarahi kalau membiarkan halaman terlantar.
Jika Peng Koen di rumah (ia sempat pindah ke HCS Padang), sebelum
pukul 17.00 adik-adiknya cepat-cepat mandi. Bila tidak, mereka bisa
diseret ke kamar mandi. Tak heran, adik-adiknya pun takut padanya.
Di sisi lain, kakak-kakak (tiri) menganggap dia sebagai "orang dewasa".
Ia memang terlihat cepat matang dan senang ngobrol dengan orang dewasa
di kedai kopi. Di Hollandsche Chineesche Kweekschool (HCK, sekolah
guru), ia gemar membaca koran dan majalah yang dilanggani perkumpulan
penghuni asrama. Kalau murid lain cuma memperhatikan isi tajuk rencana,
Auwjong menelaah juga cara penulisan dan penyajian gagasan.
Sifat-sifat itu membentuk karakter Auwjong. Kebiasaan hemat membuatnya
hati-hati dan teliti. Disiplin dan tekun membentuk dia jadi orang yang
lurus dan serius. Semasa kuliah hukum, Oei Tjoe Tat, rekan kuliah yang
kemudian menjadi menteri negara di akhir masa pemerintahan Sukarno,
berkomentar, "Ia sering terlalu serius menanggapi segala hal. Kalau
melucu, lelulonnya kering."
Cerita mantan teman-temannya di HCK lebih "seru". Di sekolah guru
setingkat SLTA ini, Auwjong terpilih sebagai ketua perkumpulan siswa. Ia
bertugas menyediakan bahan bacaan buat anggota serta menyelenggarakan
pesta malam Tahun Baru Imlek dan piknik akhir tahun. Di malam Imlek,
tradisinya digelar acara polonaise, sandiwara, menyanyi, dan makan malam
istimewa.
Tapi Auwjong cuma ngobrol dan ngobrol. Konon, ia agak kaku jika
berhadapan dengan lawan jenis. Seorang ibu, bekas teman sekelasnya dan
kini pengusaha toko manisan di Cianjur, Oei Yin Hwa, masih ingat betul,
di sekolah Auwjong dijuluki verstrooide professor alias profesor pikun.
Mengenai julukan, nama Auwjong juga punya sejarah lucu. Lain dengan
ayahnya yang menulis "Auw Jong" terpisah, Ojong justru menuliskan
"Auwjong" versi sambung. Bulan Agustus 1937, saat memperkenalkan diri di
depan teman-temannya di HCK, Auwjong menyebut namanya dengan aksen
Sumatra Barat yang kental. Sampai ada teman sekelasnya mengira Auwjong
berkata ouwe jongen alias "perjaka tua". (Sumber: Intisari Novemeber
2002) ►e-ti
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia) |
|